Yogyakarta, InfoMu.co – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menerima silaturahmi alumni Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah – Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIM-PCIA) Timur Tengah pada Kamis (2/5) di Aula Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta.
Haedar meminta supaya sering dilakukan komunikasi dan forum khusus dengan kader baik yang ada di Timur Tengah maupun yang lainnya. Terlebih dari Timur Tengah yang memiliki kekhasan pada corak keislaman, sementara Amerika serta Eropa Barat yang memiliki kekhasan pada ekosistem budaya modern.
Saat ini Haedar memetakan juga kader yang berdiaspora di beberapa negara Asia Timur seperti Cina, Hongkong, Taiwan, Korea dan seterusnya yang memiliki kekhasan namun ekosistem budayanya mirip dengan Indonesia. Ada juga kawasan Australia meskipun dekat dengan Indonesia, namun ekosistemnya mirip dengan Barat.
Kader yang berdiaspora di belahan dunia ini akan menjadi elit strategis Muhammadiyah, sekaligus nanti yang berada di dalam. Disebut sebagai elit strategis, mereka ini akan menjadi penentu warna Muhammadiyah ke depannya.
Khususnya kader di Timur Tengah menurut Haedar memiliki distingsi untuk gerakan Muhammadiyah pada masa depan. Karakter khusus ini dilahirkan karena kedekatan dengan ekosistem budaya yang dekat dengan tempat lahirnya Islam.
“Karena ini memiliki sesuatu yang khusus, maka tanggung jawabnya pun berat. Meski Muhammadiyah ini adalah Harakah Islamiyyah, tapi ini beda dengan yang lain,” ungkap Haedar.
Haedar menyampaikan, perbedaan tersebut bukan bermaksud untuk menajamkan perbedaan, tapi di situ ada kekhasan Kepribadian Muhammadiyah dengan yang lain. Sebab yang lain juga memiliki kekhasan sendiri, dan tidak mau juga disama-samakan.
Menurutnya, alumni Timur Tengah memiliki ‘tiket khusus’ sebab telah memiliki bekal ilmu-ilmu keislaman. Namun demikian, Haedar berpesan supaya para kader alumni Timur Tengah untuk memahami secara benar pandangan keislaman Muhammadiyah.
Pada kesempatan ini, Haedar menyampaikan, makan tajdid di Muhammadiyah tidak hanya berarti pemurnian tapi juga pembaharuan. Kemudian melahirkan istilah pencerahan, dan yang mutakhir adalah Risalah Islam Berkemajuan, yang sebelum Muktamar ke-48 nomenklatur yang digunakan adalah Islam Berkemajuan.
“Meskipun kita (Muhammadiyah) memiliki semangat ar rujuk ila qur’an wa Sunnah, tapi kita berbeda dengan salafi. Kita juga memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan tajdid,” ungkap Haedar.
Sementara itu Aly Aulia menyampaikan, kegiatan ini untuk menguatkan kembali sinergitas antar PCIM dan PCIA Timur Tengah. Sekaligus untuk melakukan pendekatan sebaran kader Persyarikatan Muhammadiyah yang berada di Timur Tengah, sehingga data tersebut bisa dibaca dengan jelas oleh PP Muhammadiyah.
“Saat ini terbanyak ada di PCIM Mesir, yang juga disumbangkan jumlahnya dari Mu’allimin dan Mu’allimat ke sana, juga ada inisiatif dari pesantren lainnya,” katanya.