Jakarta, InfoMu.co – Singapura melaporkan gelombang baru COVID-19 selama sebulan terakhir. Kasus harian meningkat dari sebelumnya 1.400 kasus, menjadi 4.000 kasus per hari. Sekitar 30 persen di antaranya adalah reinfeksi atau pasien yang kembali terpapar COVID-19. Jumlah reinfeksi ini lebih banyak ketimbang gelombang sebelumnya di angka 20 sampai 25 persen, demikian penjelasan kata Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung pada Jumat (14/4).
Jumlah pasien COVID-19 dirawat di RS juga kembali meningkat dari 80 pasien di bulan lalu, kini menjadi 220 kasus. “Ini masih jauh di bawah angka selama puncak pandemi dan jauh lebih rendah daripada jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit untuk non-infeksi COVID,19,” kata Ong Ye Kung, dikutip dari Channel News Asia.
“Kurang dari 10 pasien COVID-19 telah berada di unit perawatan intensif pada satu waktu selama sebulan terakhir,” tambahnya.
Menurutnya, hal ini menggambarkan tren gejala keparahan akibat COVID-19 terbukti sudah terlewati. Pada gelombang COVID-19 kali ini, banyak masyarakat juga sudah beraktivitas normal seperti biasanya.
“Kami tidak disibukkan dengan angka infeksi. Seperti inilah seharusnya endemisitas.”
COVID-19 disebutnya sudah berada di fase endemik, tetap menyebar tetapi dalam jumlah kasus yang rendah dan terkendali. Banyak masyarakat yang kembali terpapar saat imunitas pasca vaksinasi menurun.
Itu yang kemudian membuat negara kembali melaporkan gelombang baru.
“Virus ini endemik, artinya selalu beredar di masyarakat. Dalam situasi seperti itu, yang mendorong gelombang lokal kita bukanlah infeksi impor, tetapi infeksi ulang dari individu yang ada di masyarakat,” tambahnya.
Singapura juga mencatat kasus COVID-19 varian baru XBB.1.16. Namun, belum ada bukti apakah peningkatan kasus dipicu oleh subvarian Arcturus.
“Yang menarik sekarang adalah XBB.1.16. Ini hanya menarik karena seseorang memberinya nama seksi bernama Arcturus,” katanya.
“Tapi sebenarnya dari semua varian strain sekarang, tidak ada satu pun yang kami perhatikan sangat dominan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa salah satu dari mereka menyebabkan penyakit yang lebih parah.” (dtk)