Kenangan Bersama Buya Yunahar
Oleh: Tgk. Adnan Yahya
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA., akrap disapa Buya Yun, Pak Yun, Prof Yun dan Ustadz Yun. Penulis memanggilnya dengan panggilan urutan terakhir; Ustadz Yun. Ia merupakan seorang Ulama Besar Indonesia kelahiran Bukittinggi pada 22 September 1956, dikukuhkan sebagai Guru Besar Ulumul Quran Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada 18 November 2008. Gelar License (Lc) dibelakang namanya diperoleh dari Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Su’ud Riyadh, Saudi Arabia, pada tahun 1983. Kesehariannya disamping sebagai dosen tetap FAI UMY dan muballigh dalam dan luar negeri, juga menjabat Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat periode 2005 hingga 2020 dan Ketua PP Muhammadiyah periode 2005 hingga 2020.
Selain itu, ia termasuk salah satu Ulama Besar Indonesia yang aktif menulis, baik berupa artikel di media massa maupun buku. Diantara bukunya yang renyah untuk dibaca yakni: Kuliah Aqidah Islam, Kuliah Akhlak, Kuliah Ulumul Quran, Keseteraan Gender dalam Alquran, Tipologi Manusia Menurut Alquran, dan Dialektika Pemikiran Islam dari Klasik Hingga Modern. Salah satu keunggulan dari karyanya adalah di tulis dengan bahasa yang ringan tapi berisi, sehingga persoalan besar dibahas membumi, dan tulisannya mudah dipahami oleh semua kalangan. Inilah yang sulit ditemukan dari buku-buku yang beredar dipasaran, kadang isinya sulit dipahami oleh pembaca. Di samping sebagai bahan bacaan dan referensi bagi pembaca secara umum, ragam buku itu menjadi buku pegangan bagi mahasiswanya dalam perkuliahan.
Jika dilihat dari prolog di atas, Ustadz Yun merupakan seorang Ulama Besar Indonesia yang kaya dengan pengetahuan dan pengalaman hidup. Maka beruntunglah orang-orang yang pernah bersahabat dan berguru kepadanya. Penulis merupakan salah satu orang yang beruntung dapat mengenal dan berguru kepadanya secara langsung. Meski nama dan tulisan-tulisannya sudah agak familir di mata penulis, tapi penulis mengenal dan berjumpa langsung dengannya pada tahun 2010 ketika mengikuti perkuliahan: Kuliah Aqidah, di FAI UMY. Kebetulan saat itu, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Sarjana Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) FAI UMY.
Memotivasi
Sejauh pengetahuan penulis, Ustadz Yun, merupakan salah satu dosen yang ‘ditakuti’ mahasiswa, karena ia santai dalam mengajar tapi serius dalam memberi nilai. Jarang-jarang ada mahasiswa memperoleh nilai A dari mata kuliah yang diampunya. Pengetahuannya luas, senang berkelakar saat mengajar, dan disela-sela menyampaikan materi ia selalu menceritakan pengalamannya untuk memotivasi mahasiswa. Diantara kisah itu yang masih penulis ingat yakni: Pertama, Ustadz Yun menceritakan pengalamannya naik kereta api di Jepang. Katanya, kereta api di Jepang sangat tepat waktu, jika di tiket tertera sampai tujuan pukul 10, maka tepat pada pukul 10 kereta pasti sampai di tempat tujuan, tanpa kurang atau lebih semenit pun. Itu menunjukkan kedisiplinan orang jepang. Berbeda dengan orang Indonesia yang kurang disiplin. Kisah ini diungkap untuk memotivasi mahasiswa agar disiplin dalam perkuliahan.
Kedua, Ustadz Yun menceritakan pengalamannya saat ke luar negeri. Katanya, di luar negeri jarang kita dengar suara klakson kendaraan di jalan-jalan raya. Berbeda dengan pemandangan jalan raya di Indonesia; dimana pengendara selalu membunyikan klakson. Kadang klakson ditekan untuk sesuatu yang tidak penting. Kisah ini diungkap untuk memotivasi mahasiswa agar tertib dalam berlalu lintas dan meninggalkan perbuatan yang tidak penting dan sia-sia. Ketiga, Ustadz Yun menceritakan pengalamannya tentang jodoh. Katanya, dulu orang yang pulang belajar dari Arab sesuatu yang langka. Sehingga ketika pulang belajar dari Riyadh, ia menjadi dambaan gadis-gadis di desa. Apalagi ia berasal dari Bukittinggi, konon ia pernah dilamar oleh puluhan gadis-gadis cantik di Desanya.
Lalu, katanya ia tidak pernah pacaran sebelum menikah. Bahkan ia baru mengenal isterinya pada malam pertama setelah ijab-qabul dilakukan. Pun, ia menyerahkan persoalan jodoh kepada orang tuanya, apapun yang diputuskan orang tua, itulah pilihannya. Sebab, ia menganggap bahwa orang tua mustahil akan menikahi anaknya dengan orang yang tidak baik. Kisah ini diceritakan untuk memotivasi mahasiswa agar menurut kepada orang tua meski dalam soal jodoh, dan tetap fokus belajar karena jodoh akan tiba pada waktu yang tepat. Keempat, Ustadz Yun menceritakan tentang pengalamannya ke luar negeri, dimana ia dan kawan-kawannya pernah menyeberang jalan pada sembarang tempat, hingga membuat jalanan macet dan mereka pun menjadi tontonan pengendara. Kisah ini diceritakan untuk memotivasi mahasiswa agar tertib berlalu lintas.
Dalam perjalanannya, setelah lulus pendidikan sarjana dari FAI UMY penulis diangkat sebagai salah satu asisten mengajar/ tim pengajar (team teaching) Ustadz Yun di FAI UMY, untuk mengajar pada mata kuliah: Aqidah & Akhlak dan Ulumul Quran. Sebuah kebanggaan bagi penulis saat itu, satu sisi bangga menjadi asisten dosen, sisi lain bangga karena yang diasistensi adalah seorang Ulama dan Guru Besar. Disinilah penulis intens berinteraksi dengan ulama yang tawadhu’ ini. Meski jadwal dan aktivitasnya padat, ia sering hadir untuk mengajar di kelas. Setiap mata kuliah yang diampunya beban 2 (dua) Sks, setara dengan 100 menit. Jika ia hadir, maka ia mengajar selama 50 menit, dan 50 menit lagi dilanjutkan oleh penulis. Jika ia berhalangan hadir, baik karena kepentingan rapat maupun cek kesehatan (check-up), maka penulis mengajar seluruhnya.
Makanan favorit
Selain itu, Ustadz Yun meski telah lama tinggal di Jogja, namun nasi padang selalu menjadi makanan favoritnya. Hal itu diungkap beberapa kali kepada penulis di dalam mobil yang disopiri oleh sopirnya menuju warung Padang untuk menikmati makan siang usai perkuliahan berlangsung. Disela-sela makan siang, ia selalu memberi motivasi kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan hingga Doktoral. Selama 2 (dua) tahun penuh yakni sejak 2014 hingga 2016 penulis menjadi salah satu tim pengajarnya. Selama itulah penulis intens berjumpa dengannya, baik di Kampus maupun di Kantor PP Muhammadiyah Jalan Cik Di Tiro, Yogyakarta, untuk melapor aktivitas perkuliahan. Honor asistensi itulah yang digunakan penulis untuk melanjutkan pendidikan S2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta hingga selesai.
Lebih lanjut, meski penulis tidak lagi menjadi tim pengajarnya yang disebabkan sudah mengabdi di Aceh, penulis dan Ustadz Yun saling menanyangkan kabar via WA, hingga pada tahun 2018 penulis meminta Ustadz Yun untuk memberikan kata pengantar pada buku penulis yang berjudul: “Parenting Qurani: Pendekatan Ayat-Ayat Alquran”. Ustadz Yun dengan senang hati menyanggupi permintaan itu. Dampaknya buku penulis laris manis di pasaran hingga menjadi buruan masyarakat, baik di Aceh maupun di Yogyakarta. Sebagai ucapan terimakasih, penulis menyerahkan cetakan buku itu sebagai kenangan saat ia melakukan kunjungan ke Medan – Sumatera Utara. Tepat usai shalat magrib setelah saling mengkonfirmasi pertemuan, kami berjumpa di Masjid Agung Medan, yang secara kebetulan berjumpa dengan Dr. H. Mohammad Nurul Yamin, M.Si (Ketua MPM PP Muhammadiyah).
Akhirnya, pertemuan di Masjid itu menjadi pertemuan terakhir secara langsung penulis dengan Ustadz Yun. Sebab, setelah itu ia mulai sakit berat, hingga pada malam Jumat tanggal 2 Januari 2020 Ulama Besar Indonesia, asal Bukittinggi itu wafat pada usia 63 tahun. Ribuan kaum muslimin menyalatkan dan mengantarkan jenazahnya usai shalat jumat untuk dikebumikan di Komplek Pemakaman Karangkajen, Yogyakarta. Semoga Allah Swt menempatkan Buya Yunahar pada tempat terbaik disisiNya. Amin.
Penulis, Dosen Bimbingan Konseling Islam (BKI) IAIN Lhokseumawe, Aceh. Email: adnanyahya50@yahoo.co.id