Pentingnya Saling Mengenali dan Memahami
Oleh : Darsun Safuan
Lima tahun yang lalu, ditengah hiruk pikuk dan gegap gempita menjelang pemilu presiden dan legislatif, saya diajak oleh teman untuk menghadiri acara seminar yang diselenggarakan oleh salah satu partai kontestan pemilu dalam sebuah hotel di Kuala Lumpur. Tema acaranya cukup menantang.
“Temanya provokatif karena yang saya tahu pluralisme agama itu sudah difatwakan haram oleh MUI”.Demikian ungkap seorang aktifis pemuda dalam sesi diskusi..
Dialog Kebangsaan, Pluralisme Agama ; Membangun Harmoni Bernegara. Begitulah tema yang terpampang pada dinding backdrop.
Menghadirkan pembicara dari tokoh berbagai agama yang ada di Indonesia, manakala dua ormas Islam terbesar Indonesia di Malaysia diwakili ketuanya masing-masing.
Setelah moderator memperkenalkan profil narasumber, maka tibalah giliran pembicara pertama dari ormas Islam. Durasi waktu yang diberikan cukup singkat jadi tidak heran kalau pembicara ini memilih tancap gas to the point saja. Membacakan beberapa ayat AlQuran dia bermaksud menguraikan makna tema. Pembicara kedua adalah tokoh Katolik sedangkan yang ketiga adalah tokoh Hindu. Namun ketiganya masih bicara di zona aman dan berkutat di sekitar makna toleransi beragama,tidak satupun yang menyentuh pluralisme.
Giliran pembicara selanjutnya adalah ketua ormas Islam yang satu lagi. Setelah salam dia mulai bercerita.
“Jarak tempat tinggal saya kesini itu sekitar 8km, tidak terlalu jauh. Tapi agak terburu-buru juga tadi, takut terlambat. Maklum jalan di KL ini cukup sibuk. Saya datang mengendarai mobil. Setelah keluar dari rumah dan belum jauh berjalan, lampu lalu lintas hijau tiba-tiba berubah kuning dan selanjutnya merah. Saya harus berhenti, dan kebetulan saya berhenti di posisi paling depan.Pada waktu bersamaan beberapa pengedara sepeda motor berhenti persis di depan mobil saya”.
Sampai disini saya belum bisa menangkap pesan bahkan saya merasa keheranan dengan cerita yang saya anggap terlalu ringan bila dihubungkan dengan tema dan juga durasi waktu singkat yang diberikan panitia.
Setelah beberapa saat menunggu, lampu hijau pun menyala. Waktunya untuk saya bergerak. Tiba-tiba sebuah sepeda motor yang tepat didepan mobil saya mesinya mati. Dengan tergesa-gesa pemiliknya mencoba menghidupkanya tapi gagal. Klakson mobil dibelakang saya mulai berbunyi. Saya masih diam memberi kesempatan bapak yang terlihat sudah berusia tadi untuk menghidupkan motornya. Sementara itu bunyi klakson mobil-mobil dibelakang terdengar makin santer. Saya yakin sembari menekan klakson mereka pasti ada yang menggerutu,mengumpat,atau bahkan mencela.
Perlu untuk bapak ibu ketahui, disini itu beda dengan di Indonesia. Disini bunyi klakson nyaris tak terdengar. Klakson yang dibunyikan berulang-ulang itu isyarat kemarahan yang bisa berujung pertengkaran.
Setelah beberapa kali gagal,akhirnya bapak tadi turun dan mendorong sepeda motornya ke pinggir jalan. Barulah mobil saya bisa bergerak diikuti mobil-mobil dibelakang. Mereka pasti akan tahu rupanya ada sepeda motor mogok yang meghalangi jalan. Saya juga yakin akan timbul penyesalan dalam hati mereka setelah mengetahui sebabnya . Bayangkan kalau seandainya bapak yang motornya mogok tadi yang di klakson berkali-kali dan diumpat adalah orang yang mereka kenal, teman,atau bahkan keluarga mereka sendiri.
Sampai disini barulah saya menarik nafas panjang dan melepaskanya bersama rasa heran diawal cerita.
Seringkali kita meng-judge yang lain tanpa kita mengetahui dan mengenali akar permasalahanya. Yang dibutuhkan adalah adanya dialog dan komunikasi yang baik antar penganut agama untuk saling mengenali dan menghormati sehingga terbentuk keharmonian dalam berbangsa dan bernegara tanpa mengusik prinsip beragama Yang saya pahami,saudara-saudara (agama lain) tadi juga pada dasarnya setuju kalau pluralisme agama memang tidak bisa dan dilarang, maka prinsip kami juga jelas ; lakum diinukum waliyadiin. “Intinya, banyak permasalahan bangsa terjadi karena kurangnya silaturahmi, komunikasi, dan tidak saling kenal. Andai bisa lebih saling kenal dan saling memahami, pasti berbagai masalah akan terselesaikan dengan seksama, mampu untuk saling mentolerir dan memaafkan.
Layaknya pengguna jalan raya yang saling kenal, pasti mudah untuk saling memaafkan atau minimal mencoba memahami satu sama lain.
Kembali ke ‘Lakum diinukum waliyadiin’. Kalau kita saling kenal, insyaallah akan saling memahami dan akan terbina kerukunan antar ummat beragama. Begitulah narasumber mengakhiri materinya.
Cerita yang sangat ringan namun mampu menguraikan makna tema dengan jelas dan tegas. Bukan hanya hal beragama, dalam setiap masalah kehidupan,dalam berorganisasi, dan bermasyarakat dibutuhkan kejelasan. Budayakan tabayun untuk mendapatkan informasi dan analisa yang seimbang agar kita tidak over reaktif dan bertindak atas info sepihak yang akhirnya mendatangkan kegaduhan.
Saya terpegun dengan kecerdasan dibalik cerita diatas. Namun karena rasa keheranan atas ringanya cerita itulah maka saya masih ingat sampai sekarang. Hingga kini sebenarnya saya masih penasaran, apakah itu cerita fakta atau rekaan spontan?. Saya punya kesempatan bertanya langsung ke empunya cerita, tapi itu tidak perlu karena kecerdasan dibalik cerita itulah yang paling penting. Tidak terasa,cepatnya waktu berlalu.Tahun politik sudah menjelang lagi.
** Darsun Safuan, Wakil Ketua PCIM Malaysia di Kuala Lumpur