IMM DI KOTA TOLERANSI
Oleh : Silvani Damanik
Indonesia adalah negeri yang kaya, mengapa demikian? karena di negri ini kita bisa menemukan beragam suku, budaya, adat istiadat berikut beserta tradisinya. disetiap daerah kita juga dapat mengenal bahasa yang berbeda-beda, namun kita sepakat untuk tetap mencintai dan menghormati perbedaan tersebut. Hal itu biasa kita kenal dengan istilah toleransi. Kebanyakan orang pasti sudah akrab dengan kata toleransi, toleransi bisa kita artikan dengan hidup rukun berdampingan ditengah perbedaan serta saling menghargai dan mengasihi, yang singkatnya kita sebut sebagai wujud nyata dari Bhineka Tunggal Ika. Selain beragam suku budaya dan bahasa, Indonesia juga sangat mengedepankan nilai-nilai toleransi antar umat beragama.
Di Indonesia kita punya beberapa daerah atau kota yang dikenal dan ditandai sebagai kota dengan nilai toleransi terbaik. Dan diantaranya ada nama kota dimana saya tinggal saat ini, Pematangsiantar. Kota ini memang tidak se-mengagumkan kota Bandung dan Jakarta, Namun dengan menduduki posisi tiga terbaik dalam hal toleransi, itu cukup membuat saya kagum. Di Sumatera Utara, Pematangsiantar atau sering disingkat menjadi Siantar sendiri adalah kota terbesar kedua setelah Medan. Kota dengan jumlah penduduk yang mencapai hingga tiga ratus ribu jiwa ini dihuni oleh masyarakat dari beragam suku dan budaya yang berbeda. Kemudian jika Berbicara soal agama, dikota ini mayoritas penduduknya beragama Kristen (49%), kemudian posisi kedua adalah agama Islam (41%), dan agama lainnya(10%).
Menurut pengalaman saya sendiri yang telah tujuh tahun tinggal dikota dengan ikon tugu becaknya ini, nilai-nilai toleransi memang sangat saya rasakan, terlebih di masa perkuliahan, saya banyak bergaul dengan teman-teman dari suku dan agama yang berbeda, mereka memperlakukan saya selayaknya saudara, mereka tidak pernah mempersoalkan identitas saya, baik itu suku maupun agama bahkan kita hidup damai dan saling berdampingan. Selain itu juga, di kota ini saya sudah melihat tempat-tempat ibadah yang beragam, mulai dari mesjid hingga pura yang sama-sama megah dan selalu ramai oleh para jamaah. Itu membuat saya semakin yakin bahwa kota ini memang layak masuk kedalam posisi ketiga kota dengan nilai toleransi terbaik.
Mayoritas penduduk dikota ini memang menganut agama kristen, walau demikian umat islam disini juga memiliki peran yang sangat kuat, Walikota siantar juga ditempati oleh Umat Islam, selain itu juga terbukti dengan banyaknya organisasi dan komunitas muslim yang masih bermunculan dan terus berkembang. Salah satunya adalah Muhammadiyah. Muhammadiyah di Siantar tetap eksis sejak berdiri pada tahun 1930 lalu, bahkan mengalami peningkatan yang cukup signifikan sejak awal berdiri. Dibuktikan dengan masih aktifnya hampir seluruh cabang dan ranting Muhammadiyah di Siantar, juga dengan Amal Usaha Muhammadiyah yang terus bertambah dan ditandai dengan masih berjalannya seluruh organisasi otonom atau kita sering sebut Ortom dalam mendakwahkan Muhammadiyah di Siantar.
Sejak berdiri dikota ini, seluruh Organisasi otonom Muhammadiyah yang ada di Siantar sampai hari ini masih bisa dikatakan cukup berkembang, mulai dari Aisyiyah yang bahkan sudah mempunyai klinik kesehatannya sendiri, Pemuda Muhammadiyah yang belum lama ini melaksanakan Musyda, Hizbul Wathan dan Tapak Suci yang masih terus melahirkan kader kader baru melalui sekolah-sekolah, baik sekolah milik Amal Usaha maupun sekolah-sekolah umum lainnya di Siantar, hingga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang saat ini sedang berada difase peningkatan kader.
Berbicara tentang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau sering kita singkat dengan IMM, sampai Hari ini saya juga masih aktif menjadi salah satu kader di IMM Siantar. ortom yang satu ini memang belum lama hadir di kota ini, walau sudah beberapa kali usaha dilakukan sejak bertahun-tahun lalu, namun baru pada 2016 lalu organisasi kemahasiswaan dengan almamater merah maroon ini bisa aktif kembali. Diawal ke-aktifannya di Pematangsiantar, IMM Siantar masih dikatakan Pimpinan Cabang Persiapan, karena para kader tidak lahir dari Komisariat dan benar-benar masih sangat awam dalam ber-IMM. Bahkan di awal kebangkitannya, kader-kader disini sangatlah sedikit dan beberapa kader sama sekali belum mengetahui apa itu Muhammadiyah dan IMM. Kesulitan itu menjadi tantangan pertama bagi IMM dalam sejarah kebangkitannya.
Selain itu, beberapa tantangan yang dihadapi IMM Siantar ialah, bagaimana mempertahankan eksistensi IMM dikota dengan ikon tugu becaknya ini. karena di sini kita dapat menemukan banyak organisasi atau komunitas yang timbul dan tenggelam, karena itu IMM harus mampu menaklukkan kesulitan tersebut guna mempertahankan ikatan yang telah dibangun kembali dengan perjuangan yang sulit. Ditambah juga dengan organisasi kemahasiswaan dari rekan-rekan non muslim yang nampaknya lebih mudah mendapat kader dibanding dengan IMM. Perlu diketahui bahwasanya dikota ini jumlah kampus ada sekitar 20, dan diantaranya kebanyakan kampus yang tidak berbasis Islam.
Disadari bersama bahwa Kesulitan yang dialami para kader IMM disini mungkin lebih banyak dibanding kader IMM ditempat-tempat lain yang sudah lama ada, yang memiliki PTM, yang mayoritas penduduknya beragama islam. Namun IMM Pematangsiantar tidak menjadikan semua kesulitan ini sebagai kekurangan, justru dengan hal demikian IMM Pematangsiantar membuktikan bahwa walau masih belia, walau tak memiliki PTM sebagai sumber mencari kader, dan walau bertempat dikota dengan penduduk mayoritas non muslim, nyatanya IMM mampu bertahan dan terbukti terus berkembang.
Disamping kesulitan yang terus menerus dihadapi oleh IMM, nyatanya loyalitas tanpa batas dan keseriusan para kader IMM tidaklah bisa dipandang sebelah mata. terbukti walau diusia yang terbilang cukup belia, dikepimimpinan IMM yang pertama IMM mampu melaksanakan gerakan sosial berskala cukup besar, yaitu melakukan penggalangan dana untuk korban bencana erupsi gunung sinabung pada tahun 2017 lalu, bermodal dengan niat yang kuat dan tekad yang bulat IMM dan IPM bersama melaksanakan kegiatan sosial tersebut. Tidak hanya itu, IMM juga datang langsung untuk mengirimkan bantuan kepada para korban yang terkena dampak erupsi gunung Sinabung. Bisa dikatakan itu menjadi gebrakan awal yang cukup besar untuk IMM di Pematangsiantar.
Melalui perkenalan yang gencar dilakukan baik dimedia sosial maupun media cetak, IMM akhirnya mulai dikenal oleh khalayak luas dan mendapat tempat diberbagai pihak. Beberapa organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan juga kerap kali mengundang IMM untuk bergabung dalam berbagai diskusi dan kegiatan lainnya, Para ortom Muhammadiyah selalu membantu dan mendukung kegiatan IMM baik secara moril maupun materil. Silaturahmi yang dijalin IMM bersama organisasi lainnya semakin erat dan luas. Bersamaan dengan itu juga Keberadaan IMM tidak lagi dianggap sebelah mata.
Kabar baik lainnya juga menghampiri IMM, karena Sejak tahun 2017 silam kata “persiapan” yang menjadi embel-embel di Pimpinan cabang IMM Siantar telah dihapuskan dan IMM telah melaksanakan Musyawarah cabang perdananya. pasca musycab, IMM juga melaksanakan pelantikan yang cukup meriah, dengan mengundang Walikota beserta jajarannya, organisasi-organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan. Pelantikan tersebut benar-benar menjadi awal kepemimpinan baru dengan struktur yang baru pula, walau setiap bidang hanya memiliki ketua tanpa ada sekretaris dan anggota, namun hal yang demikian tidak menyurutkan niat para kader Cabang untuk terus berkontribusi dalam membesarkan nama IMM.
Pasca Pelantikan, progresivitas IMM bisa dikatakan luar biasa, saya berani mengatakan demikian, karena IMM melakukan gebrakan baru melalui kegiatan-kegiatan yang sama sekali belum pernah dilakukan sebelumnya, contoh seperti membuat seminar kesehatan dengan Hampir 1000 peserta yang dilaksanakan di Aula universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, kegiatan itu diapresiasi oleh banyak pihak, karena IMM berani melakukan kegiatan berskala besar ditengah keberadaannya yang bisa dikatakan cukup baru. Lagi IMM berani menggunakan aula yang tidak dari Umat Islam, Bukan tanpa alasan IMM melaksanakannya diaula tersebut, itu dikarenakan aula dengan kapasitas 1000 orang yang ada di kota ini memanglah tidak banyak, ditambah aula tersebut berada ditempat yang cukup strategis.
Selain seminar kesehatan, berbagai kegiatan gencar dilakukan kader kader IMM guna menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa IMM masih ada dan tetap ada. tidak hanya sekedar ingin diakui keberadaannya, namun IMM mengharapkan dengan adanya kegiatan kegiatan yang berlandaskan pada trilogi IMM ini, para mahasiswa/i muslim di pematangsiantar terbuka hati dan fikirannya untuk mau bergabung dan bersama membesarkan nama IMM guna mendakwahkan Muhammadiyah lebih luas lagi. harapan-harapan tersebut satu persatu akhirnya mulai terwujud, kader IMM pelan tapi pasti semakin bertambah, ideologi Muhammadiyah yang awalnya masih samar diterima oleh para kader kini semakin jelas dan mudah dipahami.
Sampai hari ini patut disyukuri bersama, bahwa IMM Pematangsiantar sudah memiliki dua komisariat, yang pertama PK IMM STAI UISU yang memang notabene nya adalah sekolah tinggi islam yang didalamnya dihuni mahasiswa/i muslim. dan kedua PK UESA, Komisariat yang satu ini adalah Komisariat yang semua kadernya adalah mahasiswa dari beberapa kampus di Pematangsiantar yang kemudian digabungkan dalam satu Komisariat. Kader-kader dari PK ini kebanyakan berasal dari kampus-kampus umum, atau dengan kata lain kampus yang mahasiswanya tidak hanya beragama islam. Dari kedua PK ini jugalah IMM semakin leluasa melebarkan sayap pergerakannya.
Diawal tahun 2020 ini IMM Pematangsiantar juga menyita perhatian banyak orang karena telah berhasil melaksanakan kegiatan Darul Arqam Madya Nasional (DAMNAS) Perdana. Perkaderan tingkat madya tersebut diikuti oleh kader-kader terbaik dari berbagai daerah, baik didalam Sumatera Utara maupun luar Sumatera Utara. Diujung penghelatan besar itu, IMM pematangsiantar melakukan konvoi menggunakan becak khas kota siantar bersama para peserta, instruktur dan elemen kepanitiaan yang terlibat.
Semua perjuangan belum berakhir dan baru saja dimulai, tantangan yang dihadapi selanjutnya juga akan lebih berat. Mengemban tugas mulia menjadi kader ikatan nyatanya adalah tanggung jawab yang besar, membawa nama IMM tidak hanya sekedar dengan almamater merah maroon bersama logo IMM didada, namun para kader harus mampu mendakwahkan Muhammadiyah sesuai dengan Al-Qur’an dan Assunah. Harus bisa mengimplementasikan religiusitas, intelektualitas dan humanitas dalam segala pergerakannya. Diusia yang masih belia, IMM Siantar harus bisa bertahan dan berkembang dengan tanpa meninggalkan identitasnya sebagai penerus estafet perjuangan Muhammadiyah dihari esok. Salam Fastabiqul Khairat! (Silvani Damanik)