Kyai Dahlan dan Ikhtiar Memperbanyak Bid’ah Sosial
Oleh: Dr. Nurbani Yusuf
Bersyukur ada kajian Ahad pagi, sebab baca surah Yasin dan nderes al Kahfi di malam Jumat diragukan sahihnya.
Tapi bagaimana dengan kajian Ahad pagi? Bisakah disebut tasyabuh karena menyerupai sebuah kaum?
Bukankah Nabi saw pernah bersabda: Bahwa hari Jum’at buat kaum muslimin, hari sabat (Sabtu) buat kaum Yahudi dan Ahad buat kaum Nasrani?
***
Saya tak sedang menyoal tentang bid’ah. Selain tak punya kapasitas, bahasan ini sudah berlangsung selama 14 abad lebih tak kunjung usai.
Ratusan bahkan ribuan kitab dan risalah sudah di tulis. Jadi baiknya saya tak bahas yang beginian,
Salat tarawih dikerjakan berjamaah juga bid’ah, bukankah salat tarawih dikerjakan secara TSM (terstruktur, terencana, dan masif) baru ada semenjak masa khalifah Umar Ibnul Khattab.
Ketika melihat puluhan kaum muslimin di masjid salat sunah malam Ramadan tak beraturan, dia lantas kumpulkan dalam satu jamaah di bawah imam Ubay bin Kaab. Inilah bid’ah yang paling aku sukai kata Khalifah Umar Ibnul Khattab.
Banyak bid’ah yang direkomendasikan Sayidina Umar. Kodifikasi Alquran adalah usulan agungnya, konon Khalifah Abu Bakar ra sempat menolak keras sebab tak ada pesan dan uswah dari Nabi saw membukukan Alquran dalam satu kitab. Ini adalah bid’ah yang nyata.
***
Beberapa gagasan dan ide Sayidina Umar Ibnul Khattab kemudian dikuatkan dengan turunnya wahyu, salah satunya:
Menjadikan maqam Ibrahim as sebagai tempat salat, tidak mensalati kaum munafiqin ketika mati, usulan hijab pada para istri nabi, ketika para istri bersekongkol minta tambahan nafkah Sayidina Umar berkata:
“Jika nabi menceraikan kamu semua maka Tuhannya akan memberinya ganti yang lebih baik dan lebih saleh dari kalian”, yang kemudian dikuatkan dalam QS. at Tahrim, Imam As Sayuthi bahkan menyebutnya ada dua puluhan lebih yang disebutnya sebagai muwâfaqatu ‘umar, termasuk ijtihadnya membikin bait amal.
Sebagian ulama salafi berkata: “Berorganisasi juga bid’ah, bukankah pada zaman nabi dan salaf saleh tak ada organisasi, begitu juga dengan kultum bada salat tarawih yang terus menerus dikerjakan dengan waktu tertentu bulan tertentu tema tertentu berpotensi menyalahi sunah?
Bukankah memilih pemimpin dengan cara pungut suara adalah bid’ah yang nyata?
Berbagai bid’ah terus meruak: menerjemah Alquran, kodifikasi hadis, perayaan maulid nabi, menjadwal imam dan khatib, sidang isbath, ramai-ramai lihat rembulan untuk menetapkan awal bulan, bikin seminar dan edaran produk fatwa, bikin pamflet.
Juga banner ucapan selamat berpuasa, buka bersama, seremoni santunan fakir miskin, bikin panti asuhan, Ramadan berbagi hingga kultum subuh, halalbihalal, mudik Lebaran, hari raya ketupat dan entah apalagi.
Mungkin mancing ikan di kolam dan piara burung berkicau juga bid’ah, sebab tak ada dalil dan uswah dari Nabi saw.
***
Kyai Dahlan bikin geger ketika pertama kali beliau khotbah Jumat menggunakan bahasa lokal di mana Nabi saw selalu menggunakan bahasa Arab.
Bahkan ketika pertama kali bikin sekolah yang mengajarkan ilmu hitung dan ilmu ukur dianggap tasyabuh karena mirip sekolah PAROKI.
Tahun 1922, di hadapan rapat pimpinan dan anggota Horberstuur Muhammadiyah, Kyai Soedja’ dilawan habis. Usulan proposal pendirian roemah sakit yang diusulkannya ditolak sebagian besar hadirin.
Tidak sedikit yang mengembalikan kartu anggota. Sebab berobat dengan cara disuntik adalah cara kompeni.
Kyai Dahlan banyak bikin bid’ah. Gus Dur pernah berkata: kemenangan Muhammadiyah atas NU adalah kemenangan dialektik, yang awalnya dibantah, disesatkan, di-tasyabuh-kan kemudian dibenarkan dan ditiru ramai-ramai.
Bikin rumah sakit, mengumpulkan anak yatim di panti asuhan, sekolah dengan sistem klasikal, majelis PKO, meluruskan kiblat pakai kompas dan hitung falak awalnya di-bid’ah-kan, kemudian dibenarkan dan ditiru ramai-ramai.
***
Buya Yunahar Ilyas berfatwa bagus: “Tidak ada bid’ah dan tasyabuh dalam ibadah ghairu mahdhoh.”
Tapi sayang fatwa ini tak banyak dipahami hingga hanya ada satu pemahaman: apa pun yang tak ada dalil dan tuntunan dari Nabi saw divonis bid’ah.
Dengan tidak membedakan apakah itu ibadah mahdhoh atau ghairu mahdhoh semua disamaratakan alias generalisasi.
Di atas semua itu: Inilah bid’ah yang aku sukai, kata Sayidina Umar ra. (*)