Tenaga Medis: Duka Tiada Henti
Oleh: Muhammad Thariq
Saya menulis judul artikel ini sejak Selasa 19 Mei 2020 pagi atau bertepatan dengan 26 Ramadhan 1441 H. Ketika itu duka terjadi beruntun khususnya melanda para dokter dan tenaga medis kita, termasuk di Kota Medan. Suasananya juga diiringi dengan jumlah kasus Covid-19 yang terus membengkak.
Ternyata artikel ini masih relevan dengan situasi yang terjadi pada paruh Juli 2020. Saya memperharui tulisan karena tersiar kabar seorang dokter spesialis kandungan di Kota Medan berinisial AT dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Sang dokter pun menjalani isolasi mandiri.
Penulis mendoakan agar dokter tetap kuat dan semangat terutama dalam menjalani tugas mulia kepada masyarakat.
Kasus ini otomatis menambah kluster baru penyebaran Covid-19 di ibu kota provinsi Sumatera Utara. Terhitung sejak pemerintah memberlakukan istilah tatanan kehidupan baru (new normal life).
Sebelumnya pada Mei 2020, seorang dokter dan tenaga medis kita gugur dalam bertugas di garda terdepan menangani pasien terpapar virus corona baru (SARS CoV-2) penyebab penyakit Covid-19.
Seorang dokter yang meninggal ahli saraf bertugas di Rumah Sakit Umum Universitas Sumatera Utara berinisial IL berusia 56. Dia dikabarkan meninggal di RS Columbia Medan setelah dinyatakan positif Covid-19. Berita duka disampaikan Direktur Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan RS USU Ryad Ikhsan melalui keterangan pers yang disampaikan Manajer Humas USU pada Senin 18 Mei 2020. Kita tahu selama ini RSU USU merupakan salah satu sarana medis yang vital. Selain untuk merawat pasien juga melaksanakan pemeriksaan laboratorium metode reaksi berantai polimerase atau PCR Covid-19 (Kompas.id, 18/5/2020).
Kabar duka dari tenaga medis menambah kluster baru Covid-19 di Kota Medan. Kluster baru terkait penelusuran epidemiologi terhadap riwayat kontak dokter, apalagi dikabarkan istri sang dokter positif terjangkit Covid-19. Selama ini sang dokter juga bekerja di rumah sakit lain dan pendidik di universitas pengelola RS USU (Kompas.id, 18/5/2020).
Bersamaan kluster baru juga muncul kasus Covid-19 yang menginfeksi seorang kasir di satu cabang supermarket besar di Kota Medan.
Gelagat sejak Mei
Kabar dokter yang gugur pada Mei 2020 dan karyawan supermarket itu, sejalan dengan bertambahnya jumlah pasien yang meninggal akibat positif Covid-19. Jumlahnya mencapai 27 orang di Sumatera Utara. Sementara pasien meninggal dan dimakamkan dengan protokol kesehatan lebih dari 90 orang.
Gelagat Kota Medan dan Sumatera Utara akan masuk dalam 10 besar bahkan menuju 7 besar provinsi terbanyak menyumbang kasus positif Covid-19 secara nasional sudah kelihatan pada Mei 2020.
Kini, Provinsi Sumatera Utara penyumbang 2.367 pasien positif Covid-19, meninggal 125 orang dan sembuh 578 orang untuk angka Covid-19 secara nasional (data per Senin, 13/7/2020 [Kompas.com, 13/7/2020). Provinsi teratas masih Provinsi Jawa Timur sebanyak 16.877 kasus positif Covid-19, sebanyak 1.226 orang meninggal dan 6.609 sembuh. Sedangkan kumulasi angka kasus secara nasional mencapai 76.981 kasus positif (Kompas.com, 13/7/2020).
Selain itu tersiar berita Rektor USU Runtung Sitepu terkonfirmasi positif Covid-19 (Merdeka.com, Senin 13/7/2020). Pada Mei 2020, perguruan tinggi dan rumah sakit milik universitas negeri itu, sudah pernah menjadi kluster epidemiologi. Kini kita mendengar kembali kabar Covid-19 dari sana. Sungguh prihatin.
Memang pada Mei 2020 dalam sehari terakhir, kasus positif di Sumatera Utara bertambah 7 orang menjadi 225 kasus, sedangkan pasien dalam pengawasan (PDP) dirawat di rumah sakit 202 orang. Di Sumatera Utara, daerah yang baru terjangkit Covid-19 masih terus bertambah yakni 17 dari 33 kabupaten/kota. Kabupaten Nias yang sebelumnya tidak ada kasus, kini ada kasus dua orang PDP dan menunggu hasil uji swab (PCR). Hal itu disampaikan Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Utara Mayor (Kes) dr Whiko Irwan dikutip Kompas.id 18/3/2020.
Pada hari yang sama kabar duka juga datang dari seorang perawat RS Royal Surabaya yang sedang hamil 4 bulan berstatus PDP meninggal. Sebelumnya, media massa tanah air banyak menampilkan sebuah video kondisi rumah sakit yang merekam suasana penanganan sebelum sang perawat akhirnya dikabarkan meninggal dunia.
Dalam video terdengar suara seorang perempuan yang menangis sembari memanggil nama “Ari…Ari…Ari..”. Salah satu akun yang mengunggah video adalah akun Facebook Bayou Prakoso. Akhirnya status perawat diketahui bernama lengkap Ari Puspita Sari.
Kedua kabar duka yang datang dari tenaga medis pada Mei 2020 bersamaan dengan penyebaran kasus Covid-19 di tanah air meningkat mencapai 18.010 (tambah 496 kasus), 12.496 dirawat, 1.191 (tambah 43 orang) meninggal dan 4.323 sembuh. Penambahan terbesar datang dari Jawa Timur 15 pasien disusul Jawa Barat 13 pasien, Kalimantan Selatan 8 kasus meninggal dunia serta Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan (pasien meninggal) (Kompas.com, 18/5/2020).
Tren kasus naik nyata
Melihat perkembangan pada akhir Mei 2020, kasus Covid-19 menunjukkan tren kurva naik dan belum ada tanda-tanda mereda. Ada kaitannya dengan semakin longgar penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah terutama di Pulau Jawa. Waktu itu pemerintah Daerah yang mengajukan PSBB belum ada jaminan kurva Covid-19 landai di daerah dan nasional. Misalnya Kota Surabaya Raya sudah memperpanjang penerapan PSBB beberapa kali, namun tenaga medisnya terpapar dan gugur dalam status PDP Covid-19. Di sana terdapat pasien yang sembuh namun belum menunjukkan tren landai.
Waktu itu penulis kemukakan bahwa bukan berarti daerah di luar Pulau Jawa bisa bergembira. Provinsi Sumatera Utara, misalnya, belum menerapkan PSBB menempati urutan ke-15 secara nasional penyumbang angka kasus positif sesuai data Covid-19 di Indonesia terkonfirmasi 225 kasus, 27 meninggal dan 58 sembuh (Kompas.com, 18/5/2020). Kini pada pertengahan Juli 2020 posisi Sumatera Utara menuju nomor 7 Di Sumatera Utara terutama khususnya Kota Medan sudah dua dokter spesialis gugur akibat tertular dan meninggal positif corona, sementara seorang yang terpapar Covid-19 masih menjalani isolasi mandiri. Tempat dan tenaga kedua dokter bertugas menjadi tumpuan di Sumatera Utara. Selain tumpuan juga benteng pertahanan menangani pasien dan pemeriksaan swab (PCR) Covid-19: RSUP H Adam Malik Medan dan RSU USU.
Untuk itu kabar duka tenaga medis dan yang terpapar saat ini menjadi catatan kita bersama antara pemerintah, masyarakat dan aparat agar satu garis kerjasama memutus mata rantai Covid-19. Total tenaga medis yang meninggal di Indoneia akibat Covid-19 adalah 32 dokter dan 24 perawat (Kompas.id, 19/5/2020). Pada Juli 2020 mencapai 51 dokter dan perawat (CNN Indonesia, Jumat 10/7/2020).
Episentrum baru
Penulis sempat membuat pertanyaan dalam artikel pada Mei 2020: apa catatan kita dari kasus tenaga medis yang gugur dan bagaimana antisipasinya, terutama menghadapi lebaran dan tahun ajaran baru 2020/2021?
Berbagai realitas di masyarakat menyertai pertanyaan di atas telah menganga. Sebuah episentrum baru penularan Covid-19 di depan mata saat itu seperti masuknya TKI dari Malaysia tanpa protokol kesehatan, aktivitas pemudik lokal, aktivitas pasar rakyat serta penyaluran bantuan sosial. Meski petugas memantau gelagat kedatangan TKI, tetapi peluang lolos besar melalui jalur tikus sangat besar. Begitu juga pemudik, baik jalur darat dan udara melalui Bandara Kualanamu Internasional (KNIA), tetap saja terdapat kelonggaran di lapangan.
Pelaksanaan protokol kesehatan yang kurang kondusif pada aktivitas pasar rakyat dan pembagian bantuan sosial. Padahal, celah pelonggaran pembatasan sosial (social distancing) dan ide penerapan tatanan kehidupan baru (new normal life) akan berbalik menjadi bumerang yang dapat berisiko memukul perekonomian sehingga kondisinya lebih berat lagi.
Harus konsisten
Apakah mungkin gubernur dan bupati/walikota di Sumatera Utara tidak mengantisipasi risiko pelonggaran protokol kesehatan? Jika jawabannya iya, saya menduga mereka kelelahan bekerja ke sana ke mari dan memikirkan persoalan yang mana mau ditangani dulu antara krisis kesehatan atau krisis perekonomian berdampak pada krisis sosial. Hal itu konsekuensi yang harus diterima dari instruksi social distancing yang tidak berapa lama diubah istilahnya menjadi physical distancing.
Pada 30 Maret 2020 Presiden Jokowi menerapkan PSBB dengan menimbang dampak perekonomian dan sosial sehingga pemerintah tidak menerapkan penguncian wilayah (lockdown). Singkat kata apapun yang diterapkan pemerintah kuncinya harus konsisten.
Kasus pandemi Covid-19 adalah persoalan krisis kesehatan. Untuk itu pemerintah harus fokus pada satu variabel, yakni penanganan krisis kesehatan. Tentu dengan segala risiko turunannya akan ada. Bukankah dengan sendirinya jika krisis kesehatan ditangani secara konsisten, fokus dan tegas sedari awal, maka akan memulihkan perekonomian dan dampak turunananya.
Awalnya dengan konsep social distancing pemerintah merasa sanggup untuk mengintervensi beberapa variabel dan dampaknya, tetapi ternyata kemampuan pemerintah terbatas dan cenderung kurang konsisten. Mau cepat-cepat kurva Covid-19 landai tetapi tidak fokus pada kurva pandeminya (penanganan krisis kesehatan) sehingga pemerintah kelelahan bersamaan rakyat hilang harapan dan krisis kepercayaan kepada pemerintah dalam mengatasi Covid-19.
Jika hal itu terus terjadi, maka bangsa ini berisiko “ambruk” dalam jangka panjang. Indikasi pemerintah tidak konsisten pada penanganan krisis kesehatan terlihat dari berbagai macam skenario pelonggaran di sana-sini, baik disengaja maupun tidak disengaja yang menurut penulis sebelumnya sebuah hanya sebuah pertarungan akal yang berkuasa.
Penutup
Tenaga medis yang gugur di garda terdepan dalam penanganan Covid-19 harus dijadikan pelajaran bagi pemerintah untuk fokus, konsisten, tegas serta menunjukkan keteladanan menangani krisis kesehatan. Harapannya kabar duka dan terinfeksi Covid-19 dari kalangan medis tidak terdengar lagi. Cukup. Jangan pula mereka gugur dan masyarakat sebagai konsekuensi dari rasionalisasi umum: lebih baik terlambat daripada tidak dalam penanganan pandemi di tanah air. Bukankah lebih baik sejak dini mencegah penyebaran Covid-19 secara konsisten. Sejarah telah mencatat duka tiada henti dari tenaga medis kita selama pemerintah mengatasi pandemi. Mereka yang gugur akan dikenang (**)
*Penulis adalah pengajar jurnalistik UMSU