Medan, InfoMu.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir masa jabatannya Oktober 2024 mendatang. Di akhir masa jabatannya, utang pemerintah mencapai Rp 8.353,02 triliun.
Dilansir detikFinance, utang pemerintah itu naik Rp 14,59 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang senilai Rp 8.338,43 triliun.
Dengan angka tersebut rasio utang pemerintah naik pada Mei 2024 menjadi 38,71% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dari bulan sebelumnya 38,64%. Kondisi itu masih di bawah batas aman yang telah ditetapkan yakni 60% PDB sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan terus menunjukkan tren penurunan dari angka rasio utang terhadap PDB 2021 yang tercatat 40,74%, 2022 di 39,70% dan 2023 di 39,21%, serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40%,” tulis Kemenkeu dalam Buku APBN KiTA, dikutip Selasa (2/7/2024).
Utang pemerintah terbagi dalam dua jenis yakni berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah per akhir Mei 2024 masih didominasi oleh instrumen SBN yakni 87,96% dan sisanya pinjaman 12,04%.
Secara rinci, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp 7.347,50 triliun. Terdiri dari SBN domestik sebesar Rp 5.904,64 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara Rp 4.705,24 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.199,40 triliun.
Sedangkan jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing per akhir Mei 2024 sebesar Rp 1.442,85 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara Rp 1.086,55 triliun dan SBSN Rp 356,30 triliun.
Lalu jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 1.005,52 triliun per akhir Mei 2024. Jumlah itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 36,42 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 969,10 triliun.
Secara rinci, pinjaman luar negeri yang sebesar Rp 969,10 triliun itu terdiri dari bilateral sebesar Rp 265,83 triliun, multilateral sebesar Rp 584,65 triliun dan commercial banks sebesar Rp 118,62 triliun.
“Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal. Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas dan jatuh tempo yang optimal,” tuturnya.
Per akhir Mei 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah Indonesia disebut terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 8 tahun.
“Pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif,” tutup Kemenkeu. (dtk)