Filantropi Sosial, Satu Keluarga Masuk Islam di Karo
Oleh Dr. Salman Nasution, SE.I., MA dan Adek Sikumbang, SH
“Laa Ikraaha fid Diin” yang artinya Tidak ada paksaan masuk dinul Islam”. Ayat tersebut termaktub dalam Al Qur’an Al Baqarah ayat 256. Ayat ini menjadi dasar bagi umat Islam tidak memaksa siapapun yang sudah beragama atau belum beragama untuk memasuki Islam. Kata Islam sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti keselamatan atau kesejahteraan. Ayat yang penulis sampaikan di atas telah dilakukan oleh beberapa pemuda Islam yang di ketuai oleh Adek Maghfirah Sikumbang atau dikenal dengan Adek Sikumbang yang memberikan aksi filantropi sosial bersama anggotanya.
Pada awal tahun 2016 yang lalu, seorang pemuda Non-Muslim mengalami tabrakan yang cukup parah sehingga mengharuskan perawatan inap di rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan yang optimal. Pemuda tersebut bernama Frendi Ginting berumur 28 tahun (sekarang) dikenal bergaul baik kepada siapapun termasuk kepada pemuda Islam (satu diantaranya Pemuda Muhammadiyah). Hal ini menjadi kebiasaan sosial masyarakat di Karo yang mengenal istilah Tuah atau keakraban, banyak kawan dan bersahabat.
Di Karo masih ditemukannya kepercayaan Pemena yaitu kepercayaan yang pertama, yang dipegang dan dipahami oleh orang-orang Karo. Adapun ajaran Pemena adalah Dibata Masyarakat Karo percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini, baik yang dapat dilihat maupun yang tak dapat dilihat, adalah merupakan ciptaan Dibata. Selanjutnya. dalam sensus penduduk BPS Karo 2020 mencatat mayoritas penduduk Karo memeluk agama Kristen sekitar 75,04% (Kristen Protestan 57,59% dan Katolik 17,46%) dari 415.878 jiwa penduduk (tahun 2019). Islam juga banyak dianut penduduk Kabupaten Karo, yakni mencapai 24.15% dan selebihnya agama Buddha 0,56%, Konghucu 0,23% dan Hindu 0,02%.
Dari sensus tersebut maka masyarakat Karo adalah masyarakat yang heterogen namun aman dan damai karena hampir tidak ditemukannya permusuhan apalagi konflik SARA (Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan). Kembali pada kondisi pemuda di rumah sakit, partisipasi dari kawan-kawan pemuda Islam pun turut serta membantu F. Ginting disaat berbaring di bangsal Rumah Sakit. Mereka secara bergantian menjaga dan membantu disaat F. Ginting memerlukan pertolongan seperti buang air kecil atau buang air besar termasuk materi. Menjaga 24 jam selama berminggu-minggu menjadi filantropi sosial pemuda Islam yang diterima F. Ginting.
Usut punya usut, kondisi keuangan keluarga F. Ginting hidup dengan penghasilan yang sangat pas-pasan. Ayah dari F. Ginting telah meninggal 4 tahun yang lalu, sehingga yang mencari nafkah adalah ibu nya yang memiliki 5 orang anak (2 perempuan dan 3 laki-laki). Pendapatan dari hasil penjualan Belo (bahasa Karo atau Sirih) di pajak sebesar 2 juta perbulan. Anak-anaknya membantu ibunya, sehingga tidak sempat menjaga F. Ginting yang di rawat di RS dengan waktu yang cukup panjang. Namun menjadi kesenangan pribadi bagi ibu Bujurmin Br Sembiring disaat anaknya dijaga oleh kawan-kawannya (pemuda Islam) tanpa memandang ekonomi apalagi agama.
Tepat pada bulan Maret 2016 lalu, dengan ucapan dua kalimat Syahadat pemuda non-Muslim telah dinyatakan kembali ke Islam (masuk Islam/mualaf) dan tanpa disangka satu keluarga dari F.Ginting juga ikut meyakini ajaran Islam sebagai ajaran Tauhid (mengesakan Allah). “Alhamdulilah, salamun’alaika” ucap ketua PDPM Karo Adek Sikumbang. Dalam surah An Nasr ayat 3 menyebutkan “Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong”. Tentunya ini adalah sikap bagi siapa saja yang ingin memeluk Islam sebagai suatu ajaran Tauhid. Pada dasarnya, orang akan mengubah dirinya disaat adanya sikap kebaikan (filantropi) yang diterimanya. Peristiwa filantropi ini pernah dilakukan oleh Rasullulah SAW. disaat menjenguk orang Yahudi yang meludahinya.
Kejadian itu (meludhai Rasulullah) terus dilakukan berulang-ulang tanpa perlawanan.
Pada suatu hari rasullulah tidak mendapati orang yang meludahinya selama ini. Nabi pun bertanya dalam hatinya, “Ke mana gerangan orang yang selalu meludahiku?”. Setelah mendapat informasi bahwa orang tersebut jatuh sakit. Rasulullah pun pulang ke rumah untuk mengambil makanan yang ada dan membeli buah-buahan di pasar, untuk menjenguk Yahudi yang tengah sakit itu. Tiba di rumah si Yahudi, Nabi mengetuk pintu masuk di kamar beliau dan akhirnya dialog pun terjadi dan satu diantara dialognya terkait ludahan yang dilakukan oleh Yahudi tersebut kepada Rasulullah.
“Wahai Muhammad, ketahuilah bahwa sejak aku jatuh sakit, belum ada seorang pun datang menjengukku, bahkan Abu Jahal sekalipun, yang telah menyewaku untuk menyakitimu, padahal aku telah beberapa kali mengutus orang kepadanya agar ia segera datang memberikan sesuatu kepadaku. Namun engkau, yang telah aku sakiti selama ini dan aku ludahi berkali-kali, justru engkau yang pertama kali datang menjengukku,” kata Yahudi itu dengan nada terharu. Keagungan akhlaq Nabi SAW telah meluluhkan hatinya. Ia pun memeluk Rasulullah dan menyatakan dirinya masuk Islam.
Kembali kepada ajaran Islam, maka nama Frendy Ginting pun diubahnya dengan nama Muhammad Umar Ginting. Nama yang tepat baginya memilih nama Umar yang dikenal satu diantara nama sahabat Rasulullah yang memiliki jiwa yang tegas dan lugas terhadap Islam. Sudah empat tahun berlalu, Islam sebagai ajaran telah disandangnya dengan perubahan yang sangat signifikan diantaranya pandai mengaji dan menjadi muazzin di satu Masjid di Karo. Beliau memiliki suara yang indah yang menggema dan selalu terdengar di udara yang menandakan waktu sholat telah tiba.
Penulis (Salman Nasution dan Adek Sikumbang) mendatangi Umar Ginting untuk melakukan mini wawancara tentang Islam yang dianutnya.
Berikut wawancara kami.
Pewancara : Apa itu Islam menurut anda?
Umar : Keyakinan bahwa Islam itu adalah esa dan tiada tuhan selain Allah.
Pewancara : Apa yang anda rasakan setelah masuk Islam?
Umar : Merasa nyaman setelah menganut ajaran Islam, karena kembali ke Islam adalah kemauan saya sendiri dan tidak ada unsur paksaan.
Pewancara : Bagaimana anada menerima Islam sebagai sebuah ajaran?
Umar : Dengan masuknya saya ke Islam, maka saya yakin bahwa Islam ini adalah ajaran yang benar dan saya meyakini itu. Niat saya suatu saat nanti bisa membangun Masjid dan menunaikan haji.
Akhlak atau diterjemahkan dalam bahasa Yunani disebut filantropi (filantropi adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain) menjadi kebiasaan para Rasulullah yang diikuti oleh para sahabat dan penerus Islam hingga saat ini. Tidak sedikit sejarah filantropi yang dilakukan umat Islam tanpa adanya motif (niat) untuk mengubah ataupun memaksa keyakinan agama lain.
Islam adalah ajaran kasih sayang, sehingga sejak nabi Adam Alaihi Salam hingga nabi Muhammad SAW. selalu melakukan gerakan filantropi, sebagaimana hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi). Maka dari itu, kebiasaan melakukan filantropi selalu diamalkan oleh pemuda-pemuda Islam termasuk diantaranya Muhammad Umar Ginting.
Beliau telah mengikuti organisasi keislaman diantaranya Pemuda Muhammadiyah di Karo dengan beragam agenda-agenda keumatan satu diantaranya adalah Al Maun atau memberi makan kepada orang-orang yang membutuhkan yang dilaksanakan setiap hari Jumat (setelah sholat Jumat) di Masjid. Agenda lainnya juga yaitu ikut berpartisipasi membantu korban meletusnya gunung Sinabung. Dakwah Islam tidak hanya pada mengucapkan kata-kata tentang Islam, namun menyeimbangkan dengan perbuatan yang baik kepada manusia tanpa memandang agama seseorang.
Bagi penulis, sikap filantropi harus diajarkan dan ditularkan kepada generasi ke generasi dengan melakukan aktifitas-aktifitas sosial seperti bergotong royong atau bekerjasama. Masih banyak masalah sosial lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat, apalagi nilai sosial sudah hampir terlupakan oleh anak bangsa disaat internet dan gadget sudah ditangan mereka sehingga mereka menjadi makhluk-makhluk individu.
Cukup banyak orang pintar dan cerdas di negeri ini yang tamatan dari dalam dan luar negeri dengan titel doktor dan professor namun belum mampu memperbaiki bangsa ini dari kejahatan ekonomi dan sosial. Maka, ini adalah tugas kita bersama, semangat selalu saudara kami Muhammad Umar Ginting, semoga nilai filantropi yang diajarkan oleh Rasulullah dan Pemuda Muhammadiyah Karo terus digerakan untuk kepentingan umat (Muslim dan Non-muslim). Semoga impian membangun masjid dan pergi haji dikabulkan oleh Allah SWT. Amiin.
Penulis Pertama adalah Dosen Perbankan Syariah FAI UMSU (0811-6150-384) dan
Penulis Kedua adalah Mantan Ketua Umum PDPM Daerah Karo (0852-7022-8112)