Jelajah Bumi Para Rasul dan Nabi (29)
Seperti Apa Kota PETRA dalam Pandangan Islam Terkait dengan Nabi Saleh dan Kaum Tsamud
Catatan : Syaiful Hadi JL, Jurnalis InfoMu.co
Gurun Pasir dan Bukit berwarna merah di Wadi Rum akhirnya harus kami tinggalkan dengan perasan sedih. Entah kapan (lagi) bisa kembali kemari. Perlahan bus bergerak meninggalkan tanah pasir menuju jalur utama. Kali ini Jamaah Almerah Plaza & Tour melanjutkan perjalanan menuju destinasi yang penuh sensasi, yakni : PETRA, kota tua yang pernah hilang dan kini menjadi salah satu keajaiban dunia oleh Unesco pada tahun 2007.
Jarak dari Wadi Rum ke Petra tidak jauh. Jaraknya hanya 115 Km dan dapat ditempuh dalam waktu 2 jam saja. Bis yang kami tumpangi berjalan sedang. Hari itu, cahaya matahari terasa panas. Rasa dingin hari ini seperti tidak terasa. Hanya dua jam, bus sampai di lapangan parkir PETRA.
Kota PETRA kini menjadi satu kawasan destinasi terkenal di dunia. Publikasi PETRA oleh Pemerintah Yordania serta liputan berbagai media internasional menjadi Kota PETRA sangat terkenal. Program Tour Mesir, Palestina dan Yordania, selalu menjadikan Petra menjadi lokasi kunjungan wajib. Bagi umat Islam, Petra sesungguhnya bukan sesuatu yang asing karena penyebutan petra ada di dalam Al-Quran.
Petra dalam bahasa Yordania berarti batu. Nama ini diambil karena bangunan-bangunan di kota itu merupakan bangunan dengan material batu yang dipahat dengan sedemikian rupa. Yang membuat Petra menjadi warisan budaya dunia adalah seni pahatnya yang luar biasa, kemegahan kota batu ini dinilai juga sebagai bangunan gua purbakala terbesar yang menyuguhkan bangunan layaknya bersumber dari peradaban misterius.
Julukan ‘peradaban misterius’ itu datang karena hingga kini para arkeolog belum bisa memastikan bagaimana cara bangsa kuno membangun perkotaan yang berasal dari bebatuan seperti sudah memiliki teknologi yang tinggi?
Mengingat Petra adalah pusat pemerintahan, bangsa Nabatean menyulap kota itu secara proporsional. Dibangun di tengah gurun membuat bangsa ini mengerahkan ide untuk membangun kota yang kuat dalam menghadang badai pasir yang tidak bisa diprediksi kedatangannya.
Kota ini perlahan menghilang dari peradaban. Diawali dengan adanya perang salib yang menyerang kawasan Timut Tengah. Kekuasaan Bangsa Nabatean kemudian beralih ke tangan Roma di bawah pimpinan Kekaisaran Byzantium. Bencana alam dan perperangan membuat kondisi ekonomi kota ini kian terpuruk dan lenyap di pertengahan abad 700 Masehi.
Hal ini semakin menambah kesan misterius peradaban petra. Karena alasan itu juga, peradaban yang memiliki hubungan baik dengan agama Islam ini kerap dikunjungi orang-orang muslim dari seluruh dunia. Jejak kronologis hilangnya kota ini tidak terlalu jelas, membuat peneliti semakin penasaran akan eksistensi dari kota ini.
Cerita Petra Tertulis dalam QS Al-A’raf Ayat 73-79
Kami memasuki pintu gerbang Petra. Untuk masuk ke sini tidak murah. Harganya mencapai 75 Dollar US. Bisa dihitung dengan Kurs Rp 15.000,- Memasuki pintu Petra dengan antre, mata mulai jelalatan melihat seperti apa PETRA sesungguhnya. Kami menyelusuri jalan pasir berbatu. Kami memilih berjalan kaki untuk menuju pusat kota Petra dan kembalinya menggunakan kendaraan. Cara itu, Kami akan mendapatkan informasi yang banyak seputar sejarah PETRA sesungguhnya. Perjalanan pun kami mulai….
Melihat dari pandangan Islam, kentalnya pengaruh agama ini di wilayah tersebut membuat sejarahnya dikaitkan dengan Islam. Bahkan Islam merupakan agama bagi mayoritas masyarakatnya. Penduduk Arab menamai Petra sebagai Al Bitra.
Tak hanya itu, dalam pandangan Islam menurut Al Quran, kemampuan memahat batu ini ternyata beekenaan dengan Nabi Saleh ‘Alaihissalam dan Kaum Tsamud. Tertulis dalam QS. Al A’raf syat 73-79 bahwa Nabi Saleh diutus kepada Kaum Tsamud untuk mengajak mereka menyembah Allah. Tetapi mereka justru mengelak dengan berbuat kerusakan di muka bumi dan tidak percaya dengan Allah.
Mereka memilih untuk mendirikan istana dan memahat gunung-gunung untuk dijadikan rumah sehingga Allah murka dan Kaum Tsamud itu ditimpa oleh gempa di mana mayat-mayat mereka kemudian menetap di tempat tinggal mereka.
Lalu, apa hubungannya dengan bangsa Nabatean yang membuat peradaban ini menurut ahli sejarah? Meruntut pada hadits Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia mengatakan ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah singgah bersama mereka di Hijr dekat bekas permukiman Kaum Tsamud. Al Hijr dikenal dengan berbagai peninggalan arkeologi yang dibuat dengan memahat dinding batu. Peninggalan itu juga mirip dengan apa yang ada di Petra.
Hal yang sama disampaikan Ustadz Irwan Syahputra yang menyebut dalam hadits bahwa Petra disebut juga sebagai Wadi Musa karena Nabi Musa AS pernah tinggal dikawasan ini. Jalur ini merupakan jalur sutra perdagangan dari Arab Saudi (Makkah dan Madinah) ke negeri Syam. Jalur Petra ini adalah bagian dari jejek kenabian.
Wilayah Bangsa Nabatea juga mencakup Al Hijr. sehingga dapat disimpulkan bahwa kaum Tsamud tidak tinggal dan menetap di wilayah Petra melainkan tinggal di Al Hijr. Sebagian warisan Petra berasal dari inspirasi Kaum Tsamud sebab mereka merupakan pendahulu dari Bangsa Nabatea.
Dilihat dari silsilah kepemimpinan Nabi Saleh yang lebih tua dibandingkan Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Ishaq, dan Nabi Isa yang kala itu hidup pada peradaban Mesopotamia. Bangsa Nabatea kala itu hidup di Zaman Nabi Isa.
Nah, oleh karena beberapa pembuktian itulah kota ini kerap dikaitkan sebagai kesaksian Allah dalam membinasakan Kaum Tsamud yang ingkar terhadap ajaran-Nya sampai dituliskan ke dalam Al Qur’an.
Pada perjalanan menyusuri lorong-lorong batu di PETRA kami diajak bercerita seputar tatakota, irigasi untuk mengatasi banjir besar dan gua-gua batu yang dijadikan pemukiman penduduk masa lalu. Kami juga diajak untuk melihat sendiri hasil pahatan dibebatuan yang berbentuk bintang-binatang dalam ukuran besar.
Tak terasa kami sudah menjelalahi jalur berliku lebih dari 2 kilometer dan kemudian sampailah kami pada pusat kota Petra. MasyaAllah. Bangunan berukir, bertingkat menempel didinding batu. Ada pintu-pintu dan ruang di dalamnya. Tapi kami tidak masuk ke dalam karena waktu tidak memungkin kami berlama-lama di sini. Perjalanan menuju Amman, Ibukota Yordania harus kami lanjutkan agar Kami tidak terlalu larut sampai di Hotel.
Pengunjung ramai, bersiliweran, berfoto dan menikmati salah satu keajaiban dunia. Kota yang menurut ceritanya adalah salah satu jalur perdagangan bangsa Arab di negeri Syam. Menurut Ustad Irwan Syahputra yang memimpin perjalanan tour Kami, andai perjalanan ini kita lanjutkan maka kita akan sampai ke Arab Saudi.
Selesai berfoto-ria, rombongan kembali ke jalur utama dengan mengenderai mobil kecil ( seperti mobil golf). Ongkosnya 35 US Dollar yang bisa diisi hanya 5 penumpang. Kami kembali berkumpul di gerbang depan, untuk kembali menaiki bus menuju Amman. ( Bersambung )