Literasi Rendah, Buku Murah Ongkir Susah.
Oleh: Mahlian Elyana
Reaksi mendengar literasi rendah bisa beragam, ada yang biasa-biasa saja karena sudah merasa selesai dengan tugas belajar dan tidak wajib dengan dunia peliterasian. Ada yang mencoba menunjukkan eksistensi karena disebut akademisi yang barang tentu harus menunjukkan kontribusi termasuk menunjukkan sikap peduli terhadap nasib literasi dan negeri ini, misalnya. Sejumlah artikel bersepakat bahwa tingkat literasi Indonesia berada pada level mengenaskan, dengan nilai sepuluh negara terbawah dalam dunia literasi.
Tujuan literasi sebenarnya sederhana yaitu memperoleh pemahaman dari proses membaca dan menulis. Karakteristik membaca yang melekat pada literasi menjadi satu poin yang kompleks karena membutuhkan usaha dari banyak pihak, termasuk menyediakan sejumlah anggaran agar mampu mengakses bacaan setiap bulan atau minimal tiga buku dalam satu tahun seperti titah UNESCO.
Anggaran yang dikeluarkan setiap orang tentu berbeda, hal ini ditengarai oleh wilayah yang berbeda dan budaya yang berbeda. Di Yogyakarta misalnya, ada banyak toko buku tersebar berbeda dari pulau lain, yang terkadang di satu Provinsi hanya satu toko buku yang berkuasa. Beberapa toko sangat bermurah hati menyediakan diskon hampir setiap bulan. Bahkan, ada yang menyediakan diskon setiap hari. Nyali memberikan diskon sekitar dua puluh persen untuk sepuluh buku pertama pada jam tertentu setiap hari merupakan pengorbanan untuk
menyelamatkan literasi.
Hari Kemerdekaan menjadi momen tersendiri untuk memberikan kesempatan para pencari buku murah dan penggiat literasi yang masih terkendala biaya untuk memperoleh sejumlah buku yang menjadi target sejak lama. Namun, tetap terkendala dengan ongkos kirim buku, semakin jauh lokasi antar semakin mahal pula ongkos kirimnya. Praktis sekali lagi orang-orang akan berpikir dua kali atau bahkan seribu kali karena ongkos kirim yang hampir setengah dari harga buku. Buku murah ongkir susah, kendala yang tidak ada ujungnya.
Proses literasi yang terjadi via membaca nyatanya menjadi tantangan tersendiri sampai saat ini. Semoga kemerdekaan membawa manusia-manusia Indonesia pada tingkat kehidupan yang lebih baik, impian kita memiliki minimal satu toko buku di setiap daerah layaknya memang menempuh usaha yang tidak sebentar. Akumulasi keberhasilan literasi liwat membaca adalah upaya banyak pihak yang seyogyanya dimulai dari diri sendiri, termasuk mengikhlaskan ongkos kirim. Walau akhirnya buku yang kita pesan tergeletak memenuhi lemari dan meja, setidaknya lebih baik dibandingkan tidak ada buku yang dibaca.
*** Penulis, alumni FEB UMSU kini sedang belajar kuliah S2 di UGM