Satu Juta Warga Miskin di Sumatera Utara :
Tanggung Jawab Siapa
Oleh : Safrin Octora
Beberapa surat kabar yang terbit di kota Medan, beberapa hari yang lalu memberitakan bahwa jumlah warga miskin di Sumatera Utara mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tepatnya jumlah penduduk miskin mencapai 1.321.426 KK, dengan tingkat akumulasi tertinggi ada di kabupaten Langkat, Deli Serdang dan Kota Medan.
Miris rasanya membaca berita itu. Ini mengingat Sumatera Utara umumnya dan ketiga daerah tersebut khususnya merupakan daerah yang sangat terkenal dengan pertumbuhan ekonominya yang besar sejak dahulu kala. Pada zaman dahulu misalnya, orang orang menyebut Medan dan Deli Serdang sebagai daerah dollar. Sejak zaman Belanda, Medan dan Deli Serdang merupakan daerah yang memiliki lahan perkebunan yang luas dengan tanaman ekspor seperti tembakau yang dikenal dengan nama dagang “tembakau deli”, dan karet. Sementara Langkat adalah wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam seperti minyak dan perkebunan. Potensi perkebunan itu masih tetap ada terutama di Deli Serdang dan Langkat, hingga saat ini
Selain dari sektor perkebunan dan minyak bumi, ketiga daerah ini juga memiliki potensi lain yang berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakatnya. Untuk krasanya tidak percaya ota Medan misalnya, sektor jasa merupakan potensi yang sangat luar biasa yang memberikan kontribusi untuk pendapatan daerah. Sementara itu untuk Langkat dan Deli Serdang, potensi perikanan tangkap dan budidaya, serta wilayah pertanian yang subur dan luas untuk menghasilkan padi dan tanaman lain, merupakan potensi yang sangat luar biasa.
Namun melihat angka kemiskinan di Sumatera Utara dan tiga daerah tersebut yang tinggi tersebut, perasaan tidak percaya muncul, apa mungkin terjadi di daerah ini dan siapa yang harus bertanggung jawab untuk mengatasi hal ini.
Untuk pertanyaan pertama, tidak perlu kita cari jawabannya. Fakta yang tertulis di beberapa dan tidak perlu diperdebatkan lagi.
Untuk pertanyaan kedua, menurut pandangan penulis ada tiga fihak yang sangat berperan untuk mengatasi kemiskinan tersebut, yaitu pemerintah daerah, korporasi dan lembaga keagamaan.
PEMERINTAH
Pemerintah baik itu di tingkat provinsi maupun kabupaten kota adalah lembaga yang paling berkompeten untuk mengatasi kemiskinan di masing-masing daerah. Hal ini disebabkan karena pemerintah pemerintah tersebut telah memiliki mandat yang diberikan warga melalui pemilihan kepala daerah. Mandat politis yang diberikan rakyat itu seharusnya dapat digunakan para kepala daerah untuk mengatasi kemiskinan di masing-masing daerahnya.
Untuk mendukung pelaksanaan madat politis tersebut, masing masing daerah memiliki APBD yang cukup besar dan bisa digunakan untuk menekan angka kemiskina dan peningkatan kesejahteraan warganya. Untuk provinsi Sumatera Utara besar APBD mencapai Rp.12,4 triliun. Kota Medan dengan besar APBD Rp.6,18 triliun. Kabupaten Deli Serdang dengan APBD Rp.4,5 triliun. Sedangkan Langkat dengan APBD Rp.1,9 triliun. Melihat besarnya APBD dari masing masing daerah, rasanya mustahil bila terjadi peningkatan warga miskin di Sumatera Utara dan dua kabupaten dan kota yang ada.
Sementara itu untuk menjalani aktivitas pengentasan kemiskinan, masing masing pemerintah daerah baik itu tingkat provinsi, kabupaten maupun kota memiliki satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan jaringan birokrasi yang luas hingga ke desa. Paling tidak ada beberapa SKPD yang bersinggungan dengan upaya pengentasan kemiskinan. SKPD itu antara lain Dinas Sosial, Dinas Koperasi, Dinas Perdagangan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan. Bila dinas-dinas itu bersinergi dengan pengarahan gubernur, bupati dan walikota dan dukungan APBD yang besar, kemiskinan yang melanda Sumatera Utara itu akan tinggal menjadi sejarah.
Selain itu birokrasi negara yang sampai hingga ke wilayah pedesaan, memungkinkan upaya mencari akar permasalahan kemiskinan dan pengentasannya tinggal menunggu waktu.
KORPORASI
Selain pemerintah, korporasi baik itu korporasi pemerintah yang berada di bawah jaringan BUMN dan BUMD dan korporasi swasta memiliki peran dalam mengatasi kemiskinan. Ini disebabkan karena korporasi itu secara ekonomi menjalankan bisnis yang menguntungkan. Dengan demikian sudah sewajarnya keuntungan yang didapat disisihkan sebagian untuk program pengentasan kemiskinan.
Hal ini juga selaras dengan UU No.40\2007 tentang Perseroan Terbatas, dimana salah satu pasalnya mewajibkan setiap perusahaan untuk menyisihkan 2-3 % dari keuntungan yang didapat untuk program tanggung jawab perusahaan (CSR). Salah satu program tanggung jawab sosial tersebut pengentasan kemiskinan
Namun program tanggung jawab perusahaan tidak perlu dilakukan sendiri oleh korporasi. Karena pada dasarnya korporasi tidak memiliki pengalaman yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Sementara pada sisi lain, terdapat banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memiliki masyarakat binaan dan di program pemberdayaan masyarakat. Sehingga menyerahkan dana CSR untuk program pengentasan kemiskinan kepada lembaga-lembaga seprti itu dapat dilakukan, namun tetap dalam supervisi yang ketat oleh korporasi. Dengan demikian dana-dana CSR yang cukup besar itu dapat berperan dalam mengurangi angka kemiskinan di Sumatera Utara.
LEMBAGA AGAMA
Unsur ketiga yang dapat berperan dalam mengatasi kemiskinan, adalah lembaga agama. Di wilayah-wilayah perkotaan misalnya, banyak lembaga lembaga agama seperti mesjid untuk ummat Islam, yang memiliki dana dari sumbangan masyarakat yang cukup banyak, namun tidak tepat penggunaannya. Dana itu hanya tersimpan dalam kas mesjid dan biasanya digunakan untuk kepentingan mesjid seperti mempercantik mesjid dengan mengganti cat ataupun mengganti karpet yang belum perlu.
Dana-dana mesjid yang besar itu sudah seharusnya direlokasi untuk pengentasan kemiskinan paling tidak untuk jamaah dan warga yang ada disekeliling. Dengan pengawasan yang ketat dan arahan manajemen yang terencana, dana tersebut bisa dijadikan modal bagi warga dan jamaah yang membutuhkan. Sehingga akan tumbuh usaha usaha kecil yang berpotensi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Lagi pula apakah tepat, kita memperindah mesjid, sementara banyak jamaah dan warga sekitar yang masih dalam keadaan miskin.
KESIMPULAN
Kemiskinan itu sebenarnya mimpi buruk pada suatu daerah seperti Sumatera Utara yang memiliki potensi sumber daya alam dan ekonomi yang besar. Namun diperlukan “political will” ataupun kemuan dari para pihak yang terkait seperti pemerintah, korporasi maupun lembaga agama. Bila ketiga unsur ini mau bekerja dengan serius, maka kemiskinan yang ada di Sumatera Utara akan menjadi masa lalu. Semoga.