Bagaimana Me-Lobby Tuhan
Oleh: Faisal Amri Al Azhari, M.Ag – (Wakil Ketua PDM Langkat, Dosen AIK UMSU)
Demikian judul buku yang ditulis Ayub Meulila Abdy. Pilihan kata lobby adalah sangat relevan dan sekaligus menjadi daya tarik bagi para pembaca.
Lobby adalah usaha untuk mewujudkan kedekatan. Kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Dalam istilah ini cocok digunakan “taqarrub ilallah”, mendekatkan diri kepada-Nya.
Istilah lobby yang terambil dari bahasa Inggris, juga barangkali berasal dari bahasa Arab, yaitu Lubb (لبّ) yang berarti hati, kejernihan akal pikiran. Dan memang mereka yang dekat dengan Tuhan yang hati dan akalnya jernih. Tuhan hanya bisa terhubung dengan hati yang jernih (qalbun salim).
Dalam buku ini dapat pelajaran bahwa kita selalu melakukan Lobby kepada orang-orang yang kita pentingkan dalam urusan kita, baik urusan pribadi, keluarga, urusan profesi, jabatan, dan bisnis.
Mengapa kita berinisiatif me-lobby? Tentu karena ada “kepentingan dan harapan” yang sangat ingin diperoleh.
Jika “Kejayaan Akhirat” adalah tujuan utama (Ultimate Goal) dari seorang hamba yang meyakini adanya Tuhan dan adanya Akhirat, mengapa tidak kita melakukan ‘keperluan’ Lobby kepada Sang Pemilik Akhirat untuk mendapatkan urusan akhirat?
Langsung kita ke pertanyaan inti dari buku ini, Bagaimana Me-lobby Tuhan?
Dalam buku ini, dijelaskan Secara sederhana dapat dijawab:
_”Kenali Tuhan secara mendalam terlebih dahulu. Bangunlah hubungan yang baik dan ikhlas dengan Tuhan. Kembangkan kemonukasi yang intensif dengan Tuhan. Perbanyaklah ‘mendengar dan memahami ‘Tuhan bicara kepada kita, daripada kita bicara kepada-Nya.”_
Kalimat _perbanyaklah ‘mendengar dan memahami ‘Tuhan bicara kepada kita, daripada kita bicara kepada-Nya,_ jelas maknanya adalah kita lalai dari mendengar dan memhami Tuhan bicara kepada kita, yaitu Alquran. Kita lebih sering mengeluh dan merintih, hanya ingin di dengar Tuhan, agar dipahami Tuhan, menjadilah kita makhluk egois. Padahal sebelum kita berbicara kepada Tuhan, Tuhan sudah memberi Jawaban-Nya (bicara) dalam bentuk kalam terindah, Alquran.
Buku ini mencoba membangkitkan kesadaran kita bahwa Tuhan perlu ‘dilobby’. Sekaligus menggunakan ‘media’ terbaik untuk lobby kepada Tuhan yaitu _Manual Book_, Kitabullah; Alquran.
Bahkan dalam Alquran surah awal-awal akan kita jumpai tentang _Manual Book_ ini sebagai referensi utama untuk pedoman hidup.
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Dalam ayat yang lain;
كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
_Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS Shad: 29)_
Namun demikian, ketegasan Alquran bahwa yang menjadi pedoman hidup tidak serta merta umat Islam sendiri langsung percaya kepada Alquran. Mereka mengakui Alquran hanya sebatas dibibir tapi dalam keseharian hidup justru jauh dari Alquran.
Makanya dalam buku ini, ada di bab 7 menampar kita dengan judul ‘Apakah Alquran dari Tuhan?’
Pertanyaan tersebut bukanlah mengarah dan tertuju dalam ranah filsafat, tapi untuk menguji kebenaran dan keyakinan tentang Kitab Suci ini. Tapi kepada mereka yang justru Alquran itu diturunkan tetap saja masih ragu, dan ragu di sini tidak mengamalkan Alquran.
Bahkan banyak umat Islam sendiri ragu terhadap Alquran itu. Ditandai dengan kalimat ketegasan Alquran sendiri dalam surah Al-Baqarah di atas, disebut ada kata al-Kitab disitu sebagai bentuk penguatan ‘Manual Book’. Lalu, kenapa mereka masih ada yang ragu?
Allah menjelaskan:
أَءُنزِلَ عَلَيْهِ ٱلذِّكْرُ مِنۢ بَيْنِنَا ۚ بَلْ هُمْ فِى شَكٍّ مِّن ذِكْرِى ۖ بَل لَّمَّا يَذُوقُوا۟ عَذَابِ
_Mengapa Al Quran itu diturunkan kepadanya di antara kita?” Sebenarnya mereka ragu-ragu terhadap Al Quran-Ku, dan sebenarnya mereka belum merasakan azab-Ku. (QS Shad: 8)_
Tidak hanya meragukan Alquran tapi mereka juga langsung meninggalkan Alquran.
وَقَالَ الرَّسُوْلُ يٰرَبِّ اِنَّ قَوْمِى اتَّخَذُوْا هٰذَا الْقُرْاٰنَ مَهْجُوْرًا
_Dan Rasul (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini diabaikan.” (QS al-Furqan: 30)_
Ayat-ayat di atas menegaskan perlu ada pertanyaan sekaligus pernyataan ‘Apakah Alquran dari Tuhan?’
Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan kehidupan umat Islam sehari-hari, baik terhadap dirinya, keluarga, masyarakat, sedikit sekali yang menggunakan “pedoman Alquran”. Bahkan mereka yang islam tapi tak tersentuh hidupnya dengan Alquran, sudah meggambarkan meragukan Alquran tidak memberi solusi hidupnya, Alquran tidak bisa mengisi hatinya yang kosong, Alquran tidak bisa mengobati penyakitnya.
Padahal, bukti Alquran itu benar adanya kalau kita mau menggunakannya (baca, pahami, amalkan). Semua pembahasan hidup ada di dalamnya. Beberapa bukti awal dan sederhana ialah tentang ayat-ayat menjelaskan langit, matahari, bumi, dan diri manusia sendiri. Ini biasa disebut ayat-ayat kauniyah. Semua ada ilmu di dalamnya.
Semua sendi kehidupan manusia harus merujuk ke _Manual Book_ tersebut. Manusia perlu mempunyai _Action Plan_ dan _Manual Book_ yang tepat. Alquran berfungsi untuk itu semua.
_How could you lobby God if you don’t know God well enough and believe in God’s words (Alquran)_.
Inilah antara “Melobby Tuhan” dengan “Alquran”. Alquran adalah cara sekaligus media terbaik untuk Melobby Tuhan. Karenanya Melobby harus dengan hati, yakni serius membaca Manual Book itu, membaca Al-Kitab itu. Sehingga Alquran menyebut dengan istilah “haqqa tilawatih” (sebenar-benar membacanya), lalu mengimaninya. Iman disinilah jawabannya, bahwa Alquran yang bagian dari rukun iman ketiga (percaya kepada kitab-kitab) diwujudkan dengan lisan (dibaca), hati (direnungkan), dan perbuatan (diamalkan isi petunjuknya).
اَلَّذِيۡنَ اٰتَيۡنٰهُمُ الۡكِتٰبَ يَتۡلُوۡنَهٗ حَقَّ تِلَاوَتِهٖؕ اُولٰٓٮِٕكَ يُؤۡمِنُوۡنَ بِهٖ ؕ وَمَنۡ يَّكۡفُرۡ بِهٖ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ
_Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya. Dan barangsiapa ingkar kepadanya, mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS 2: 121)_
Sehingga orang yang mengamalkan ayat ini, tidak akan lagi sanksi dengan pertanyaan ‘Apakah Alquran dari Tuhan’? Alquran bukan hanya dari Tuhan tapi, justru Alquran itu adalah target terbesar bagian dari hidup kita, karakter kepribadian kita. Seperti Aisyah ra menggambarkan Rasul sebagai Alquran Berjalan, _kana khuluquhul Quran_ (akhlak Beliau saw adalah Alquran).
Terakhir sebagai penutup, di bagian akhir buku _Bagaimana Me-Lobby Tuhan_ ini dijelaskan setidaknya ada tujuh tahapan agar meraih predikat Alquran dalam diri kita (menyatu diri dengan Alquran);
1. Belajar membaca Alquran (learning to read)
2. Belajar mengetahui (learning to know)
3. Belajar memahami (learning to understand)
4. Belajar meyakini (learning to bealive)
5. Belajar mengamalkan (learning to implement)
6. Belajar memelihara (learning to maintain)
7. Belajar menjadi Alquran (learning to be Alquran)
Demikian corentan di penghujung Ramadan ini. Semoga bermanfaat dan semoga kita semua mendapat kemulian Ramadan tahun ini baik rahmat, magfirah, lailtul qadar, dan jannah-Nya. Amin. (***)