Hilangnya Konsep Tuhan Dikalangan Kader Organisasi
Oleh : Ahmadrody Nasution, Aktifis IMM FAI UMSU
Secara mata pandang sebuah pemikiran dan gerakan, Itu membuat siklus perubahan yang dimana keyakinan sudah hilang atau masih ada. Dengan begitu Kader dituntut mahir berbagai aspek terutama kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM), dalam hal pengetahuan dan gagasan.
Apa yang dimaksud dengan konsep tuhan, tidak lain dan sudah femiliar yaitu kalau bukan intelektual. Maka gerakan intelektual tidaklah lengkap tanpa adanya perbuatan action. Dimana action adalah syarat utama, dalam meraih suatu perubahan meskipun tentu ditopang oleh gagasan progresif dan mencerahkan. Sebagai kaum muda muhammadiyah, wacana gerakan dalam tubuh IMM sendiri tidaklah menjadi suatu hal yang tabu. Ragam gagasan dan pengetahuan yang berkembang di dalamnya menjadi potensi besar bagaimana IMM mampu membangun gerakannya lebih lebih masif dan membumi. Jadi semakin menghadapi persoalan yang harus disikapi dengan bijak dan kritis. Entah itu urusan pilitik praktis yang mengjangkiti kadernya, permasalahan sosial, ekologi, dan budaya yang mendera masyarakat di sekitarnya.
Untuk itu, IMM kemudian perlu melakukan tajdid dan purifikasi, sebagai tradisi gerakan. Tajdid dalam hal ini dengan manghadirkan wacana-wacana dan gerakan yang aktual, kreatif, dan mecerahkan. Dan purifikasi dengan upaya permurnian ide-ide gerakan (pengembalian) kepada nilai-nilai IMM dan cita-cita luhur kemanusiaan yang digelorakan Kiai Ahmad Dahlan satu abad silam. Dengan usia yang tidak lagi muda, IMM pasti terus bergeliat dan berdiri di garda terdepan menebarkan spirit mencintai keadilan, kemanusiaan, dan menentang kesewenang-wenangan. Kemudian IMM harus merespons realitas kader, agar memiliki bekal fondasi teologis (Al-Quran dan sunnah) serta fondasi teoritis (logis, refrektif dan metodis), yang sejalan dengan kebutuhan zaman. Itulah dialektika yang dilakukan IMM dalam observasi. Agar pemahaman setiap kader mengkristal menjadi sebuah pengalaman dalam hal sosial kemasyarakatan dan dakwah mencerahkan.
“kalau ada orang yang mengatakan kurang tajdidnya muhammadiyah maka yang bertanggung jawab adalah ikatan mahasiswa muahmmadiyah” (Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. (Ketua Umum PP Muhammadiyah)
Demikian dalam pemikiran salah satu Tokoh pendiri IMM Djazman Al-Kindi, sudah mewanti-wanti posisi atau Domain gerakan IMM. Dalam bukunya: Muhammadiyah Peran Kader dan Pembinaannya, disini tokoh tersebut secara spesifik dan mempertegas membagi domain gerakan di kalangan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Katanya, untuk pemuda muhammadiyah (PM) fokus untuk pengembangan potensi kemasyarakatan, kemudian Nasyiatul Aisyiah (NA) fokus pada pengembangan potensi kerumah tanggaan dan kemasyarakatan, sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) fokus gerakannya untuk pengembangan potensi intelektual, dan demikian juga Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) fokus dalam pengembangan potensi ideologis. Pemetaan oleh pak Djazman ini memang sangat urgen, supaya terbangun titik fokus gerakan di masing-masing level ortom. Sebab, tanpa titik fokus gerakan, bukan tidak mungkin organisasi AMM akan mengalami kebingungan dan bahkan terjadi tumpah tindih.
Jika dilihat pemetaan pak Djazman diatas, IMM diletakkan dan dibebankan untuk fokus menggarap gerakan yang merupakan titik inti dari masa depan muhammadiyah dan bangsa. Sebab, nadinya muhammadiyah ada pada gerakan tajdid (pembaharuan), gerakan progresif (senantiasa melihat kedepan), dan gerakan yang berkemajuan. Gerakan-gerakan ini sangat ditentukan oleh human resource kade-kader muhammadiyah, khususnya kader-kader muda yang merupakan penentu dan pemilik sah masa depan muhammadiyah. Dengan perkataan lain, IMM sebagai laboratorium intelektualnya muhammadiyah memiliki peran yang sangat signifikan bagi semarak dan hidupnya spirit tajdid, progresivitas, dan masifikasi islam berkemajuan di tengah kehidupan keumatan, berbangsa dan kemanusiaan. Jika tidak, autentisitas dan substantivitas keberadaan IMM akan dipertanyakan, untuk tidak menyebutnya akan digugat.
Maka tugas sejarah ini tidak boleh melemah, apalagi berhenti. Harus terus digalakkan, disemarakkan, dan diaktualisasikan karena umat menuntut bukti. Kader-kader IMM harus melepaskan diri dari “romantisme” berlebihan terhadap simbol-simbol IMM, tapi nihil penjiwaan. Letupan dan terikan “IMM JAYA ,IMM JAYA”, hanya “tong kosong nyaring bunyinya” jika tidak diiringi dengan semangat pembuktian terhadap nilai-nilai ke-IMM-an dalam dimensi-dimensi keseluruhannya. Dalam buku IMM AUTENTIK dijelaskan juga IMM itu harus punya prinsip fundamental dimana itu yang akan jadi core mengutarakan esensi dan eksistensi IMM (Kader IMM). pertama, IMM sebagai gerakan intelektual, dan kedua, IMM sebagai gerakan akhlak.
Pertama, IMM sebagai gerakan intelektual. Setidaknya sebagai gerakan intelektual, kader IMM harus menjunjung tinggi empat hal penting yang mengitarinya, yakni: menjunjung tinggi budaya baca, menjunjung tinggi budaya diskusi, menjunjung tinggi tradisi menulis, dan menyemarakkan budaya meneliti. Empat hal ini merupakan nadi atau nyawanya kader IMM sebagai gerakan intelektual. Dengan berbagai ekspresi, varian, dan model gerakannya, empat pilar ini harus dijunjung tinggi oleh kader IMM di masing-masing level pimpinan. Jika empat pilar tersebut melemah, tidak dipedulikan, terjadi turbelensi, apalagi nyaris hilang di ruang aktivitas dan dinamika berorganisasi kader IMM. maka, mudah ditebak dan bisa dipastikan, IMM akan menjadi oragnisasi pinggiran, organisasi yang akhirannya berubah menjadi tempat keluh kesah, organisasi la yamuutu wala yahya, organisasi yang dikutuk sejarah karen gagal memenui janjinya, gagal. Singkatnya, maka siap-siap kita temukan IMM terkapar tidak berdaya dihukum zaman dan dimasifkan oleh kader-kadernya.
Kedua, IMM sebagai gerakan akhlak. Sebagaimana cita-cita awalnya, IMM lahir di rahim muhammadiyah adalah untuk menjalankan visi perbaikan akhlak dikalangan masyarakat kampus (mahasiswa). Semangat historisitas ini tidak boleh bergeser apalagi berubah, bahwa IMM merupakan kekuatan moral bangsa, IMM merupakan pundi-pundi integritas bangsa, IMM merupakan laboratorium pendidikan karakter bagi mahasiswa di berbagai kampus di pelosok bumi pertiwi ini. Ini pula yang ditegaskan dalam tujuan IMM yang selama rentang waktu usia sekarang tidak berubah dan tidak akan pernah berubah substansinya bahwa IMM lahir dan ada untuk mengusahakan terbentuknya akademisi (intelektual) islam yang beraklak mulia. Oleh karena itu, penguatan nilai-nilai moralitas, etika, dan akhlak dikalangan kader ikatan harus terus dikuatkan. Penjiwaan ini sebagai perwujudan akhlak islam perlu saling menguatkan, saling mendukung, saling mengingatkan, saling menasehati, saling mengerti tanpa ada paksaan apalagi hinaan deskriminasi, karena ada hakikatnyan kebaikan akhlak itu perlu proses yang tulus. Disinilah hakikat kekeluargaan, hakikat kita berorganisasi, dan akikat kita ber-IMM. kita ber-IMM adalah jembatan untuk sebuah proses pematangan diri dan kekeluargaan yang penuh kasih dalam suasana cinta yang diikat dalam ikrar “ikatan” mahasiswa muhammadiyah.
“kehidupan yang berkesan hanya dapat dicapai melalui hubungan yang bermakna” (Ahmad Rody Nst)