Kebijakan new normal (kenormalan baru) yang digaungkan pemerintah menuai polemik. Terbaru, wacana ini mendapat sorotan dari salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah.
Muhammadiyah memandang wacana new normal menimbulkan tanda tanya dan kebingungan masyarakat.
Muhammadiyah memperingatkan pemerintah bahwa kesimpangsiuran dari new normal bisa menjadi sumber ketegangan aparat dengan rakyat.
“Bahkan, demi melaksanakan aturan, kadang sebagian oknum aparat menggunakan cara-cara kekerasan,” tulis pernyataan pers Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan nomor surat 002/PER/1.0/I/2020 Tentang Pemberlakuan New Normal, yang diunggah di laman resmi Muhammadiyah, Kamis 28 Mei 2020.
Sebagaimana diketahui, pemerintah memang masih memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di sejumlah wilayah.
Pada saat yang sama, pemerintah juga ingin melakukan relaksasi melalui kebijakan new normal.
Karena itu, Muhammadiyah mengingatkan pemerintah agar menafsirkan istilah new normal kepada masyarakat secara jelas, supaya tidak terjadi kesalahan penafsiran.
Seperti yang terjadi pada tempat umum. Di satu sisi, mal dan tempat perbelanjaan mulai dibuka, sementara masjid dan tempat ibadah masih harus ditutup.
Tentu hal-hal seperti ini bisa menimbulkan konflik antara pemerintah dan umat beserta jamaah.
Padahal, lanjut Muhammadiyah, ormas keagamaan telah konsisten untuk beribadah di rumah demi mencegah penyebaran virus corona.
Praktis, Muhammadiyah pun mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam menerapkan new normal.
“Laporan BNPB menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 masih belum dapat diatasi. Tetapi Pemerintah justru melonggarkan aturan dan mulai mewacanakan new normal. Apakah semuanya sudah dikaji secara valid dan seksama dari para ahli epidemiologi?” lanjut pernyataan yang ditandatangani Ketua Umum Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu’ti tersebut.
Bagaimanapun juga, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut meminta pemerintah untuk mengkaji ulang new normal.