BERKOMUNIKASI DEMI KEPENTINGAN ORGANISASI
Oleh : Haedar Nashir ( Ketua Umum PP Muhammadiyah )
Muhammadiyah itu organisasi Islam tertua yang sangat besar, sehingga radius pergerakannya luas sekali. Muhammadiyah bukan organisasi kecil dan pinggiran. Muhammadiyah jangan disamakan dengan ormas lain maupun lembaga-lembaga civil society yang lahir di kemudian hari seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi lokal.
Muhammadiyah secara ideologis sebagai Gerakan Islam yang memiliki misi besar yaitu dakwah dan tajdid dengan usaha yang cakupannya berbagai aspek kehidupan. Daya jelajah gerakan Muhammadiyah sangatlah luas dari tingkat lokal, nasional, regional, hingga global. Pemikiran, sistem gerakan, dan amal usaha Muhammadiyah sangatlah kokoh dengan bingkai Risalah Islam Berkemajuan.
Karenanya wajar dan menjadi keniscayaan jika hubungan organisasi yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan ini sejak awal hingga saat ini jangkauannya luas sekali. Para pimpinan Muhammadiyah terbiasa dan tidak ada kendala berkomunikasi dengan Presiden, para Menteri, pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara, tokoh partai politik, serta pala elite bangsa dan dunia. Itulah kekuatan organisasi Islam dengan tradisi besar!
*DNA Muhammadiyah*
Muhammadiyah sejak awal memiliki hubungan luas dengan organisasi manapun. Kiai Dahlan pelopor dalam pergaulan yang luas. Sejak awal Muhammadiyah menjalin hubungan baik dengan kalangan Sarekat Islam, Boedi Oetomo, Taman Siswa, organisasi keagamaan Kristen dan Katholik, dan lainnya.
Kiai Ahmad Dahlan bergaul luas dengan Tjokroaminoto, dr Soetomo, dr Wahidin Soedi- rohusodo, Agus Salim, Alimin, Semaun, dan bahkan menjadi guru informal (inthilan, dzawil qurba) Soekarno muda. Kiai Dahlan berkomunikasi baik dengan tokoh Kristen dan Katholik dari Magelang maupun dokter-dokter Belanda. Kiai Dahlan dekat dengan Sultan Hamengkubuwono VII dan bahkan menjadi Penghulu Kraton Yogyakarta.
Tokoh-tokoh Muhammadiyah setelah itu juga menyambung tradisi hubungan dan komunikasi insklusif dengan berbagai pihak. Kiai Mas Mansur selain dekat dengan tokoh Islam lain sampai menggagas lahirnya PII (Partai Islam In- donesia) dan Masyumi, juga dengan tokoh nasionalis. Mas Mansur masuk tokoh Empat Serangkai bersama Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hajar Dewantara untuk persiapan kemerdekaan di era pemerintahan Jepang.
Ki Bagus Hadikusumo menjadi Anggota penting di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Per- siapan Kemerdekaan (BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam persiapan kemerdekaan Indonesia, termasuk menjadi tokoh sentral dalam mencari solusi soal Piagam Jakarta bersama Kasman Singadimedjo.
Kiai Badawi sangat dekat hubungannya dengan Presiden Soekarno, di saat situasi politik sangat genting di era akhir tahun 1950an dan awal tahun 1960an. Ketua PP Muhammadiyah tersebut tetap menjaga hubungan dan komunikasi baik dengan Presiden. Padahal ketegangan politik sangatlah tinggi dan problematik yang berujung pembubaran Masyumi serta tragedi G30S/PKI tahun 1965. Muhammadiyah saat itu bahkan memberikan anugerah DR (HC) kepada Soekarno di bidang pemikiran tauhid.
Pak AR Fakhruddin yang memimpin Muhammadiyah sangat lama karena belum ada pembatasan masa kepemimpinan saat itu, dikenal dekat dengan Presiden Soeharto. Di kala pemimpin Orde Baru itu menerapkan kepemimpinan otoriter, depolitisasi Islam, dan penerapan asas tunggal Pancasila yang sangat ditentang umat Islam; Ketua PP Muhammadiyah itu masih tetap berkomunikasi baik dengan Soeharto.
Kesimpulannya para pemimpin puncak dan tokoh Muhammadiyah sejak era awal sampai selanjutnya senantiasa menjalankan amanat kepemimpinannya melaksanakan hubungan dan komunikasi baik dengan para tokoh puncak pemerintahan dan organisasi lain demi kepentingan Muhammadiyah. Mereka tidak ada kendala berhubungan dan berkomunikasi, termasuk datang ke Istana Presiden maupun menemui tokoh lain dengan jiwa dan kepribadian Muhammadiyah yang kokoh dan fleksibel.
Para pimpinan Muhammadiyah luas dan luwes, kata Prof Malik Fadjar. Tidak ada yang dikorbankan dalam berhubungan dan berkomunikasi dengan Presiden dan tokoh pemerintahan maupun tokoh lainnya di Republik ini. Marwah dan muruah diri serta organisasi tetap terjaga baik. Di situlah DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) yang menjadi ciri kuat serta darah daging Muhammadiyah.
Kalau serba alergi dan anti komunikasi dengan pihak luar, justru tidak mencerminkan Muhammadiyah. Sekadar membawa selera sendiri. Apalagi dengan menyebarluaskan kebencian dan politisasi dalam hal relasi dan komunikasi dengan pihak lain, termasuk dengan pemerintah. Jangan bawa Muhammadiyah ke lorong sempit, kata Buya Syafii Maarif.
*Karakter Muhammadiyah*
Muhammadiyah sebagai organisasi melalui berbagai pemikiran keislaman dan ideologi gerakannya juga bersifat insklusif atau terbuka. Islam mengajarkan silaturrahmi, ta’awun, dan menjalin kerja sama dengan dasar iman, takwa, kebaikan, dan nilai-nilai luhur ajaran Islam lainnya. Misi menyempurnakan akhlak mulia dan menebar rahmatan lil-‘alamin itu sangatlah luas. Islam sebaliknya melarang Muslim memutuskan silaturrahmi, ghibah (menggunjing), tashahar (menganggap rendah orang lain) laqab (memberi julukan-julukan buruk), shuu-dhan (buruk sangka), fitnah, serta sifat-sifat buruk lainnya dalam berhubungan dan berkomunikasi dengan pihak lain.
Muhammadiyah memiliki orientasi kemasyarakatan yang luas. Dalam Muqaddimah AD Muhammadiyah poin kedua disebutkan, bahwa “Hidup manusia bermasyarakat.”. Bacalah sifat-sifat tengahan, luwes, dan terbuka pada Kepribadian Muhammadiyah berikut ini: (1) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan; (2) Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah; (3) Lapang dada, luas pandangan, de- ngan memegang teguh ajaran Islam; (4) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan; (5) Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah; (6) Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik; (7) Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai dengan ajaran Islam; (8) Kerja sama dengan golongan Islam mana pun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya; (9) Membantu pemerintah serta bekerja sama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.; dan (10) Bersifat adil serta korektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) tentang Kehidupan Bermasyarakat disebutkan, “Dalam hubungan-hubungan sosial yang lebih luas setiap anggota Muhammadiyah baik sebagai individu, keluarga maupun jama’ah (warga) dan jam’iyyah (organisasi) haruslah menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung tinggi nilai kehormatan manusia, memupuk persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan, mewujudkan kerja sama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin, memupuk jiwa toleransi, menghormati kebebasan orang lain, menegakkan budi baik, menegakkan amanat dan keadilan, perlakuan yang sama, menepati janji, menanamkan kasih sayang dan mencegah kerusakan, menjadikan masyarakat yang shalih dan utama, bertanggung jawab atas baik dan buruknya masyarakat dengan melakukan amar makruf dan nahi munkar, berusaha untuk menyatu dan berguna/ bermanfaat bagi masyarakat, memakmurkan masjid, menghormati dan mengasihi antara yang tua dan yang muda, tidak merendahkan sesama, tidak berprasangka buruk kepada sesama, peduli kepada orang miskin dan yatim, tidak mengambil hak orang lain, berlomba dalam kebaikan, dan hubungan-hubungan sosial lainnya yang bersifat ishlah menuju terwujudnya masyarakat utama yang diridlai Allah SwT.”.
Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, PHIWM pada poin kesatu, digariskan agar “Warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian dan tidak boleh apatis (masa bodoh) dalam kehidupan politik melalui berbagai saluran secara positif sebagai wujud bermuamalah sebagaimana dalam bidang kehidupan lain dengan prinsip-prinsip etika / akhlak Islam dengan sebaik-baiknya dengan tujuan membangun masyarakat utama yang diridlai Allah SWT.”. Dalam poin dua PHIWM antara lain disebutkan agar warga Muhammadiyah “mementingkan ukhuwah Islamiyah dan prinsip-prinsip lainnya yang maslahat, ihsan, dan ishlah.”. Sementara pada poin ketiga, disebutkan “Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa sebagai wujud ibadah kepada Allah dan ishlah serta ihsan kepada sesama, dan jangan mengorbankan kepentingan yang lebih luas dan utama itu demi kepentingan diri sendiri dan kelompok yang sempit.” Dalam poin keenam PHIWM ditegaskan, “Menggalang silaturrahim dan ukhuwah antar politisi dan kekuatan politik yang digerakkan oleh para politisi Muhammadiyah secara cerdas dan dewasa..
Jadi berhubungan dan berkomunikasi dengan pihak luar secara terbuka dan luwes dengan menjaga prinsip gerakan, sungguh menjadi karakter Muhammadiyah sejak awal sampai saat ini dan hingga kapan pun. Hal itu melekat dengan prinsip dasar dan kepribadian Persyarikatan Muhammadiyah. Jika karakter kemuhammadi- yahan tersebut benar-benar dipahami, dihayati, dan diimplementasikan secara jujur dan jernih tanpa pretensi subjektif yang sempit. Kalau serba rumit, picik, dan serba anti hubungan maka bukanlah karakter Muhammadiyah.
Karenanya menjadi naif dan kerdil kalau ada yang tidak suka dan apalagi menghalangi para pimpinan Muhammadiyah berhubungan dan berkomunikasi dengan berbagai pihak di luar. Termasuk berkomunikasi dengan pihak pemerintah dalam berbangsa dan bernegara demi kepentingan organisasi. Bersikaplah kesatria dan terbuka. Janganlah menjadi katak dalam tempurung dalam bermuhammadiyah dan membawa Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang besar di kancah pergaulan luas.. (***)