Jelajah Bumi Para Rasul dan Nabi (23)
Menerobos Sekat Hebron, Melihat Derita Isolasi Anak Palestina yang Kehilangan Masa Depan
Catatan : Syaiful Hadi JL, Jurnalis InfoMu.co
Seperti catatan ‘Jejak Bumi Para Rasul dan Nabi” edisi ke-22, sudah Diceritakan seperti apa suasana pemukiman Palestina di kawasan Aqsho. Kali ini cerita seputar kondisi Bangsa Palestina di Hebron, satu kawasan tertutup yang sangat memerihatinkan. Pagi itu, bus membawa Jamaah Almerah Plaza & Travel melintasi kota Jerusalem menuju Hebron dan langsung menuju Makam Nabi Ibrahim.
Tour Guide, Fairus menjelaskan, bahwa ada dua pintu untuk masuk ke Hebron. Pertama langsung ke Jantung Hebron, tapi untuk sampai ke Makam Nabi Ibrahim cukup jauh dan harus ditempuh dengan berjalan kaki. Satu pintu lainnya adalah pintu pemukiman Israel, lebih dekat, tapi harus seizin cek point otoritas kawasan itu. Alhamdulillah, kami bisa masuk melalui pintu Israel.
Pemukiman Israel yang kami lalui sangat indah, tertatarapi. Disebelahnya, dibalik tembok tebal, kawasan pemukiman Palestina tegak dalam kesederhanaan. Pemukiman Israel tampak sepi. Tak ada orang yang lalulalang. Seperti dijelaskan Fairus, warga Israel memang tidak berani lalulalang dipemukiman mereka karena kuatir akan ada serangan mendadak dari anak-anak Palestina.
Bus Kami melintasi kawasan Israel itu untuk masuk ke Hebron. Satu pemandangan yang sangat kontras. Bangunan tua seperti tak bertuan. Inilah kawasan yang sengaja dimatikan oleh Israel. Penduduk Palestina di kawasan ini ‘dikandangkan’ karena tidak dibenarkan untuk beraktifitas secara bebas, misalnya berniaga. Israel memiskinkan kawasan ini agar Palestina menjual perumahan ( tanah ) mereka kepada Israel. Palestina bertahan. Mereka tidak melepas tanahnya untuk Isarel, walau seperti apapun pahitnya kehidupan yang mereka rasakan.
Anak-anak Palestina mendatangi bahkan memburu Kami. Mereka minta sesuatu. Mereka ingin menjajakan beberapa cinderamata kepada jamaah. Itulah yang mereka lakukan untuk mempertahankan kehidupan mereka yang demikian tertindas. Sedih melihat anak-anak yang terdzalimi di Hebron.
Penderitaan warga Palestina di Hebron, karena kawasan itu berada di bawah kendali militer Israel. Karena itu, sejak 1997, kota tua itu diawasi tim Temporary International Presence in Hebron (TIPH). TIPH adalah tim yang melakukan pengawasan terhadap kekerasan Israel. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakhiri mandat TIPH pada Januari lalu. Pengusiran tim dari berbagai negara itu sekaligus menjadi penanda lahirnya penderitaan baru bagi warga Hebron. Setelah mereka (TIPH) tidak bekerja lagi. Masyarakat khawatir membiarkan anaknya ke sekolah dan warga berhenti bekerja.
TIPH sendiri dibentuk sejak 1994 yang merupakan reaksi terhadap pembantaian yang di Masjid Ibrahimi-Hebron pada 25 Februari 1994. Serangan yang menewaskan 29 orang jamaah itu menyebabkan kerusuhan. Sebanyak 25 warga Palestina kembali terbunuh oleh tentara Israel.
Akibatnya, Kota Hebron terbagi dalam dua wilayah, yaitu H1 dan H2. Wilayah H1 di bawah kendali Pemerintah Palestina, sementara wilayah H2 dikontrol oleh Israel.
Selama ini, TIPH dari Swedia, Swis, Turki, dan Norwegia aktif merekam dan melaporkan kekerasan tentara Israel terhadap anak-anak, perempuan, dan orang tua di wilayah H2 Hebron.
Setelah Hebron ditinggalkan TIPH, kehidupan warga H2 kembali dikekang. Warga yang pergi bekerja harus melalui cek poin oleh keamanan Israel. Kehidupan begitu berat karena orang harus pergi ke sekolah dan bekerja, tapi sangat susah melakukannya. Kekerasan selalu terjadi setiap hari karena tidak ada yang bisa merekam apa yang terjadi di sana. Tidak ada orang yang akan memberitahu dunia atau pegiat HAM apa yang terjadi di sana.
Saat ini, kelompok pemuda setempat tinggal di beberapa tempat yang menghubungkan permukiman Palestina dengan sekolah anak mereka. Sejumlah titik itu dianggap sangat rentan kekerasan dan serangan dari kelompok ekstremis dan aparat keamanan Israel.
Saya membaca satu literasi seputar penderitaan pemukim Palestina di Hebron, Tayseer Zahdeh seorang ginekolog, tinggal di lingkungan pemukim Tel Rumeida di Kota Tua Hebron sejak dia masih kecil. Kata Tayseer,
“Otoritas pendudukan Israel menyatakan lingkungan kami sebagai zona militer tertutup, dan penderitaan kami telah dimulai sejak itu,” kata Zahdeh, yang saat ini berusia 60 tahun. Dia mengatakan sebagian besar warga Palestina telah meninggalkan lingkungan itu karena bahaya sehari-hari yang mereka hadapi sebagai akibat dari pembatasan Israel dan serangan pemukim.
“Di sini, orang mati dalam kondisi yang sangat memalukan,” kata Zahdeh. “Salah satu kekhawatiran utama saya adalah jika suatu hari saya membutuhkan ambulans pasti tidak mungkin mencapai rumah saya.” jelas Tayseer. Ia juga menceritakan, tetangganya yang kehilangan ayah mereka karena pembatasan Israel.
Ayah mereka yang berusia 75 tahun menderita serangan jantung dan ambulans dicegah oleh tentara Israel untuk mencapai rumah mereka. Karena orang-orang Palestina dilarang oleh tentara Israel mengemudikan mobil mereka di lingkungan itu. Tetangga saya harus menggendong ayah mereka dan berlari sejauh ratusan meter untuk menyeberangi pos pemeriksaan militer untuk mencapai ambulans, tetapi ayah mereka mengembuskan napas terakhir sebelum mereka sampai di sana.
Tayseer Zahdeh mengatakan dia telah berusaha untuk membuka rumah sakit di rumahnya yang berukuran 740 meter pada 1990-an, tetapi dia dicegah oleh tentara Israel untuk menyiapkan rumah sakit. Lebih buruk lagi, tentara menduduki puncak rumahnya selama delapan tahun pada tahun 1998.
Sambil menunjuk ke beberapa rumah di sekitar rumahnya, Tayseer Zahdeh mengingat kisah banyak orang tua Palestina, yang terisolasi secara sosial sejak putra dan putri mereka menikah dan tinggal di daerah lain yang berbeda. Isolasi sosial ini berarti bahwa dalam beberapa tahun ke depan, daerah itu akan benar-benar kosong dari warga Palestina. Pasangan muda tidak tinggal di sini.
Cerita sedih Tayseer Zahdeh itu Kami rasakan saat mejejakkan kaki di Hebron saat menuju Makam Nabi Ibrahim. Sepanjang perjalanan itu, hati kami remuk, bercampur antara sedih, waswas, dan takut. Suasana sangat mencekam. Langkah Kami terus menuju makam Nabi Ibrahim. (bersambung)