Muhasabah di Masa Pandemi Covid-19
( Bagian Terakhir dari Tiga Tulisan)
Oleh : Dr. Sulidar, M.Ag
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara
Periode 2015-2020.
Muhasabah tentang dosa dan kesalahan yag diperbuat
Rasul saw dalam suatu sabdanya menegaskan sebagai berikut:
كُلُّ ابْنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setiap anak Adam banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang banyak berbuat salah adalah orang-orang yang banyak bertaubat”. H.R. at-Tirmidzi no.2499. juga diriwayatakan oleh Ibn Majah no. 4251.
Pada masa pandemi covid-19 ini, adalah momen untuk muhasabah tentang dosa dan kesalahan. Kita bisa mulai muhasabah ini, dengan menghitung dosa-dosa kita dari mulai bangun tidur sampai dengan bangun tidur. Jika dikalkulasi secara serius, maka boleh jadi hitungannya puluhan ribu dosa bahkan lebih dalam sehari-semalam yang kita lakukan. Bentuk dosanya bisa jadi, secara lisan, mulut kita penuh dengan fitnah dan gorip misalnya, penggunaan mata dengan menggunakan mata yang tidak sepantasnya dilihat, telinga selalu nmendengar perkataan yang mengadung dosa, tangan dan kaki digunakan ke arah maksiyat, kemaluan tidak mampu memelihara dengan perilaku zina bahkan dengan hati, kita memilihat penyakitnya seperti dendam, hasad, sombong danriya. Sungguh hal tersebut mengandung dosa. Oleh karenanya perlunya kita tobat.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan tobat yaitu: 1) sadar dan menyesali akan dosa (perbuatan yang salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan; 2) kembali kepada agama (jalan, hal) yang benar; 3) merasa tidak sanggup lagi; 4) menyatakan rasa heran, kesal, atau sebal; dan 5) jera (tidak akan berbuat lagi). Jika dikatakan Ia bertobat berarti Ia kembali ke jalan yang benar. Dalam pengertian istilah ajaran Islam, tobat adalah kembali dari sesuatu yang dicela oleh syara’ menuju kepada sesuatu yang dipuji olehnya.
Selanjutnya, terdapat 4 (empat) syarat tobat: (1) menyesali dosa yang diperbuat, (2) menghentikan atau mening galkan maksiyat yang dilakukan, dan (3) berniat tidak akan kembali memgulangi perbuatan maksiyat terse but untuk selamanya, serta diiringi dengan berbuat baik (4) jika ada dosa berkaitan dengan manusia, maka meminta ridanya (misalnya menyakiti atau menzaliminya), atau jika berupa harta benda, maka mengemba likan barang atau harta yang dicurinya.
Muhasabah dengan dosa dan kesalahan, maka akan menjadi sarana bagi seorang mukmin untuk meningkatkan kualitas hidup. Boleh jadi, masukan atau nasihat dari orang lain dapat menjadi pendorong wujudnya muhasabah ini. Jika semua manusia mau melakukan muhasabah tersebut, secara ikhlas, maka boleh jadi tidak akan ada “kekacauan” dan “kegaduhan” dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, diharapkan kita menjadi orang yang cerdas dan arif dalam kehidupan ini. Siapa itu orang yang cerdas dan arif, berdasarkan hadis Rasul saw. orang yang cerdas dan arif adalah orang yang mempersiapkan dirinya untuk hari setelah kematiannya. Sementara orang yang bodoh adalah orang yang senantiasa mengikuti hawa nafsunya. Perhatikan hadis berikut ini.
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ.
Dari Syaddad bin Aus dari Nabi saw. beliau bersabda: “Orang yang cerdas (arif) adalah orang yang mempersiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” H.R.at-Tirmizi. No. hadis 2383.
Dalam Alquran ditegaskan bahwa orang yang tobat akan dihapuskan dosanya dan dimasukkan surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Perhatikan Q.S.at-Tahrim/66:8-9.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ…
Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah de ngan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-ke salahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…
Bahkan, bagi orang tobat Allah swt akan memberikan keberuntungan/kesukse san di dunia dan di akhirat. Perhatikan : Q.S.an-Nur/24:31:
…وَتُوبُوأإِلىَ اللهِ جَمِيْعًا أَيُّهَ المُئوْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (31)
…dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Selanjutnya jangan terpukau dengan mereka yang senantiasa diberi kenikmatan hidup padahal banyak melakukan maksiyat, sebagaimana dalam hadis sahih Rasul saw. bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ
“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkan nya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” H.R.Ahmad jilid 4, no 145. Kemudian Rasul saw. membaca ayat:
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” Q.S. Al-An’am/6: 44.
Dan tidak ada musibah paling terbesar yang dihadapi oleh seorang hamba di dunia selian dalam akhir hidupnya sebagai terakhir yang jelek (su’ul khatimah) atau mati dalam keadaan kondisi yang jelek karena dosa. Dalam ayat lain Q.S. al-A’raf/7: 201, Allah swt. menegaskan:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ ﴿٢٠١﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” Q.S. al-A’raf/7: 201.
Berdasarkan hal tersebut di atas, marilah kita sebagai orang yang beriman jangan sampai dalam melakukan muhasabah mengulur-mengulur waktunya. Karena kalau ditunda waktunya maka dikhawatirkan kita akan kecanduan maksiat dan akhirnya kalaupun bertobat, tobatnya dikhawatirkan tidak diterima oleh Allah swt. Hal ini akan menjadi penyesalan hidup sepanjang masa.
Selain itu, jika dihubungkan dengan masa pandemi covid-19, maka umat Islam yang telah melakukan muhasabah tentang dosa dan kesalahan, akan berkontribusi kepada sesamanya dalam arti tidak akan menggangu ketertiban umum, tidak membuat kegaduhan dan tidak melakukan permusuhan sesamanya. Pada akhirnya akan mewujudkan keharmaonisan dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat. Jangan sampai, masyarakat sudah prihatin dan susah dalam menghadapi musibah pandemi covid-19 ditambah lagi kesusahannya akibat ulah mereka yang suka dan doyan akan kemaksiyatan.
Penutup
Pada masa pandemi covid-19 ini muhasabah adalah keniscayaan bagi umat Islam. Dengan melakukan muhasabah tidak saja kualitas kehidupan kita terjaga, tetapi umat Islam akan memberikan manfaat yang besar tidak saja kepada dirinya sendiri sebagai kesalihan individual, tetapi juga akan meningkatkan kesalihan sosial, dengan membantu masyarakat yang tergolong lemah, apakah karena dampak covid-19 atau memang sebelumnya tergolong orang yang lemah secara fisik atau ekonomi (dhu’afa’).
Muhasabah tidak boleh diundur-undur, sekarang juga, saat ini juga, selagi usia dan kesehatan diberi oleh Allah swt, dari mulai yang kecil terlebih dahulu hingga yang besar. Perilaku muhasabah bagi orang yang beriman mestinya dilakukan setiap saat, untuk menjaga agar kualitas kehidupannya tetap terkontrol, yang akan mewujudkan kehidupan yang damai, sejahtera, bahagia dunia dan akhirat.Wallahu a’lam bissawab. (Selesai)