Aya Sohia atau Hagia Sophia pertama kali didirikan di atas pondasi atau tempat kuil pagan pada 325 Masehi, atas perintah Kaisar Konstantinus I. Putranya, Konstantius II, lalu menjadikan bangunan ini sebagai gereja Ortodoks pada 360 masehi. Hagia Sophia semula hanyalah bangunan beratap kayu dan tak semegah yang sekarang. Pada tahun 404 masehi, Hagia Sophia sempat terbakar akibat kerusuhan karena konflik politik di kalangan keluarga Kaisar Arkadios yang kemudian menjadi penguasa Bizantium pada 395-408 masehi. Selepas Arkadios mangkat, penerusnya, Kaisar Theodosis II membangun struktur kedua di Hagia Sophia. Pembangunan gereja Hagia Sophia berlanjut di masa kekuasaan Justinan I (532 M). Perbaikan dilakukan karena Hagia Sophia rusak akibat rusuh yang terjadi saat revolusi Nikka.
Setelah kerusuhan yang melanda Konstantinopel itu, Justinian I memerintahkan arsitek terkenal pada masanya, Isidoros (Milet) dan Anthemios (Tralles), untuk mendirikan ulang bangunan Hagia Sophia. Pada masa Kaisar Justinian I inilah yang paling masyhur diakui sebagai fondasi awal dari bangunan Hagia Sophia yang sekarang demikian terkenal. Pada 1453, Kekaisaran Bizantium berakhir karena ditaklukkan oleh Kerajan Usmaniyah dibawah kepemimpinan Muhammad Al Fatih atau yang lebih dikenal sebaai Sultan Mehmed kedua.
Nama Hagia Sophia ( dalam bahasa Turki disebut Aya Sophia ) masih dipertahankan oleh Sultan Mehmed II. Sebagaimana arti kata sophia dalam bahasa Yunani adalah kebijaksanaan, maka arti lengkap dari Hagia Sophia adalah tempat suci bagi Tuhan. Sultan Mehmed II mempertahankan kesucian Hagia Sophia dan hanya mengubah status fungsinya dari gereja menjadi tempat ibadah umat Islam.
Pada masa Kesultanan Usmaniyah, struktur bangunan Hagia Sophia memperoleh sentuhan arsitektur Islam. Misalnya, mihrab yang kemudian dibangun, hingga pendirian empat menara yang digunakan untuk melantunkan Adzan. Bangunan seperti madrasah, perpustakaan hingga dapur umum juga melengkapi komplek bangunan tersebut. Pada masa Kerajan Usmaniyah ini bangunan Hagia Sophia difungsikan sebagai masjid selama 482 tahun.
![](https://infomu.co/wp-content/uploads/2020/07/20200727_085230-300x168.jpg)
Untuk dana Yayasan pertama kali, Sultan Al-Fatih telah memberikan dana sebesar 14,000 keping emas. Kekayaan wakaf tersebut terus bertambah, dan dijalankan melalui wakaf produktif sehinga pada tahun 1478 terdapat 2.360 toko, 1.360 rumah, dan usaha lain sebagainya, sehingga kelangsungan masjid tersbut tidak bergantung kepada pemerintah
Setelah Kerajan Usmaniah dijatuhan oleh kelompok modernis Turki maka bentuk kerajaan dirubah menjadi negara republik Turki, maka Mustafa Kamal Atturk pada tahun 1935 merubah status bangunan Hagia Sophia dari masjid menjadi museum.
Alhamdulillah, pada masa pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan ini, Hagia Sophia diubah fungsinya kembali menjadi masjid, dengan keputusan pengadilan administrasi utama Turki, dan status Hagia Sophia yang selama 85 tahun berfungsi sebagai museum dicabut, sehingga dengan keputusan pengadilan tersebut Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid sebagaimana fungsi pertama sejak Hagia Sophia dibeli oleh Sultan Muhammad al Fatih.
Dalam surat keputusan nomor 2729 yang ditandatangani oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, 10 Juli 2020, tertulis sebagai berikut :“Keputusan Dewan Menteri tanggal 24/11/1934 dan bernomor 2/1589 tentang konversi Masjid Hagia Sophia di distrik Fatih Provinsi Istanbul, dengan keputusan Kesepuluh Lingkup Dewan Negara tertanggal 2/7/2020 dan bernomor E: 2016/16015, K: 2020/2595 dibatalkan, diputuskan bahwa sesuai dengan Pasal 35 Undang-Undang tentang Pembentukan dan Departemen Urusan Agama nomor 633 tanggal 22/6/1965 resmi dibuka menjadi tempat ibadah.”
Ada beberapa pihak yang tidak setuju dengan keputusan Presiden Turki dalam mengubah status Hagia Sophia dari muzium kepada masjid, dengan alasan bahwa bangunan tersebut sudah termasuk cagar budaya yang dilindung dan banyak dikunjungi oleh turis dari berbagai negara di dunia.
Merubah fungsi dan status dari museum menjadi masjid itu tidak akan merusak bangunan, sebab dinyatakan sebagai cagar budaya bukan karena fungsinya, tetapi karena keindahan bangunan fisiknya. Malahan dengan berubah fungsi dari museum kepada masjid seharusnya dunia berterima kasih, sebab dengan berfungsi sebagai masjid, maka pemeliharaan, perawatan bangunan tersebut akan lebih terjaga, sebab memelihara kesucian tempat beribadah merupakan ajaran agama.
Demikian juga dengan perubahan fungsi menjadi masjid, juga tidak akan mengurangi kedatangan turis dari berbagai negara, karena tidak ada larangan bagi turis untuk mengunjungi Hagia Sophia walaupun sudah berubah status dari museum kepada tempat ibadah, sebagaimana terjadi di masjid-masjid terkenal di negara muslim yang lain.
Oleh sebab itu , tindakan Erdogan dan mahkamah Turki adalah suatu tindakan yang benar, sesuai dengan fungsi bangunan ketika Sultan Muhammad al-Fatih membuka kota Istanbul. Terlebih lagi Bangunan Hagia Sophia sebenarnya telah dibeli dari pihak Patriarch Kristen Ortodoks dengan duit pribadi Sultan Abdul Hamid itu sendiri. Maka sebenarnya gereja tersebut menjadi hak milik pribadi Sultan, bukan milik pemerintah Turki, terlebih lagi pembelian tersebut tidak menggunakan duit negara atau dana dari Baitulmal.
Terdapat dua dokumen pembelian Sultan Muhammad Al-Fatih daripada Patriach Hagia Sophia. Salinan yang pertama, yang tertulis pada kulit antelope sepanjang 66 meter disimpan di Kantor Arsip Catatan Bangunan Kuno sedang dokumen yang dalam bahasa Arab, disimpan di Muzium Kesenian Turki dan Islam. Setelah pembelian tersebut, beliau telah mewakafkan Hagia Sophia menjadi masjid atas nama beliau. Maka Hagia Sophia telah menjadi masjid secara wakaf.
![](https://infomu.co/wp-content/uploads/2020/07/20200727_085259-300x191.jpg)
“Masyarakat Turki yang mendapat hak untuk bersolat di dalam Hagia Sophia itu yang dianugerahkan oleh Sultan Muhammad al-Fateh itu sendiri tidak boleh dihalang untuk menggunakan hak dan fungsinya sebagaimana yang ditinggalkan oleh Fatih Sultan Mehmet Han Foundation”, demikian dikatan oleh Hakim yang memutuskan perkara tersebut.
Dilanjutkan lagi bahwa bangunan itu tidak boleh digunakan sebagai bangunan selain dari masjid, kerana perkara tersebut telah tertulis dalam akte wakaf dari bangunan tersebut.
Sebenarnya masyarakat dunia tidak perlu membantah perubahan fungsi bangunan Hagia Sophia kepada masjid, sebab itu juga merupakan keputusan negara Turki yang tidak dapat dipengaruhi oleh negara dan Lembaga international apapun, sebab keputusan tersebut tidak menganggu kedamaian dunia, tidak menganggu negara lain, apalagi memang bangunan tersebut sudah menjadi wakaf bukan milik negara. Hanya perubahan fungsi itu harus dilaksanakan oleh negara.
Banyak negara lain yang merubah bangunan masjid yang merupakan milik umat berubah menjadi gereja, atau tempat hiburan. Sebagai contoh, Pada tahun 2019, Pemerintah Israel di Safed mengubah Masjid Al Ahmar menjadi bar dan ruang acara pernikahan, menurut laporan Al-Quds Al-Arabi.
Masjid tersebut termasuk salah satu masjid paling bersejarah di Palestina, tetapi sejak yahudi menguasai Palestina, maka gedung masjid itu pertama kali diubah menjadi sekolah Yahudi, kemudian menjadi pusat kampanye pemilu Partai Likud, kemudian dirubah menjadi gudang pakaian dan terakhir diubah menjadi klub malam. Surat kabar Al Quds Al Arabi yang berbasis di London itu melaporkan masjid itu diubah menjadi bar dan ruang acara pernikahan oleh perusahaan yang terkait dengan pemerintah kota di Israel. Namanya pun diubah dari Masjid Al Ahmar menjadi Khan Al Ahmar.
Sekretaris Safed and Tiberias Islamic Endowment Khair Tabari menjelaskan, dia telah menunggu pengadilan Nazareth mengambil keputusan terkait gugatan yang dia ajukan untuk meminta dikembalikannya masjid itu dan diserahkan pada lembaganya. “Saya telah menyerahkan dokumen untuk membuktikan kepemilikan umat Islam atas masjid itu,” kata dia yang meminta berbagai lembaga politik untuk meningkatkan kerja sama dengannya untuk menyelamatkan masjid itu dari penyalahgunan. Tetapi semua negara dan lembaga internasional diam seribu bahasa terhadap perubahan tersebut. Ini merupakan ketidak adilan masyarakat dunia.
Istana Alhambra adalah sebuah kompleks istana sekaligus benteng megah yang merupakan sisa peninggalan masa kejayaan Islam di Andalusia (kekhalifahan bani Umayyah) di Granada, Spanyol bagian selatan. Istana Alhambra berdiri di Bukit La Sabica. Istana ini dibangun pada masa kepemimpinan Dinasti Nasrid (Bani Ahmar) pada 1238-1358. Alhambra menjadi kediaman para pemimpin kerajaan dan sekaligus benteng pertahanan. Dinasti Islam ini diserang oleh pasukan gabungan raja-raja Katolik yang dipimpin oleh Raja Ferdinan V dan Ratu Isabella. Setelah berkuasa, mereka merubah masjid atau Mezquita yang ada di istana itu juga diubah menjadi Gereja Santa Maria. Selain di Granada, tercatat banyak masjid di wilayah lainnya di Spanyol yang kemudian diubah jadi gereja.
Jika kita tinjau dari kacamata sejarah, terlihat bahwa peralihan fungsi suatu bangunan merupakan hak suatu negara, dan itu merupakan keputusan yang tidak dapat dipengaruhi oleh negara lain atau badan internasiolal. Berarti keputusan Turki mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid tidak dapat digugat oleh siapapun, karena itu merupakan hak negara Turki, terlebih lagi bangunan itu merupakan wakaf umat Islam. Fa’tabiruu Ya ulil albab.