Joker : Bukan Semata Dalang Kejahatan
Oleh : Safrin Octora
Joker, itulah nama lain yang diberikan oleh publik kepada pelaku korupsi uang negara sebesar Rp. 940 milliar yang melarikan diri ke luar negeri pada tahun 2009, – Joko Soegiarto Chandra- pemilik PT. Era Giat Prima dan Mulia Group. Setelah malang melintang masuk dengan bebas ke Indonesia sehingga menyebabkan banyak apparat hukum kebakaran jenggot, pada 30 Juli 2020 yang lalu, Joko Chandra, ditangkap di kantornya yang mewah di The Exchange 106 Malaysia. The Exchange 106 adalah salah satu kantor yang menjulang tinggi di Kuala Lumpur dengan ketinggian mencapai 445 m.
Istilah Joker juga diberikan kepada Joko Soegiarto Chandra oleh banyak media, salah satunya adalah Asia times. Pada terbitan Senin 20-07-2020, Asia Times menjuluki Joko Chandra sebagai The Joker, berdasarkan inspirasi dari film dengan judul The Joker.
The Joker sebuah film buatan Holliwood dan dirilispada tahun 2019, bercerita tentang Arthur Fleck (dibintang Joaquin Phoenix) yang berperan sebagai badut (the Joker). Peran badut itu adalah cara Arthur Fleck untuk melakukan pembunuhan demi pembunuhan. Terinspirasi cerita komik yang dibuat oleh korporasi komik terkenal di dunia, DC Comics pada tahun 1940, The Joker menjadi salah satu film terlaris tahun 2019 dengan pendapatan mencapai 1074 miliar US dollar atau Rp.16,1 triliun dalam harga rupiah Rp.15.000 untuk 1 dollar Amerika Serikat. Prilakunya yang psikopat dan pembunuh itu sehingga Arthur Fleck dianggap sebagai dalang kejahatan.
Namun, istilah lain dari Joker atau Si Badut dalam khazanah kearifan lokal bangsa Indonesia, bukanlah dalang kajahatan. Joker telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia kebanyakan. Joker adalah salah satu gambar dalam permainan kartu remi. Kalau biasanya masing-masing kartu sejak dari kartu As yang identi dengan angka satu sampai King terdiri dari 4 (empat jenis) dengan aneka gambar dan warna, Joker hanya dua buah saja dengan gambar hitam putih dan berwarna. Namun perannya sangat penting dalam sebuah permainan kartu remi.
Bila As sampai King minimal harus terdiri dari tiga buah gambar yang sama atau berurutan baru dianggap sah, namun Joker cukup satu bisa melengkapi gambar dan urutan apapun. Misalnya gambar kartu King dua buah tidak berlaku, namun kehadiran Joker bisa memenuhi unsur yang ada. Begitu juga bila urutan kartu as, dua dan tiga harus berurutan, namun joker bisa memenuhi urutan itu bila yang tersedia hanya kartu as dan kartu angka tiga. Joker berperan sebagai pengganti angka dua.Itulah peran joker. Bisa bermanfaat untuk setiap kesempatan dan peluang. Sehingga kehadiran joker dalam pembagian kartu remi sangat ditunggu-tunggu oleh para pemain kartu. Artinya kehadiran joker memberikan peluang menang, bagi pemain kartu yang mendapatkannya.
Bertitik tolak dari istilah Joker pada kartu remi, pada tahun 70-80an, Joker selalu dikaitkan dengan kemampuan seorang individu untuk bergaul dengan siapa saja, baik pria maupun wanita. Prilakunya yang supel dan ramah menyebabkan dia punya banyak kawan dimana saja. Jadi Joker bukanlah biang kejahatan seperti yang ada dalam film The Joker besutan Todd Philips tersebu, melainkan orang yang disukai banyak orang dan mempunyai banyak teman dimana saja.
***
Dalam pandangan penulis, Joko Sugiarto Chandra bukanlah dalang kajahatan seperti tokoh Arthur Fleck yang ada dalam film The Joker, melainkan seorang Joker yang ada dalam kartu remi : seseorang yang bisa masuk ke mana saja, sangat supel dan punya banyak teman yang siap membantu.
Ini bisa kita lihat dari sejak awal kasusnya muncul.
Di banyak media dituliskan bahwa ketika hak tagih Bank Bali telah kadaluarsa, namun Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tetap membayar hak tagih tersebut, hingga mencapai nilai Rp.940 miliar. Disini ada sesuatu hal yang menarik dan menjadi pertanyaan kenapa BPPN tetap membayar hak tagih tersebut, meski telah kadaluarsa. Pasti ada seseorang di BPPN yang menjadi kawan Joko Chandra, sehingga setia mentranfer hak tagih tersebut.
Kelanjutan dari keberadaan Joko Chandra yang supel dan banyak kawan itu berlanjut, ketika dia kabur ke Papua Nugini pada 10 Januari 2009. Sementara pada 11 Januari 2009, Mahkamah Agung memvonis Joko Chandra 2 (dua) tahun penjara. Artinya sebelum vonis jatuh, Joko pasti sudah tahu lebih dahulu, sehingga memutuskan untuk meninggalkan Indonesia. Orang yang memberitahukan itu pasti adalah kawan Joko Soegiarto Chandra. Dengan demikian keberadaan kawan menjadi semakin dominan.
Di Papua Nugini Joko Soegiarto Chandra dengan mudahnya mendapat kewarganegaraan pada Mei 2012, dengan mengganti namanya menjadi Joe Chandra.
Meskipun telah menjadi warga negara Papua Nugini dan memiliki bisnis yang cukup besar disana, Joko Chandra malah lebih banyak berada di Kuala Lumpur, Malaysia. Membangun jaringan bisnis yang luar biasa disana, salah satunya dengan membeli sebuah area perkantoran yang dikenal dengan nama The Exchange 106, di area bisnis bergengsi Kuala Lumpur dengan harga 665 juta Ringgit Malaysia (Rp. 2,2 triliun). Dari The Exchange 106 ini, Joko memperluas jaringan persahabatannya. Ini terbukti Jaksa Agung Malaysia pada waktu itu Tan Sri Apandi Ali, meminta kepada Jaksa Agung Indonesia, agar kasus Joko Chandra dihapus dari catatan hukum Kejaksaan Agung. Fakta ini menunjukkan jaringan persahabatan yang dibangun Joko “The Joker” Chandra, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga lintas negara.
Sementara itu di dalam negeri kedekatan dan persahabatan Joko Chandra dengan banyak pejabat pengambil keputusan, membuat dia bebas untuk masuk ke Indonesia tanpa bisa dicegah oleh Imigrasi. Imigrasi yang sejatinya memiliki red notice atau “catatan merah” tentang Joko Chandra sejak Juli 2009 ternyata telah menghapus catatan itu dari sistem mereka sejak Mei 2020.
Selain itu, seorang perwira tinggi kepolisian yang bertugas di Bareskrim, bersedia membuat surat jalan untuk Joko Chandra ketika pergi ke Pontianak. Surat jalan dari seorang perwira tinggi yang berdinas di Bareskrim jelas memiliki makna yang kuat. Sehingga dengan menunjukkan surat tersebut, tidak mungkin seorang pun berani “menyentuh” Joko Chandra.
Persahabatan Joko Chandra ternyata tidak hanya sampai kepada pejabat-pejabat yang memiliki kekuasan besar, tetapi juga dengan pejabat yang berada di jajaran bawah. Jaksa Pinangki Sirna Malasari seorang jaksa yang masih berada di eselon bawah, alih-alih menangkap Joko Chandra, malah asik berfoto ria ketika bertemu di Malaysia pada 2019.
Malah Joko juga dekat dengan pejabat setingkat kelurahan. Lurah Grogol Selatan membuka pintu lebih cepat setengah jam, – tepatnya jam 07.00 dari biasanya jam kantor dimulai pada 07.30 – ketika Joko Chandra datang untuk diambil foto dalam rangka pembuatan e-ktp.
Ilustrasi-ilustrasi di atas, dapat kita lihat betapa kuatnya ikatan persahabatan yang telah dibangun Joko Chandra, selama ini. Sehingga banyak orang siap untuk membantunya, sebagai wujud persahabatan.
Jadi jangan tempatkan Joko Soegiarto Chandra, sebagai tokoh Arthur Fleck dalam film The Joker, tapi tempatkanlah dia sebagai Joker dalam kartu remi : bisa dimana-mana dan bermanfaat untuk siapa saja.
Dan kita juga harus belajar dari Joko Soegiarto Chandra yang piawai dalam membangun persahabatan selama ini, entah dengan cara apapun.
Penulis, Pengamat Media dan Sosial Politik, Dosen di FISIP USU