Menelaah Hubungan Esensi Ibadah Kurban Dan Pandemi Covid 19
Oleh : Dr. Sulidar, M.Ag
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Periode 2015-2020.
Pendahuluan
Pandemi covid-19 hingga tulisan ini dibuat bulan Juli 2020, belum juga normal, bahkan menurut prediksi para ahli kesehatan, boleh jadi hingga Desember 2020, barulah situasinya normal. Para ahli kesehatan pada prinsipnya tidak setuju dengan istilah new-normal, atau sutuasi normal baru, karena dalam kondisi adanya pandemi istilahnya hanya da dua yaitu normal dan belum normal, atau aman dan belum aman, serta dilihat dari dampaknya perkembangan penyebaran virus kepada manusia. Jika masih banyak orang yang terkena virus ini (covid-19=Corona Virus Disease-19), maka situasi dan kondisinya belum normal atau belum aman. Oleh karenanya, mestilah waspada, dan ikutilah protokol kesehatan secara ketat, memakai masker ketika keluar rumah, selalu mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak antar sesamanya. Selanjutnya, makna kata pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana atau meliputi geografi yang luas (seluruh negara di dunia). Jadi, kalau dikatakan pandemi Covid-19, artinya virus corona 19 telah diakui menyebar luas ke seluruh negara di dunia, artinya ini adalah fakta bukan ilusi.
Umat Islam dalam menghadapi kehidupannya mestilah merujuk kepada Alquran dan as-Sunnah sebagai pedoman hidupnya (way of life), agar selamat, bahagia di dunia dan di akhirat. Salah satu solusi dalam menghadapi pandemi covid-19 adalah dengan meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan kita kepada Allah berdasarkan petunjuk Alquran dan as-Sunnah. Ada ibadah yang mesti dilakukan umat Islam pada bulan Zulhijjah 1441 H, yaitu Ibadah puasa, haji dan ibadah qurban. Menurut keputusan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, hari Raya Idul Adha 10 Zulhijjah 1441 H jatu pada tanggal 31 Juli 2020 M, berarti hari Arafah atau 9 Zulhijjah 1441 H, jatu pada tanggal 30 Juli 2020 M hal ini berdasarkan Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 01/MLM/I.0/E/2020. Sedangkan berkenaan panduannya, PP Muhammadiyah juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor 06/EDR/I.0/E/2020 Tentang Tuntunan Ibadah Puasa Arafah, Idul Adha, Kurban dan Protokol Ibadah Kurban pada Masa pandemi Covid-19.
Artikel ini berusaha mengulas bagaimana hubungan secara esensi khusus ibadah kurban dengan pandemi covid-19, tentu berdasarkan Alquran dan as-Sunnah, serta fakta yang ada di lapangan yang sedang dihadapi oleh masyarakat umumnya dan umat Islam khususnya.
Ibadah Kurban dalam Islam dan hubungannya dengan pandemi covid-19
Secara normatif, pengertian kurban: ibadah Qurban atau udhiyah ialah ibadah memotong hewan ternak (Unta/Lembu/Kambing) di hari kurban (nahar) dan hari-hari tasyriq (tanggal : 10 s/d 13 Zulhijjah) bertujuan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt untuk mengharap rida-Nya. Tekstualnya demikianlah hukum ibadah kurban, namun secara esensi atau substansinya ibadah kurban memiliki maqshid asy-syariah atau maksud diturunkan syariah oleh Allah swt. Secara esensial atau substansi, tujuan ibadah kurban bagi umat Islam adalah hanya mencari rida Allah swt. Ibadah kurban ini dimaksudkan untuk memperkuat dan memperkokoh ketaqwaan kepada Allah. Allah akan menilai ibadah ini sebagai wujud ketaqwaan hamba kepada-Nya. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.” (Q.S.Al-Hajj/22: 37).
Oleh karenanya yang menjadi sebab tertolaknya kurban salah seorang dari kedua putera Nabi Adam as. dan diterima-Nya kurban yang lain. Bukanlah suatu nilai yang tinggi dan bentuk kuantitas di mata Allah, kurban yang hanya ditinjau dari segi kuantitas, atau jumlahnya tetapi tanpa kualitas keikhlasan dan ketakwaan orang yang berkurban, maka hal itu sama saja tak ternilai di sisi Allah swt. Pada umumnya masyarakat boleh jadi menilai ibadah kurban, hanya melihat sesuatu dari lahirnya atau sesuatu yang tampak, padahal Allah swt melihat sebaliknya yaitu keikhlasan yang ada di dalam hatinya.
Selain sebagai ibadah kepada Allah swt, selanjutnya ibadah kurban adalah memberikan pesan kepada umat manusia betapa pentingnya makan daging salah satu makanan bergizi menurut ilmu kesehatan. Dengan makan daging maka tubuh kita akan sehat, tentu tata aturan makan mestilah diikuti, artinya sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan, agar tidak menjadi masalah di belakang hari, yang mengakibat timbulnya penyakit darah tinggi, kolesterol, asam urat dan lain-lain. Sebab, Rasul saw yang senantiasa makan daging tidak pernah diberitakan dalam sirah nabawi terkena penyakit seperti yang dialami masyarakat modern saat ini. Pada masyarakat modern, mengapa terjadi demikian? Jawabannya, bukan salah dagingnya, tetapi pola makan yang tidak benar, boleh jadi masyarakat terkena apa yang disebut dengan sifat dan perilaku tamak, serakah dan rakus dalam hal makanan. Islam memberikan memberikan panduan yang sangat bagus, yakni tidak boleh berlebihan dalam melakukan sesuatu, sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Dalam Q.S.al-A’raf/7:31, Allah swt berfirman: ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Pada masa pandemi covid-19 saat ini, dengan makan daging sebagai salah satu solusi agar tubuh kita tetap sehat dan prima, dengan sehatnya tubuh kita tentu akan tahan terhindar dari berbagai penyakit yang akan menyerang, termasuk virus corona 19. Bahkan orang-orang fakir miskin, karena gak mampu beli daging, gak perlu khawatir, sebab dengan ibadah kurban, sohibul kurban akan membagikan secara merata daging-daging kurban tersebut. Hal ini, karena mereka (orang yang miskin sebagai peminta-minta) memiliki hak sebagaimana tertera dalam Q.S.al-Hajj/22:36, dalam ayat ini dijelaskan cara membagi daging kurban itu kepada 3 bagian, yaitu: (1) memakan daging qurban untuk si Qurban, (2) diberikan kepada al-Qani’ orang yang tak mau meminta-minta (termasuk orang yang dihormati), dan (3) al-Mu’tar, orang yang meminta-minta. Artinya berikan daging kurban itu kepada lingkungan kita, terutama fakir miskin, baik diminta maupun tidak diminta. Boleh juga pada orang yang kita kehendaki, kaya atau miskin, tokoh agama, masyarakat atau rakyat biasa.
Jika ditelaah, maka memahami ibadah kurban bukan semata-mata ibadah individual. Ibadah kurban sebagai ibadah yang secara khusus dilaksanakan sekali dalam setahun dalam hitungan bulan Qamariyah, tepatnya pada hari besar Islam yaitu Idul Adha, merupakan ibadah sosial yang manfaatnya luar biasa. Ibadah kurban termasuk hari raya besar dalam agama Islam. Istilah hari besar Islam untuk Idul Adha ini setidaknya ada 3 latar belakangnya; Pertama, pada hari itu kaum muslim melakukan salat sunat Idul Adha. Kedua, adanya perhelatan agung yaitu ibadah haji di Makkah, yang ini hanya diwajibkan sekali seumur hidup untuk umat Islam. Ketiga, dalam momentum ini pula, ada peristiwa penyembelihan hewan kurban. dengan tiga latar belalkng inilah maka hari raya itu, tersebut lebih istimewa, ketimbang hari raya Idul Fitri, yang jika di negara Timur Tengah dirayarakan secara istimewa, namun berbeda dengan di Indonesia, lebih istimewa hari raya Idul fitri.
Kembali kepada ibadah kurban, yang memiliki nilai ibadah individual dan sosial, yang hukumnya sunnah muakkadah, atau sunnah yang dikuatkan untuk melakukannya. Pada masa pandemi cobid-19, dan merujuk Surat Edaran Nomor 06/EDR/I.0/E/2020, khususnya anjuran agar bagi umat Islam yang memiliki kemampuan ekonomi, untuk berkurban dan juga berinfak untuk membantu mereka yang sedang sangat membutuhkannya, yakni mereka yang terkena dampak ekonomi akibat pandemi covid-19. Sebagaimana hadis yang sangat populer, orang paling dicintai Allah atau sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada sesamanya. (خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ), hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni, dan hadis ini dihasankan oleh Muhammad nashiruddin al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289. Dengan demikian, kita umat Islam dianjurkan untuk senantiasa saling tolong menolong kepada sesamanya, menyebarkan kedamaian, kegembiraan, dan kebahagiaan, janganlah umat Islam menyebarkan kegaduhan apalagi permusuhan, yang mengakibatkan kerusakan dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan itu, subtansi atau esensi ibadah kurban pada masa pandemi covid-19 ini memberikan pelajaran kepada umat manusia umumnya, dan umat Islam khususnya. Pelajaran kepada umat manusia, bahwa umat Islam telah memberikan kontribusi yang sangat luar biasa kepada sesamanya melalui setiap ibadah yang dilakukannnya, sebab ibadah yang dilakukan umat Islam, memiliki nilai dimensi individu dan dimensi sosial. Pelajaran bagi umat Islam adalah agar ibadah yang dilakukan akan memperkuat dan memperkokoh keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, serta menyadari betapa manusia memiliki tanggungjawab tidak saja individu, tetapi juga sosial, inilah yang dikenal dengan sebutan “hablum minallah wa hablum minannas”, jika ini dilakukan secara baik, maka umat Islam akan terhindar dari 3 keburukan; yaitu 1. Kehinaan di mana saja berada, 2. Murkan Allah, dan 3. Kemiskinan atau kemelaratan, perhatikan Q.S.Ali Imfan/3:112. Semoga kita tetap istiqamah menjalankan aturan Allah dan Rasul-Nya, yang pada akhirnya, kita akan senantiasa dilindungi oleh Allah swt., dibei ma’unah, rahmah, keberkahan dan dimurahkan rezekinya.
Penutup
Umat Islam memiliki konsep yang jitu dalam menghadapi segala situasi dan kondisi kehidupan yang tidak menentu, sebab umat Islam yakin semua yang terjadi di dunia ini, pasti atas izin Allah swt, dengan demikian maka Allah swt, tidak akan memberikan kepada hamba-Nya sesuatu yang tidak mampu dipikulnya. Segala ujian akan diberikan kepada umat Islam untuk menyeleksi siapa yang iman dan amal salihnya yang terbaik, tentu diberikan sesuatu yang terbaik juga kepada hamba-Nya itu. Wallahu a’lam bissawab.