Keabsahan Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal Pasca Pengesahan KHGT dalam Perspektif Wawasan Ketarjihan
Oleh : Khairil Azmi Nasution, M.A
Sekretaris Majelis Tarjih Dan Tajdid PWM Sumatera Utara / Dosen Fahum UMSU
Keputusan yang dihasilkan dari Musyawarah Nasional (Munas) XXXII Tarjih Muhammadiyah pada hari jum`at – ahad, 23-25 Februari 2024 di Pekalongan mengesahkan penerapan Kalender Hijiriah Global Tunggal (KHGT). Namun belum menjadi dasar, patokan, metode yang dipedomani dan diterapkan oleh Muhammadiyah dalam menyusun kalender Hijriah, khususnya yang termuat dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal Dan zulhijjah tahun 1446 H, sehingga menimbulkan pertanyaan dan
problem di sebagian warga Muhammadiyah.
Tulisan ini akan mengurai bagaimana Validitas Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal yang digunakan untuk menetapkan awal bulan khususnya bulan ramadhan, syawal dan dzulhijjah tahun 1446 H yang dimuat dalam Maklumat PP Muhammadiyah Tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah , setelah pengesahan Hasil Munas Tarjih 2024 tetang Kalender Hijiriah Global Tunggal (KHGT).
Muhammadiyah sebagai organisasi berkemajuan telah melakukan pengkajian panjang tentang Kalender Hijiriah Global Tunggal (KHGT), diawali pada tahun 1428 H/2007 M melalui Simposium Internasional Towards A Unified International Calendar di Jakarta, Kongres internasional, seminar dan Sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) se-Indonesia, kemudian Muktamar Ke-47 Muhammadiyah tahun 1436 H/2015 M di Makassar memutuskan akomodasi Kalender Hijriah Global Tunggal Keputusan pengunaan Kalender Hijiriah Global
Tunggal (KHGT) dan dikuatkan lagi dalam Risalah Islam Berkemajuan hasil Muktamar ke-48 Muhammadiyah tahun 1443 H/2022 M di Surakarta.
Kebutuhan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) merupakan bentuk tajidid dari ijtihad penggunaan hisab hakiki dalam Muhammadiyah yang telah berlangsung lama. KHGT yang secara astronomi dapat memenuhi seluruh kriteria penentuan awal bulan yang pernah digunakan Muhammadiyah dan secara syariah menjadi kalender yang adil untuk seluruh dunia Islam serta secara kebudayaan membuat umat terentaskan dari keterbelakangan peradaban dalam berkalender
Selanjutnya Langkah penting yang dilakukan oleh Muhammadiyah, mengesahkan Kalender Hijiriah Global Tunggal (KHGT) melalui Musyawarah Nasional (Munas) XXXII Tarjih Muhammadiyah tahun 1445 H/2024 M di pekalongan. Keputusan yang dihasilkan dari Munas ini mengesahkan dan menyetujui penerapan Kalender Hijiriah Global Tunggal (KHGT) untuk kegiatan Muhammadiyah secara keseluruhan, yang selanjtunya akan ditanfidz oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang akan menjadi dasar yang dipedomani dan diterapkan oleh Muhammadiyah dalam menyusun kalender.
Dan dalam perjalanannya keputusan yang dihasilkan dari Musyawarah Nasional (Munas) XXXII Tarjih Muhammadiyah tahun 1445 H/2024 M di pekalongan belum memperolah tanfiz dari Pimpinan Pusat Muhammaiyah. Dalam Peraturan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/PRN/2015 Tentang Majelis
Tarjih Dan Tajdid pada pasal 16 angka 5 huruf c menyatakan bahwa : Keputusan Musyawarah Nasional berlaku sejak ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan bersifat mengikat.
Oleh sebab demikian Muhammadiyah dengan Ijtihad Jama`inya dalam menentukan Kalender Hijriyah masih berdasarkan Hisab Hakiki Wujudul Hilal, belum menggunakan Kalender Hijiriah Global Tunggal (KHGT) untuk kegiatan Muhammadiyah secara keseluruhan. Maka untuk tahun 2025 ini, Kalender Hijiriah Global Tunggal (KHGT) belum dapat diberlakukan, dan parameter yang dibangun dan dipedomani Oleh Majelis Tarjih Dan Tajdid dalam penentuan awal bulan khususnya bulan ramadhan, syawal dan dzulhijjah tahun 1446 H dan betepatan pada tahun 2025 tetap mengunakan Hisab Hakiki Wujudul Hilal.
Keberlakuan Hukumnya diargumentasikan berdasarkan pada kaedah-kaedah ushul dan Fiqhiyah sebagai berikut :
اْلأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ
“Hukum asal segala sesuatu adalah tetap dalam keadaannya semula sebelum adanya perubahan”
القديم يترك على قدمه.
“Sesuatu yang telah berlaku sejak lama dibiarkan apa adanya”
الأصل عدم المسقط والأصل بقاء ما وجب
“Hukum Asal tidak adanya pengecualian dan yang asli adalah bertahannya apa yang wajib”
ما ثبت بزمان يحكم ببقائه ما لم يوجد دليل على خلافه
“apa yang telah ditetapkan pada suatu masa dianggap tetap ada sampai ada dalil yang menunjukkan sebaliknya.”
Bahwa kaedah-kaedah ushul dan Fiqhiyah berfungsi sebagai metode untuk menggali hukum dari sumber sumber hukum dan sebagai penghubung dan pengikat antara kasus-kasus fikih yang serupa.
Menurut para ulama ushul fiqih, kaidah ini tidak bersifat mutlak. Akan tetapi, kaidah ini memiliki syarat agar dapat diterapkan dan diputuskan sesuai dengan kaidah tersebut, yakni harus ada dalil yang membenarkan atau mengingkari perkara tersebut di masa lalu, tidak berdasarkan dugaan atau tidak bersifat imajinatif, bahwa tidak ada dalil yang lebih kuat dari pada dalil tersebut atau kaidah yang sejenisnya yang dapat membantahnya, dan tidak memiliki ketetapan hukum Kaidah tersebut berarti bahwa Jika sudah ditetapkan pada masa lalu, maka akan tetap berlaku pada masa sekarang, putusan atau hukum yang telah ditetapkan pada masa lalu , baik afirmatif atau negative, yang mengiyakan, menegaskan sesuatu, atau menolak, menyangkal, tetap sebagaimana adanya dan tidak dapat berubah kecuali jika ada dalil yang mengubahnya. Atau bahwa dasar dan patokan kriteria dalam perkara-perkara kemudian adalah dibangun berdasarkan pada patokan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumya, sebelum ada patokan kriteria yang baru kemudian .
Maka prinsipnya adalah bahwa perkara tersebut harus dinilai tetap dalam patokan kriteria yang sama seperti sebelumnya sampai adanya dalil menunjukkan sebaliknya, dan kemudian akan digunakan.
Dengan kata lain, yang lama dibiarkan tetap seperti yang lama, yang asli adalah tidak adanya naskh, dan yang asli adalah tetapnya sesuatu yang wajib, dan apa yang telah ditetapkan pada suatu masa, maka ia dianggap tetap sampai ada dalil yang menunjukkan sebaliknya. Ringkasnya kaidah ini memberikan penjelasan bahwa mempertahankan atau tetap memberlakukan Putusan Tanfiz yang lama, yang sudah ada, yang masih berlaku sampai adanya keputusan Tanfidz yang baru untuk mengantikan keputusan Tanfidz yang lama, artinya, kita
tetap mengunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal sebagai dasar pedoman penetapan kelender hijriah sebelum ada keputusan Tanfidz yang baru untuk menetapkan penarapan pengunaan Kalender Hijiriah Global Tunggal (KHGT).
Kaedah kaedah ini juga mengacu pada kaedah istishhab, yaitu dalil Syar`i yang keabsahannya diakui sebagai dalil hokum, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para ulama ushul fiqh. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Katsir Al Duhaishah -rahimahullah :
استصحاب الحال حجة على الصحيح
‘Istishāb adalah argumen yang sahih
ستصحاب دليل العقل عند عدم وجود دليل ش’
رعي حجة.
“Tetap berlakunya dalil akal (istishāb) ketika tidak ada dalil syar‘ī adalah hujah.”
Keabsahan Istishab ini juga diakui oleh Mayoritas Ushul Fiqh, baik dari kalangan mazhab Dhahiriyah, Hanabilah, Hanafiyah, dan Makkiyah, percaya bahwa semua jenis Istihaqab adalah dalil hukum secara mutlak.
Dengan demikian berdasarkan atas argumentasi dan dalil-dalil syar`i yang sudah diuraikan diatas, maka tidak diragukan lagi Validitas pengunaan Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal sebagai dasar pedoman penetapan kelender hijriah , khusunya yang termuat dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal Dan zulhijjah tahun 1446 H.
Sementara untuk penerapan keberlakuan penggunaan Kalender Hijiriah Global Tunggal (KHGT) dalam kegiatan Muhammadiyah secara keseluruhan sebagai ketertiban organisasi, setelah mendapatkan Tanfidz dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. (***)
*** Penulis, Khairil Azmi Nasution, M.A Sekretaris Majelis Tarjih Dan Tajdid PWM Sumatera Utara / Dosen Fahum UMSU