Dukungan Terkuat di Indonesia, Warga Medan Dukung Cukai MBDK
Medan, InfoMu.co – Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) seperti Teh Botol, Minuman Soda Kaleng dan Kopi Sachet, seolah sudah menjadi tradisi bahkan budaya sebagian besar warga Kota Medan ketika berkumpul atau sekedar menghilangkan rasa haus. Bahkan MBDK dianggap suatu nilai lebih dan kemewahan dari pada air putih atau sekadar teh tawar hangat.
Trend konsumsi MBDK semakin tinggi menjadi kegandrungan warga Kota Medan, khususnya anak-anak, remaja, dan generasi muda. Penguatan fenomena ini tersebab oleh adanya intervensi korporasi melalui iklan, promosi, dan sponsorship di semua lini media, selain faktor harga yang murah menjadi alasan utama. Gempuran iklan dan promosi ini makin meneguhkan bahwa minuman manis menjadi ikon dalam berkonsumsi, bahkan dalam pergaulan sosial.
Fakta ini diperkuat dengan hasil survei “Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang dilakukan YLKI dan LAPK di Kota Medan pada tahun 2023. Responden adalah orang yang pernah mengonsumsi minuman manis dalam kemasan dalam sebulan terakhir. Atas fenomena itu, ada temuan penting survei YLKI, yaitu anak dan remaja Indonesia gemar mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan. Terbukti 1 dari 4 (25,9 persen) anak usia kurang dari 17 tahun mengkonsumsi MBDK setiap hari, bahkan 1 dari 3 (31,6 persen) anak mengkonsumsi MBDK 2-6 kali dalam seminggu. Tentu ini fenomena yang sangat mengkhawatirkan.
Mudahnya akses pembelian MBDK menjadi salah satu pemicu utama anak dan remaja mengkonsumsi MBDK. MBDK sangat mudah diakses dan bisa dibeli dalam jarak 2 sampai 10 menit. Responden membeli MBDK via warung (38 persen), minimarket (28 persen), supermarket (17 persen), dan akses lainnya (termasuk fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, lalu fasilitas umum lainnya seperti sekolah) sebesar 18 persen.
Selain akses pembelian yang sangat mudah, aspek motivasi menjadi faktor penentu bagi anak dan remaja dalam mengkonsumsi MBDK. Hasil survei menunjukkan, rasa penasaran menjadi faktor yang paling tinggi sebesar 72,5 persen, kemudian disusul faktor enak rasanya sebesar 7,5 persen, dan faktor ketiga adalah aspek harga sebesar 12,5 persen. Sedangkan aspek aspek lainnya meliputi, pengaruh anggota rumah tangga (2,5 persen) dan media sosial (5 persen).
Survei ini menunjukkan warga Kota Medan tertinggi di Indonesia paling jarang membaca informasi kandungan gula dan kalori pada kemasan MBDK sebanyak 78,8%, tetapi di sisi lain warga Kota Medan paling mendukung penerapan cukai pada MBDK sebanyak 38,75% dibandingkan Kota lain yang hanya di bawah 13%. Dukungan pengenaan cukai MBDK sangat tinggi di Kota Medan yang terlihat pada pelatihan kelompok konsumen bersama YLKI dan LAPK pada Desember lalu. Mayoritas kelompok konsumen mendukung pengenaan Cukai MBDK karena prihatin dengan masa depan kesehatan anak-anak usia sekolah dan keluarga.
Selain itu, konsumsi MBDK di fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit cukup tinggi di Kota Medan sebanyak 47,5%, artinya hampir 50% kelompok masyarakat rentan mengkomsumsi MBDK yaitu anak-anak dan keluarga orang sakit. Selanjutnya, konsumsi MBDK perhari pada setiap keluarga responden didominasi anak-anak dibandingkan anggota keluarga lainnya yaitu 22,5% berbanding 12,5%, maka dapat dipastikan konsumsi MBDK tertinggi dalam keluarga adalah anak-anak.
Oleh karena itu, Walikota Medan didorong untuk melahirkan kebijakan pengendalian konsumsi MBDK di Kota Medan, seperti kebijakan “Kantin Sehat Tanpa MBDK” di sekolah khususnya SD Negeri dan SMP Negeri di Kota Medan. Ini penting untuk melindungi secara dini keterpaparan anak terhadap MBDK dan juga tidak ada iklan produk MBDK di area sekolahan. (***)