Gagasan Pendidikan KH Ahmad Dahlan
Oleh: Tengku Adnan Yahya
Pendidikan merupakan unsur penting dalam mewujudkan kualitas umat. Umat tanpa kualitas akan mudah diperbudak oleh pragmatisme dunia semu. Maka untuk mewujudkan pendidikan berkualitas harus didesain agar dapat meningkatkan kualitas umat, meliputi guru berkualitas, kurikulum yang responsif dengan tantangan zaman, materi yang bermutu, sarana dan prasarana yang memadai, serta lingkungan pendidikan yang menggugah. Sebab, kualitas pendidikan menjadi cerminan intelektualitas umat. Jika pendidikan suatu bangsa berkualitas maka indikasi berkualitas warga bangsa (umat). Sebaliknya, jika kualitas pendidikan suatu bangsa rendah, petunjuk rendahnya kualitas warga bangsa.
Sebab itu, secara historis wahyu yang pertama kali diterima oleh Rasulullah saw bukan perintah shalat, puasa, zakat dan haji. Akan tetapi, wahyu yang berisi perintah membaca (iqra’), yakni surah al-‘alaq ayat 1 sampai 5. Iqra’ merupakan simbol pengetahuan, pengkajian, penelitian dan pencerahan. Secara gramatikal bahasa Arab (balaghah), kata iqra’ berbentuk fi’il amar berupa kata kerja perintah. Artinya, mendesain pendidikan berkualitas bukan hanya amanat konstitusi sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945: ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’. Akan tetapi, mendesain pendidikan berkualitas merupakan amanat ilahiyah yang wajib diwujudkan baik secara personal dan kolektif maupun swasta dan negara.
Lebih lanjut, bahkan Alquran bukan sekadar menyuruh untuk membaca teks-teks pengetahuan (ayat-ayat qauliyah) tapi juga alam semesta (ayat-ayat kauniyah) yang terintegrasi dengan nilai-nilai agama (islamic of values). Argumen ini tergambar dari teks wahyu: ‘bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu’ (iqra’ bismirabbika). Artinya, segala jenis pengetahuan yang dikaji dan didalami diharapkan mampu meningkatkan kompetensi dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Sebab itu, sejak awal Alquran telah menolak sekularisasi dan kapitalisasi pendidikan. Maka kurikulum pendidikan dalam segala jenis pelajaran/ mata kuliah harus terintegrasi dengan nilai-nilai agama.
Integrasi pengetahuan
KH Ahmad Dahlan merupakan ulama besar Nusantara (pendiri Persyarikatan Muhammadiyah) yang memiliki jasa besar dalam mengintegrasikan pengetahuan umum dengan agama. Jika meminjam istilah Amin Abdullah disebut dengan konsep integrasi-interkoneksi. Mula-mula Dahlan berjuang dengan memasukkan mata pelajaran agama Islam di Sekolah Belanda (kweeksschool). Pelan tapi pasti, Dahlan mampu memperkenalkan agama Islam kepada para siswa kweeksschool meski pernah mendapatkan cemoohan. Akhirnya, para siswa kweeksschool pun semakin tertarik dengan Islam hingga meminta belajar tambahan ke rumahnya.
Hadjid, seorang santri Dahlan yang menukil dalam bukunya kesaksian salah seorang murid Dahlan di Kweekschool Jetis, bernama Prof Sugarda Purakawatja. Sugarda kagum dengan kemampuan gurunya itu dalam menyampaikan pelajaran agama Islam.
Lebih lanjut, Dahlan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah tahun 1911. Madrasah ini berada di rumahnya dengan ukuran 2,5 x 6 meter yang dilengkapi dengan kursi, meja dan papan tulis, serta menggunakan integrasi kurikulum pengetahuan umum dengan agama. Konon, penggunaan sarana dan prasarana berupa kursi, meja dan papan tulis saat itu merupakan sesuatu yang tabu dalam pendidikan Islam. Penggunaan kursi, meja dan papan tulis hanya terdapat di sekolah-sekolah Belanda saja. Hingga Dahlan mendapatkan cemoohan dari sebagian masyarakat saat itu sampai dituduh sebagai ‘kiai kafir’. Akan tetapi, berbagai cemoohan itu tidak membuat Dahlan bergeming, ia terus berjuang bersama para santrinya untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Dahlan, ia bukan sekadar ulama retorik tapi mampu membumikan pengetahuannya menjadi aksi nyata. Maka para peneliti sering menjulukinya sebagai manusia amal (man of action). Dalam perjalanannya, aksi nyata Dahlan untuk membumikan gagasan pendidikannya terus berkembang pesat, hingga tahun 1922 (setahun sebelum Dahlan wafat) telah berdiri 9 sekolah dengan 73 guru dan 1.019 siswa dibawah pengelolaan Persyarikatan Muhammadiyah. Kini, Muhammadiyah telah memiliki puluhan ribu lembaga pendidikan di Indonesia hingga ke mancanegara yang berfungsi untuk mencetak generasi umat yang memiliki pengetahuan terintegrasi antara ilmu umum dan agama.
Langgeng
Sebab itu, gagasan pendidikan Islam ala Dahlan harus terus langgeng, khususnya di lembaga pendidikan Muhammadiyah meliputi sekolah, pesantren (boarding school) dan pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan Muhammadiyah harus mempertahankan ciri khas dan karakternya dalam ragam aspek seperti yang telah dipelopori pendirinya. Jangan sampai lembaga pendidikan Muhammadiyah abai dengan gagasan-gagasan pendidikan pendirinya. ‘Penyakit’ sekularisasi dan kapitalisasi pendidikan harus dihilangkan di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Dahlan, menghendaki lahir dari rahim pendidikan Muhammadiyah generasi yang memiliki keunggulan di bidang pengetahuan umum dan agama. Sehingga mereka mampu mengabdikan diri sebagai hamba Allah swt dan menjalankan tugas kekhalifahan di muka bumi.
Dari sana dapat dipahami bahwa gagasan pendidikan ala Dahlan yakni: Pertama, responsif dengan tantangan zaman. Sekolah Muhammadiyah harus mampu mendidik generasi lintas zaman (masa kini dan masa depan). Jangan sampai sekolah Muhammadiyah anti dengan modernisasi dan teknologi dengan ragam alasan. Sekolah Muhammadiyah tidak boleh menjadi museum, dimana hanya melihat masa lalu semata tanpa pandangan jauh ke depan (misi khairu ummah). Kedua, integrasi pengetahuan umum dan agama. Materi pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan Muhammadiyah harus terintegrasi dengan nilai-nilai moral dan agama. Ketiga, mampu mencetak manusia amal. Pendidikan Muhammadiyah harus mampu mencetak generasi cerdas intelektual, emosional, spiritual dan sosial.
Penulis, Dosen Bimbingan Konseling Islam (BKI) IAIN Lhokseumawe, Aceh. Email: adnanyahya50@yahoo.co.id