Kh Ahmad Dahlan merupakan sosok Kiyai yang sangat agamis, humanis, modernis dan ideologis. Sebagai pendiri organisasi Muhammadiyah bersama para anggotanya atau kiyai uang lainnya, Kiyai Ahmad Dahlan sangat peduli terhadap ummat, rakyat dan masyarakat baik di lingkungan nya maupun di seluruh pelosok nusantara. Tantangan dakwah Kiyai Ahmad Dahlan juga tidaklah mudah di zamannya di tengah pemerintahan hidia Belanda sebagai kolonialis dan imperialis tanah air kala itu. Akan tetap Kiyai Ahmad Dahlan tetap mampu melewati dan menjalaninya tanpa jalur kekerasan apalagi jalur frontal. Sebab, Kiyai Ahmad Dahlan menggunakan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual nya dengan baik sebagai pendiri Muhammadiyah. Tampil lebih berbeda dan tidak merasa kecil walaupun saat itu santri dan pengikutnya masih sangat sedikit.
Pada dasarnya Muhammadiyah itu menggunakan strategi dakwah struktural dan dakwah kultural dengan cara seimbang tanpa menafikan salah satunya. Secara singkat dakwah struktural pun telah dicontohkan Kiyai Ahmad Dahlan dalam mendirikan organisasi yang kemudian menyusun keanggotaan nya dan membuat program kegiatan nya. Itu bagian dari dakwah struktural yang intinya mengurusi organisasi Muhammadiyah baik anggotanya, pengajiannya, santrinya dan amal usahanya. Hal itu yang membuat Muhammadiyah dapat bertahan hingga sampai saat ini dan akan terus bertambah amal usaha Muhammadiyah sampai ke tingkat cabang maupun ranting. Dakwah kultural yang dilakukan Kiyai Ahmad Dahlan pun tak luput dari banyaknya kisah sejarah yang ditulis dari berbagai buku tentang bagaiamana Kiyai Ahmad Dahlan melakukan dakwah kultural Muhammadiyah dalam keseharian nya.
Dakwah kultural Muhammadiyah saat ini juga mulai sangat beragam tergantung setiap pimpinan menjual agenda dakwahnya baik dari pusat, wilayah, daerah, cabang dan ranting. Dakwah kultural Muhammadiyah itu seperti dakwah dalam bidang bisnis perdagangan, dalam bidang olahraga, dalam bidang seni budaya pada kearifan lokal, dalam bidang sosial masyarakat pada komunitas, dalam bidang digital sosial media, termasuk dalam bidang kekinain yang menjadi trend viral atau momen populer musiman maupun lainnya. Dakwah kultural Muhammadiyah juga dapat masuk menyentuh pada artis, aktor, selebriti, pejabat, anggota dewan, saudagar, pengusaha, non muslim, muallaf, organisasi etnis, budayawan, seniman, akademisi, politisi dan yang lainnya. Sehingga dapat memperlancar sekaligus melakukan syiar dakwah Muhammadiyah kepada semuanya. Slogan taawun untuk negeri itu sebenarnya adalah bentuk nilai implementatif dakwah kultural Muhammadiyah yang otentik berkerja nyata.
Selama ini dakwah Muhammadiyah dianggap terlalu sibuk pada dakwah struktural yang membahas tentang organisasi, anggota, program kegiatan dan amal usaha Muhammadiyah saja. Padahal dakwah kultural Muhammadiyah bisa dilakukan salam rangka kolaborasi atau taawun membangun negeri tanpa merusak ajaran agama, aqidah dan khittah Muhammadiyah.
Dakwah kultural Muhammadiyah dapat dilakukan oleh pada kader Muhammadiyah, ulama Muhammadiyah dan Ustadz atau Muballigh Muhammadiyah dalam menyentuh komunitas hijrah, komunitas lingkungan, komunitas filantropi, komunitas disabilitas, komunitas olahraga, komunitas gamers, komisaris pendaki, dan berbagai komunitas lainnya yang dapat diberikan sentuhan nilai islam berkemajuan Muhammadiyah. Dakwah kultural Muhammadiyah tentu tidak dalam rangka pada sinkretisme, pluralisme dan liberalisme akan tetapi lebih kepada karifan lokal yang tidak melanggar syariat Islam dan masih memilik nilai budi pekerti, norma, kaidah dan etika moral. Sehingga pesan dakwah Muhammadiyah yang syiarkan secara kultural lebih mudah diterima, direspon dan dirangkul secara bersama dalam berjamaah bermuhammadiyah.
Sudah saatnya dakwah kultural Muhammadiyah konteks kekinian dapat meniru mengamalkan seperti yang telah diajarkan oleh Kiyai Ahmad Dahlan. Muhammadiyah tak perlu resah bila mana dakwah struktural dianggap dapat mengurangi kuantitas keanggotaan, karena tetaplah melakukan kaderisasi dan regenerasi yang dipadukan atau dikombinasikan dengan dakwah kultural walaupun tidak masuk dalam agenda formal program secara tertulis. Sebab dakwah kultural Muhammadiyah dapat dilakukan secara temporal, improvisasi, fleksibel, menyesuaikan, dan masuk secara soft atau lunak. Dakwah kultural Muhammadiyah itu tak perlu terlalu kaku, namun juga jangan sampai terlalu berlebihan kelewat batas atau kebablasan, sebab membawa nilai islam dalam gerkaan dakwah Muhammadiyah. Tentunya harus memiliki banyak kreatifivitas dan inovasi kegiatan yang bersifat muamalah-dunawiyat bukan ranah yang merusak aqidah san nilai ibadah.
Dakwah kultural Muhammadiyah tak harus dilakukan di lingkungan Muhammadiyah baik sekolah, kampus, masjid, rumah sakit, panti asuhan atau amal usaha Muhammadiyah saja, melainkan dapat dilakukan di mana saja selama masih dalam ranah sopan, santun, wajar, beradab, normal dan mengandung unsur keindahan seni yang benrialo tinggi. Dengan demikian dakwah kultural Muhammadiyah akan membawa dampak pula agar setidaknya dapat masuk dalam dakwah struktural Muhammadiyah sebagai bentuk ajakan bersama membesarkan, membangun, mengembangkan dan mempertahankan persyarikatan Muhammadiyah hingga sampai akhir zaman tentunya.
Ditulis Oleh : As’ad Bukhari, S.Sos., MA
(Alumni Pendidikan Intensif Muballigh Muda Berkemajuan)