Muhasabah (مُحَاسَبَةَ) di Masa Pandemi Covid-19 (Bagian Kedua)
Oleh : Dr. Sulidar, M.Ag
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara
Periode 2015-2020.
Muhasabah tentang hablum minaLlah dalam bentuk Ibadah kepada Allah
Muhasabah atau Evaluasi (instropeksi) diri dalam beribadah kepada Allah (hablum minaLlah) adalah tergolong sangat penting. Karena melaksanakan kewajiban itu paling urgen dalam ajaran Islam, sebagaimana telah disebutkan ayatnya di atas (Q.S.az-Zariyat/51:56), bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk ibadah kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri adalah yang khusus yang disebut dengan ibadah mahdhah, dan ada yang disebut dengan ibadah umum, yang disebut dengan amal salih. Ibadah mah dhah, maksudnya ibadah yang memiliki kaifiyat atau tatacaranya yang diberikan contoh oleh Rasul saw, sedangkan ibadah umum adalah segala amal yang tergolong dengan nilai kebaikan (salih) dan tidak melanggar syariat.
Dengan muhasabah, maka kita akan mengoreksi dan mengevaluasi semua ibadah yang kita lakukan secara rutinitas, boleh jadi ibadah kita belum maksimal atau belum sesuai dengan SOP (standart operating procedure) yang ditetapkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Sebab ibadah yang tidak sesuai dengan SOP-nya Allah dan Rasul-Nya akan tertolak, alias sia-sia. Perhatikan hadis berikut ini:
قَالَ أَخْبَرَتْنِي عَائِشَةُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.رواه مسلم.
Aisyah telah mengabarkan kepadaku bahwa Rasul saw. bersabda: “Barang siapa menga malkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak.”H.R.Muslim.No. 3243.
Perhatikan juga kaidah fikih tentang ibadah:
اَلأَصْلُ فِي الْعِبَادَةِ التَّحْرِيْمُ حَتَّى يَقُوْمَ الدَّلِيْلُ عَلَى اْلأَمْرِ
Hukum asal ibadah adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkan.
Jadi, Ibadah itu asalnya dilarang sampai ada dalil yang memerintahkannya, atau ibadah itu tidak boleh dilakukan kecuali ada petunjuk Alquran dan contoh dari Rasul saw.
Di antara SOP yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, selain ibadahnya harus sesuai dengan kaifiyat yang diajarkan atau dicontohkan oleh Rasul saw, juga ibadah yang dilakukan harus dengan dasar iman, ikhlas dan melakukannya secara maksimal atau yang terbaik (ahsanu ‘amala).
Jika ditelaah dalam kehidupan masyarakat, masih ditemukannya, betapa banyak orang Muslim telah melakukan ibadah, misalnya: kita katakan saja selama 50 tahun, baik berupa salat, puasa, infaq, sedekah, ba ca Alquran, berzikir, haji dan umrah, namun dalam kehidupannya, jiwanya masih gersang dan galau, pikirannya lebih banyak kacau balau, rezekinya semakin sempit. Mengapa ini bisa terjadi? Semestinya, jika ibadah sudah banyak dilakukan, orang itu akan lebih damai jiwanya, lebih bahagia, rezeki semakin mengalir (harus diingat rezeki bukan hanya harta dan uang saja, namun semua nikmat yang berasal dari Allah semuanya adalah rezeki), pikirannya mestinya lebih stabil dan tenang. Jawabannya, adalah karena dalam melakukan ibadah belum sesuai secara optimal dengan SOP ibadah yang berlandaskan Alquran dan as-Sunnah. Berikut ini diuraikan bagaimama setidaknya 3 SOP untuk melakukan ibadah atau amal salih, sehingga ibadahnya berkualitas dan bernilai guna, serta berdaya guna.
a. Iman yang mantap
Dalam Alquran dan as-Sunnah, cukup banyak disebutkan bahwa landasan dalam beramal salih dan beribadah adalah mesti memiliki iman yang mantap. Iman, sebagai syarat ibadah tidak bisa ditawar-tawar dalam ajaran Islam. Dengan adanya iman ini pula seseorang bisa masuk surga. Untuk mengetahui bagaimana kriteria iman yang mantap (iman yang sebenar-benarnya), perhatikan Q.S. al-Anfal/8:2,3 dan 4 :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (2) الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (4)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawa kkal. (yai tu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang me nafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka itulah orang-orang yang beriman dengan se benar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhan nya dan ampu nan serta rezeki (nikmat) yang mulia.
Selanjutnya di antara dalil syarat untuk meraih kehidupan yang baik, adalah iman dan amal salih, perhatikan Q.S.an-Nahl/16:97:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97)
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya pasti Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Ayat di atas memberikan gambaran bagaimana meraih kehidupan yang baik, mesti memiliki iman dan amal salih, dua hal ini tidak bisa dipisahkan. Amal salih wajib didasarkan pada iman jika amal salihnya mau berguna baik di dunia maupun akhirat. Jika tidak didasarkan iman, maka amal salih mendapat ganjaran, tetapi hanya di dunia ini saja. Selanjutnya setan tidak berkuasa kepada mereka yang memiliki iman yang mantap dan bertawakkal hanya kepada Allah swt, perhatikan Q.S.an-Nahl/16: 99-100:
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (99) إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ (100)
Sesungguhnya setan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang memper sekutukannya dengan Allah.
Ayat di atas (Q.S.an-Nahl/16: 99-100), memberikan pelajaran bagi umat Islam, bahwa setan jika memiliki kemampuan untuk menggoda mereka yang memiliki iman yang mantap serta bertawakkal kepada Allah. Namun, setan akan leluasa menggoda ma nusia, jika manusia itu mengambil setan dan orang-orang musyrik sebagai pemimpin da lam kehidupannya. Selain itu, iman yang mantap juga diwujudkan dengan ibadah hanya kepada Allah swt, bukan pada selain-Nya, seperti makhluk-Nya (Q.S.an-Nisa’ /4:36).
Pada masa pandemi covid-19 ini, maka muhasabah dalam bidang iman ini mes tinya dilakukan secara intensif agar kehidupan kita semakin berkualitas. Perwujudan iman sebagai kesalihan individual dapat ditingkatkan dengan kesalihan sosial dengan amal salih, salah satunya memberikan sebagai rezeki yang diberikan Allah swt kepada mereka kaum yang lemah secara ekonomi atau yang terkena dampak dengan adanya covid-19 ini, sehingga bantuan kita itu akan sangat berarti dalam kehidupannya. Inilah wujud iman yang mantap, tidak saja meningkatkan kualitas hubungan kepada Allah (hablum minallah) melalui ibadah-ibadah yang kita lakukan, tetapi juga meningkatkan hubungan kita kepada sesama manusia (hablum minannas),
b. Ibadah dengan ikhlas
Di antara pengertian ikhlas adalah, ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk men dekatkan diri kepada Allah, juga pembersihan diri dari pamrih kepada makhluk Allah (manusia). Dengan kata lain, ikhlas adalah semata-mata ibadah hanya kepada Allah swt, dan minta balasan hanya kepada Allah swt.
Orang-orang yang berperilaku ikhlas memiliki jiwa yang tenang dan damai, kendatipun dipuji atau di rendahkan baginya tidak membuat perubahan jiwanya, sehing ga tidak bergejolak. Selanjutnya orang-orang yang berperilaku ikhlas tidak suka menge luh, tidak suka mengungkit-ungkit kebaikan atau jasa yang diberikan, dan tidak suka mengkambing hitamkan sesuatu atau seseorang, jika menghadapi kesulitan dan mu sibah. Orang yang ikhlas jika mendapat nikmat ia bersyukur, dan jika mendapat musibah ia bersabar. Perintah ikhlas dalam beribadah kepada Allah terdapat dalam Q.S.al-Bainat/98 : 5:
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (5)
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyem bah Allah dengan memurnikan (mengikhlas kan) keta atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama de ngan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Selanjutnya, ikhlas bukan berarti tanpa pamrih, tetapi pamri (minta balasan) dimohonkan kepada Allah swt, yang Maha Kaya dan Maha Berkuasa. Sebab, yang me merintahkan kita untuk beribadah dan beramal saleh adalah Allah swt. Jadi, siapa yang menyuruh, maka upahnya tentu minta kepada yang nyuruh atau yang memerintahkan, yakni Allah swt.
Perilaku ikhlas, tidak mudah dilakukan, sebab pada umumnya, manusia mela kukan amal kebaikan meminta balasan dari sesama manusia, padahal, yang memberikan balasan hanya Allah swt. Jika, seseorang memberikan sesuatu kebaikan kepada sese orang lain nya, dan orang yang diberikan kebaikan itu tidak ber buat baik kepadanya, bahkan sebaliknya, lalu orang yang memberikan kebaikan itu kecewa, maka inilah yang disebut tidak ikhlas. Pemberian ikhlas adalah betul-betul murni mengharap kepada Allah swt., dan Allah swt Maha Tahu dalam membalas ganjaran kepada hamba-Nya, ja di tidak boleh ragu dalam melakukan kebaikan. Setiap kebaikan akan dibalas dengan ke baikan, demikian juga kejahatan dibalas dengan kejahatan. Perhatikan Q.S.al-Isra’/17:7:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا…
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri…
Perhatikan juga Q.S.ar-Rahman/55:60:
هَلْ جَزَاءُ اْلإِحْسَانِ إِلاَّ اْلإِحْسَانُ (60)
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).
Iblis, bosnya setan tidak berdaya kepada orang-orang yang berperilaku ikhlas, perhatikan Q.S.Shad/38 :82-83:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ َلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلاَّعِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83)
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas (mukhlis) di antara mereka.
c. Ibadah dengan yang terbaik (أَحْسَنُ عَمَلا)
Semua perbuatan ibadah secara umum (amal salih) dan juga ibadah mahdhah, mestinya dilakukan secara serius ataunyang terbaik (أَحْسَنُ عَمَلا). Berkenaan dengan amal yang terbaik (أَحْسَنُ عَمَلا) ini terdapat dalam Q.S.al-Mulk/67 :2:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2)
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Juga Q.S.al-Kahfi/18:7:
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلا (7)
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan bagi nya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatan nya.
Ayat-ayat di atas memberikan pelajaran bahwa Allah swt menguji umat manusia untuk melakukan apa saja di dunia ini, lalu untuk apa? Agar diketahui siapa saja orang-orang yang melakukan amal salih dengan yang terbaik (the best).
Melakukan ibadah mestilah yang terbaik, atau sungguh-sungguh. Dalam manaje men modern disebut dengan kerja secara profesional. Jika kita melakukan kerja asal-asalan, maka hasilnya juga akan asal-asalan dan upahnya juga asal-asalan. Kalau kerja secara profesional, maka ganjarannya juga akan diterima secara profesional pula. Jadi, sunnatullah berlaku di dunia ini. sebagai contoh, kalau kita bersedekah, jika ingin meng harapkan balasan yang besar, maka bersedekahlah dengan uang yang terbesar nilainya, karena semakin besar nilai uang yang kita sedekahkan, maka ganjarannya tentu akan lebih besar pula, demikian sebaliknya.
Berkenaan amal salih, dalam Islam amal salih yang terbaik adalah yang berkesi nambungan, perhati kan hadis Rasul berikut ini.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَلَمَةَ يُحَدِّثُ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ قَالَ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ.
Telah menceritakan kepada kami Mu hammad bin Al-Musanna telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Sa’id bin Ibrahim bahwa ia men dengar Abu Salamah menceritakan dari Aisyah bahwa Rasul saw. pernah ditanya, “Amal yang bagaimanakah yang paling dicintai oleh Allah?” Ai syah menjawab,”Amalan yang dikerjakan secara berkesimbanungan meskipun sedikit.” H.R.Muslim. no. 1303.
Setiap kita melakukan kebaikan, Allah swt membalasnya dengan 10 X lipat, per hatikan Firman Allah swt berikut ini.Q.S.al-An’am/6:160;
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ (160)
Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali (10X) amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
Allah swt dan para malaikatnya tidak pernah salah alamat dalam membalas atau mengantar kebaikan yang dilakukan umat manusia, orang yang berbuat baik, pasti dibalas dengan kebaikan dan orang yang melakukan kejahatan pasti dibalas dengan kejahatan, sebagaimana disebutkan dalam Q.S.al-Isra’/17:7 (ayat ini sudah ditulis teksnya di atas). Kita melakukan yang terbaik agar kita menjadi manusia yang lebih kuat atau berkualitas. Rasul saw menegaskan orang muk min yang kuat, dalam semua sisi kehidupan lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah swt daripada orang mukmin yang lemah. Perhatikan hadis berikut ini.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ibnu Numair mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Idris dari Rabi’ah bin ‘Usman dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Al-A’raj dari Abu Hurairah dia berkata; “Rasul saw. bersabda: ‘Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah swt daripada orang mukmin yang lemah. Pada masing-masing memang terdapat kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna bagimu, mo honlah pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla dan janganlah kamu menjadi orang yang lemah. Apabila kamu tertimpa suatu kemalangan, maka janganlah kamu menga takan; ‘Seandainya tadi saya berbuat begini dan begitu, niscaya tidak akan menjadi begini dan begitu’. Tetapi katakanlah; ‘lni sudah takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan dilaksanakan-Nya. Karena sesungguhnya ungkapan kata ‘law’ (sean dainya) akan membukakan jalan bagi godaan syetan.’ H.R.Muslim.No. 4816.
Berkualitas atau kuat secara politik, artinya memiliki kekuasaan, seperti menjadi presiden, menteri, gubernur, walikot atau bupati, anggota DPR dari tingkat pusat sampai daerah tingkat 2 dan sebagainya. Kuat secara kesehatan, tidak sakit-sakitan, karena mampu memberikan makanan yang bergizi dan menjaga kesehatan; kuat secara keilmuan tidak bodoh dan tolol (Botol), sehingga ia meraih pendidikan secara formal setinggi mungkin (sampai S3 atau bergelar Doktor); kuat secara ekonomi, ia kaya, memiliki harta dan tidak menjadi peminta-minta, sehingga mudah beribadah yang memerlukan dana, seperti menunaikan ibadah haji, berzakat, dan berinfaq. Kuat secara sosial budaya, ia tidak kurang pergaulan (kuper),artinya mampu bermasyarakat secara baik, bermedia sosial secara baik, memiliki koneksitas di pelbagai lini profesi dalam kehidupan masyarakat. Oleh karen itu, umat Islam tidak boleh lemah, semaksimal mungkin, minimal kita menjadi kuat sesuai dengan profesi yang kita geluti, sehingga kita menjadi orang mukmin yang lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah swt. ( BERSAMBUNG)