KHGT dan Ketiadaan Pembandingnya
Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar – Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU
Maksud judul di atas adalah, bahwa KHGT yang akan dilaunching dan digunakan Muhammadiyah telah dikonstruk sedemikian rupa yang kini telah tersedia bentuk prototipe kalendernya yang dapat diuji dan dianalisis oleh siapa saja, alias ‘barang’nya sudah jadi, bukan semata berbentuk teori dan narasi. Namun dalam faktanya hingga kini belum ada pembanding yang sama atas KHGT yaitu dalam bentuk konsep dan bentuk kalender semisal yang berskala global (baik single atau dual) untuk dikomparasi guna melihat keunggulan dan
kekurangan masing-masing.
Kriteria MABIMS 3-6.4 yang digadang-gadang satu pihak lebih baik dari KHGT kenyataannya hingga kini belum berbentuk konkret, ‘barang’nya belum ada, alias masih sebatas teori dan narasi. Ini penting agar dalam prosesnya umat punya referensi, punya pilihan, dan punya perbandingan, tidak semata KHGT dikritisi tanpa ada pilihan dan
opsi pembandingnya.
Seperti diketahui, seiring semakin dikenalnya KHGT di tengah masyarakat, selain mendapat dukungan, kritikan juga terus berdatangan dari berbagai pihak. Ada yang mengkritisi secara literasi dan secara ilmiah-substansi, ada pula yang mengkritisi secara tendensi. Namun hal yang tidak ideal-kompatibel adalah KHGT yang notabenenya konsep global kerap dilihat dan dikritisi dalam sudut pandang lokal dan dengan keinginan lokal. Diantaranya seperti diketahui parameter KHGT 5-8 yang penerapannya saat pertama kali dan dimana saja di dunia yang berkonsekuensi akan terjadi di tempat (negara) lain, terutama kawasan timur, posisi hilalnya akan amat rendah dan bahkan di bawah ufuk. Maka jika di lihat dan dipahami dalam perspektif lokal tentu hal ini bermasalah.
Namun seperti diketahui keterpenuhan imkan rukyat 5-8 dalam KHGT adalah di satu tempat tertentu pertama kali dan tidak memestikan di tempat-tempat lainnya terpenuhi. Cara pandang global KHGT adalah berangkat dari prinsip dan paham fikih yang dikenal dengan matlak global atau ittihād al-mathāli’ yang bersumber dari hadis-hadis Nabi Saw.
Secara sederhana hadis-hadis rukyat menegaskan tatkala hilal terlihat di suatu tempat maka keterlihatan itu berlaku dan diberlakukan untuk semua umat Islam. Secara eksplisit maupun implisit hadis-hadis rukyat tidak mengindikasikan, apatah lagi meniscayakan, keterlihatan hilal (atau imkan rukyat) mesti terjadi di tempat lain. Motif utama hadis-hadis Nabi Saw sebagaimana dipahami para ulama adalah terjadinya rukyat di suatu tempat lalu menjadi panduan untuk semua umat Islam, tujuannya tidak lain untuk persatuan.
Di era modern, penerapan KHGT yang bersumber dari prinsip matlak global dan dari konteks global hadis-hadis rukya tidaklah sederhana. Secara astro-geografis, imkan rukyat 5-8 atau keterlihatan hilal di suatu tempat di muka bumi menyebabkan di tempat lain posisi hilal akan sangat rendah, bahkan di bawah ufuk. Lalu, apakah ini bermasalah? Bagaimana solusinya? Ijtihad dalam KHGT adalah, selain terpenuhinya 5-8, disyaratkan pula di seluruh muka bumi telah terjadi ijtimak, selain syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lainnya (sebagaimana dalam prinsip, syarat, dan parameter KHG). Ijtimak merupakan standar esensial-substansial bahwa peredaran bulan mengelilingi bumi telah sempurna (hattā ‘āda kaal-‘urjūn al-qadīm), dan ijtimak sendiri merupakan hal niscaya lagi definitif (tsawabit) dalam perkalenderan Islam.
Dengan segenap penjabaran yang terangkum dalam prinsip, syarat, dan parameter KHGT pada akhirnya terbentuklah kalender global versi KHGT, yang karenanya setiap orang dapat menganalisisnya, melihat kekurangannya, mengkritisinya, dan memberikan masukan. Namun persoalannya, ada kritik non-substansi tanpa henti yang kerap dialamatkan kepada KHGT yang berasal dari seorang oknum (pakar) yang mewakili lembaga negara BRIN dan Kemenag RI.
Hal yang paradoks adalah praktis sang pakar ini lebih mengedepankan narasi negatif dan pesimismenya atas KHGT ketimbang menganalisis secara ilmiah. Praktis tidak ada apresiasi dan rasa hormat atas pilihan ijtihad KHGT Muhammadiyah, padahal posisi sang pakar tak lebih hanya periset dan anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag RI.
Kembali kepada konteks ketiadaan pembanding atas KHGT, idealnya sang pakar BRIN/Kemenag RI ini dapat merumuskan dan mengusulkan satu konsep global kalender yang implementatif dengan kriteria MABIMS 3-6.4, berikutnya disiapkan dan diperjelas bentuk kalendernya (single atau dual ?) Kalender Kemenag RI yang diklaim sebagai contoh kalender global kenyataannya belum ada kejelasan single atau dualnya, pun kalender kriteria
MABIMS 3-6.4.
Lalu parameter atau kriterianya, jika kriteria yang disepakati 3-6.4, maka harus diperjelas keterpenuhannya dimana saja atau di suatu tempat tertentu? Sebab kenyataannya 4 negara dalam MABIMS yang di klaim telah sepakat menggunakan kriteria yang sama realitanya masih menerapkan secara masing-masing, dan fakta bahwa 4 negara ini kerap berbeda dalam menetapkan awal puasa dan hari raya. Seharusnya jika sudah sepakat menggunakan kriteria yang sama maka idealnya tidak terjadi perbedaan, namun kenyataannya tidak demikian. Ini menunjukkan bahwa bentuk dan penerapan kriteria MABIMS 3-6.4 semacam ini masih lokal, bukan global.
Berikutnya awal harinya, kapan dan dimana? Apakah setelah gurub, saat fajar, atau tengah malam? Jika sudah dipilih dan ditetapkan, agar disimulasikan untuk seluruh kawasan dunia (baik dengan bentuk single maupun dual). Dalam KHGT, rumusan dan implementasi awal hari diakui memang tidak sederhana, karena itu ditunggu versi mudah dan sederhana versi MABIMS 3-6.4, tidak hanya mengkritisi KHGT tanpa ada opsi dan pembanding.
Berikutnya kiranya dibuat simulasi perhitungannya dalam jangka waktu tertentu, misalnya 10 tahun, untuk melihat kompatibilitasnya, kemungkinan errornya, dan lain-lain.
Lalu terkait otoritas yang menjadi kemestian, maka dipersilakan disampaikan dan diimplementasikan siapa otoritas kalender MABIMS 3-6.4? Apakah otoritas itu sudah bersedia? Lalu seperti apa regulasi yang akan ditetapkan dan diterapkan otoritas itu? Seharusnya, tatkala sang pakar mengkritisi ketiadaan otoritas dalam KHGT, sang pakar harus menunjukkan seperti apa idealnya otoritas itu dalam bentuk yang konkret. Namun
kenyataannya hingga kini otoritas itu belum ada, sebagaimana kalendernya, yang ada hanya pernyataan “bisa diusulkan…” dan semisalnya, maka ini tak lebih hanya teori dan narasi.
Karena itu, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa “Kalender Kemenag RI” sama sekali bukan Kalender Global, bahkan bukan bentuk atau contoh Kalender Global. Demikian lagi praktik 4 negara yang tergabung dalam MABIMS bukanlah bentuk implementasi kalender global, bahkan bukan regional, oleh karena masing-masing negara menerapkan secara lokal di negara masing-masing. Demikian lagi 4 negara ini tidak dapat dipersepsikan sebagai regional (Asia Tenggara), sebab ada 11 negara yang tergabung dalam regional Asia Tenggara yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Timor Leste.
Saya mengusulkan agar sang pakar menyusun konsep kalender global yang paling ideal itu, yang berbeda dan lebih baik dari KHGT (mulai bentuk kalendernya, implementasi/keberlakuan kriterianya, konsep awal harinya, otoritasnya, dan seterusnya), lalu diusulkan kepada negara dan atas nama negara (dalam hal ini Kemenag RI), bukan versi pribadi. Sebab MABIMS 3-6.4 yang di klaim sebagai konsepsi kalender regional-global praktis hanya ada dalam narasi pribadi dan penjabaran sang pakar yang dituangkan dalam medsos (facebook, instagram, dan blog pribadi). Pembicaraan kalender global, apalagi rencana penerapan kalender global versi negara (Kemenag RI atau BRIN) sama sekali tidak pernah ada.
Karena itu sang pakar harus realistis jika negara memang belum menginginkan global, sang pakar harus berdamai dan berjiwa besar, tidak memaksakan keinginannya. Secara praktis dapat dilihat sebenarnya negara (dalam hal ini Kemenag RI) belum berkeinginan menerapkan kalender global, Kemenag RI tampak masih dan hanya fokus pada kalender lokal. Karena itu kritik sang pakar atas KHGT menjadi bias dan ambigu, disatu sisi sang
pakar sangat detail mengkritisi KHGT dan saat yang sama mengunggulkan MABIMS 3-6.4 sebagai opsi global terbaik, namun sayang negara tidak/belum punya agenda terhadap kalender global. Wallahu a’lam[]