• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Kolom Safrin Octora: Dissonansi Kognitif dan Pandemi Covid-19.

Kolom Safrin Octora: Klepon, Antara Pembingkaian Pesan, dan Literasi Media

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
27 Juli 2020
in Kabar, Kolom, Marketing, Utama
86

Klepon : Antara Pembingkaian Pesan,  dan Literasi Media

Oleh : Safrin Octora

KLEPON atau nama lain ada yang menyebunya kue malaka ataupun onde-onde, belakangan ini menjadi viral di media sosial. Kudapan yang berbentuk bulat dengan gula merah di dalam dan ditaburi dengan kelapa parut di luarnya, tiba-tiba menimbulkan  banyak komentar para netizen. Ranah media sosial Twitter menjadi  “war zone arena”. Ada yang pro, namun tidak sedikit yang kontra. Di antara komentar yang pro dan kontra, itu saya melihat banyak yang tidak rasional lagi. Bahkan dalam pandangan saya komentar komentar komentar dari kelompok  yang pro dan kontra tentang klepon menunjukkan ketidak-fahaman kedua belah fihak terhadap pesan-pesan komunikasi dan meta komunikasi yang terdapat pada postingan kue klepon tersebut.

Postingan yang saya lihat pertama kali di Twitter dibuat oleh seseorang bernama Abu Ikhwan Aziz. Pada postingan tersebut  ada gambar beberapa kue Klepon di dalam sebuah wadah dan dibawahnya ada tulisan menyatakan “KUE KLEPON TIDAK ISLAMI: Yuk tinggalkan jajanan yang tidak islami dengan dengan cara membeli jajanan islami, aneka kurma yang tersedia di toko syariah kami”.

Dari sudut komunikasi sepertinya postingan itu  bertujuan untuk memasarkan kurma yang dijualnya.  Ternyata tidak. Kalau kita perhatian baik- baik tidak ada nama dan alamat toko tempat menjual kurma yang dapat  memudahkan konsumen untuk membeli, melainkan dia menawarkan untuk membeli di toko-toko syariah yang ada. Sehingga pesan komunikasi untuk menjual kurma dari toko Abu Ikhwan Azis tidak terpenuhi.

Dalam sejarah kuliner Indonesia, siapapun tahu klepon, kue malaka ataupun onde-onde adalah makanan yang sejak dahulu kala ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan  dalam agama Islam tidak ada larangan untuk memakannya. Tidak ada kandungan yang terdapat pada kue klepon yang berasal dari unsur-unsur yang dilarang oleh Alquran dan hadist  sehingga ummat Islam perlu menolak untuk mengkonsumsinya.

Selain itu agama  Islam tidak pernah menggunakan  kata Islami untuk menyebutkan sebuah makanan. Kata kata yang biasa dipakai adalah  halalan thayiban. Halalan atau halal ialah suatu kondisi dimana makanan itu tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang dalam  Islam sesuai dengan pandangan Al-Quran dan hadist. Sementara thayyiban berarti makanan itu dibuat dari unsur-unsur yang baik sehingga dapat menyehatkan orang yang mengkonsumsi dan enak dimakan. Sehingga ketika ada yang membuat postingan bahwa “klepon itu tidak Islami”, muncul pertanyaan dalam diri kita, apa maksud dari postingan tersebut.

Artinya, kita harus bisa melihat postingan “klepon tidak Islami” tersebut dari  sudut meta komunikasi. Meta komunikasi adalah kajian ilmu komunikasi yang melihat pesan-pesan yang tersirat dari sebuah aktivitas komunikasi. Dengan demikian dari sudut meta komunikasi,  postingan tersebut sepertinya memiliki tujuan tertentu. Insinuasi atau menghasut, adalah kata yang tepat untuk postingan “klepon yang tidak islami ini”.

Insinuasi dalam  kajian komunikasi  dapat juga dimasukkan ke dalam teori framing (pembingkaian). Teori framing yang diperkenal oleh Erving Goffman tahun 1974 dan dikembangkan oleh Robert N Ettmann, pada awalnya adalah kajian tentang prilaku  media yang membuat berita atas sebuah peristiwa, orang ataupun lembaga yang dibuat sedemikian rupa sehingga realitas peristiwa, orang ataupun lembaga itu berbeda dengan kenyataan yang ada. Melalui pemberitaan ataupun ulasan, media bisa membuat seorang memiliki citra yang positif, atau sebaliknya. Sehingga kajian analisis pembingkaian ini bila mengandung unsur positif, dalam bahasa awam disebut dengan pencitraan.

Kajian-kajian awal komunikasi tentang pembingkaian pesan ini  selalu dikaitkan dengan peran media massa arus utama (mainstreaming). Namun pada  media arus utama  pembingkaian pesan,   umumnya lebih elegan, smooth dan beradab. Ini disebabkan media arus utama  itu hadir dengan aturan-aturan yang berlaku, dikenal penerbitnya dan diawasi  oleh banyak pihak. Sehingga pembingkaian bersifat isinuasi selalu dihindari.

Namun tidak pada media sosial.   Pembingkaian ataupun framing adalah bagian dari dinamika pesan media sosial. Setiap orang bisa membuat pesan apa saja. Bahkan yang menghasut dan memecah belah sekalipun Sehingga pembingkaian pesan bersifat insinuasi, tidak jarang menjadi bagian dari media sosial saat ini. Ini juga disebabkan juga karena sifat media sosial yang tidak memiliki aspek pengawasan dalam memilih media yang pantas ataupun tidak. Dengan kata lain, sebuah postingan yang dikirimkan ke sebuah platform media sosial, pada saat yang brsamaan bisa hadir dan dapat dibaca oleh banyak orang.

Meskipun demikian, tidak jarang pembingkaian yang bersifat menghasut dan memecah belah kehidupan anak bangsa, luput dari jerat hukum. Lihat saja kasus “Klepon Tidak Islami” itu, sampai saat ini kita tidak mendengar dampak hukum yang diberikan kepada pembuat postingan. Ini bisa jadi karena  pembuat postingan menghilang begitu postingannya tersebar dan mengganti dengan nomor baru. Atau mungkin saja tidak ada kemauan dari aparat berwenang untuk mengatasi dengan segera.

Akibatnya postingan postingan yang memiliki unsur framing dan menghasut, terus saja bermunculan. Mau tidak mau, energi anak bangsa banyak tersedot pada hal remeh temeh seperti ini. Satu kelompok pro pada satu postingan. Sementara kelompok lain kontra.  Itu berlangsung hampir setiap hari, dengan aneka postingan yang berbeda namun memiliki nuansa yang sama.

Kondisi ini jelas tidak sehat untuk perkembangan sebuah bangsa dan kepribadian orang yang ada di negara tersebut.  Bila hal ini berlangsung terus,  pada akhirnya dapat  mempengaruhi struktur dan interaksi di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Untuk mengatasi hal tersebut, sudah seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia memiliki keterampilan literasi media. Dikenalkan oleh Unesco pada tahun 1964, literasi media adalah keterampilan yang dimiliki oleh seorang dalam memilih dan memilah media dan pesan yang ada pada media massa. Adanya keterampilan literasi media, membuat setiap manusia Indonesia bisa dengan segera memahami pesan pesan yang mengandung unsur pembingkaian yang bernada menghasut ataupun tidak. Biarkan postingan-postingan yang menghasut mewarnai media, namun kita tidak terpengaruh untuk ikut di dalamnya.

Jadi, lebih baik kita menikmati secangkir kopi dengan kudapan klepon yang lezat, sambil belajar memahami media dan pesan yang ada, lalu memilih dan memilah media yang pas untuk kita ikuti. Dengan demikian pada akhirnya keterampilan bermedia  akan menjadi bagian dalam dinamika kehidupan kita. Sehingga literasi media atau keterampilan bermedia  merupakan bagian dari dinamika kehidupan bangsa Indonesia.

Bangsa yang warga negaranya memiliki literasi media, adalah wujud bangsa  yang  telah dewasa.

  • Penulis, Dosen USU, Pengamat Media dan Marketing

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: keplonliterasi mediasafri octora
Previous Post

AYA SOPHIA

Next Post

Wakil Ketua PCIM Amerika Raih Penghargaan Lingkungan

Next Post
Wakil Ketua PCIM Amerika Raih Penghargaan Lingkungan

Wakil Ketua PCIM Amerika Raih Penghargaan Lingkungan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.