Medan, InfoMu.co – Anggota Majelis Hukum dan Hak Asasai Manusia (MHH) PP Muhammadiyah, Dr Faisal SH MHum mengatakan, maraknya konflik agraria yang kerap terjadi di beberapa daerah yang berujung kerugian kepada rakyat, seperti kasus Wadas, dan yang teranyar Rempang di Batam Kepulauan Riau, jelas menimbulkan keprihatinan mendalam bagi seluruh anak bangsa Indonesia.
“Hal ini dikarenakan negara yang seyogianya atas amanat konstitusi memberikan perlindungan, kesejahteraan, kepada rakyat, malah melakukan hal yang merugikan dan menimbulkan penderitaan bagi rakyat,” ujar Dekan Fakultas Hukum UMSU ini, Selasa (12/9).
“Pemberian hak kepemilikan oleh negara kepada pihak-pihak tertentu sah-sah saja, sepanjang tidak merugikan rakyat. Karena sejatinya negara tidak memiliki hak atas tanah, yang ada hanya hak menguasai, dan itu bertujuan untuk kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Jadi, lanjut Faisal, keliru besar jika negara mengatakan sebagai pemilik tanah. Karena Hukum Agraria telah memberi kewenangan absolut bahwa Negara tidak boleh memiliki tanah, dan rakyat Indonesia boleh memiliki tanah atas pengakuan hak milik, dan hak-hak lain yang diatur oleh Undang-undang.
“Sehingga jika negara merasa sebagai pemilik hak dan dengan sesuka hati mengambil tanah- tanah yang telah di usahai dan dikuasai rakyat, dan memberikan kepada pihak tertentu, dengan alasan apapun termasuk investasi jelas suatu perbuatan pelanggaran atas amanah konstitusi,” katanya.
“Faktanya kesejahteraan dan penghasilan masyarakat terus menurun akibat kehilangan tanah. Tanah mereka dikonversi dunia usaha atau konglomerasi menjadi investasi. Dan mirisnya, paling-paling masyarakat yang sudah kehilangan tanah itu cuma ditawarkan sebagai buruh di pusat-pusat investasi tersebut. Akhirnya bukannya menciptakan kesejahteraan di masyarakat, tetapi malah menciptakan pusat-pusat kemiskinan baru di masyarakat,” jelasnya.
Kemudian , Faisal menilai selama ini tindakan aparat penegak hukum cenderung tidak mencerminkan moto sebagai pengayom dan pelindung masyarakat dan justru terkesan berpihak kepada pemilik modal. Karena itu ia berharap kepada aparat penegak hukum harus faham tugas dan fungsinya sebagai alat negara, bukan alat penguasa dan pengusaha.
“Jangan alasan pembangunan, investasi rakyat dikorbankan, ingat investor tidak pernah mempertaruhkan jiwa raga, harta benda untuk merebut dan mempertahankan negara ini, tapi rakyat Indonesialah yang berkorban merebut dan mempertahankan kemerdekaan negara ini,” imbuhnya.
Kemudian untuk para penguasa, baik legislatif dan eksekutif yang sekarang diberikan amanah atau dipercaya oleh rakyat, Faisal mengingatkan jangan sekali kali menghianati amanah raktat tersebut.
Menurut Faisal, salah satu penyebab konflik agraria di Indonesia adalah ketika pemerintah menggunakan hukum formal sebagai instrumen penyelesaian masalah tanah. Padahal, dia menilai hukum formal yang digunakan oleh pemerintah acap kali mengabaikan asas keadilan.
Oleh sebab itu, Faisal meminta pemerintah bisa lebih bijak dan mengedepankan prinsip keadilan dalam menangani konflik agraria.
“Jangan sampai karena tidak ditangani secara bijak dan adil, konflik agraria justru malah berkembang menjadi konflik sosial,” pungkasnya. (tajdid)