Tujuh Tipe Kader dalam Muhammadiyah: Telaah Kritis untuk Penguatan Gerakan
(Tulisan Pertama dan Edisi Artikel Kader Muhammadiyah)
Oleh : Amrizal, S.Si., M.Pd – (Wakil Ketua MPK SDI PWM Sumatera Utara dan Ketua PCM Percut Sei Tuan)
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar tidak lepas dari peran dan dinamika kader-kadernya. Kader merupakan ujung tombak perjuangan—mereka yang membawa, menggerakkan, sekaligus menjaga kemurnian visi dan misi organisasi. Namun, dalam kenyataannya, kader hadir dalam berbagai bentuk dan motivasi. Untuk itu, penting bagi kita memahami tipe-tipe kader dalam Muhammadiyah, agar proses pengkaderan berjalan lebih terarah dan berdaya guna.
Berikut adalah tujuh tipe kader Muhammadiyah yang umum dijumpai di berbagai lini gerakan:
- Kader Biologis
Kader Biologis adalah mereka yang lahir dari keluarga Muhammadiyah. Sejak kecil, mereka telah terbiasa dengan suasana keislaman yang khas Muhammadiyah—baik dalam lingkungan rumah tangga, pendidikan, maupun kehidupan sosial. Nilai-nilai Muhammadiyah mengalir dalam keseharian mereka, mulai dari pola ibadah, gaya hidup, hingga cara pandang terhadap masyarakat dan dakwah.
Kader ini menjadi bagian dari persyarikatan secara naturalis, bukan karena dipilih atau direkrut secara formal, melainkan karena mereka tumbuh dalam lingkungan yang telah lebih dahulu menjadi bagian dari gerakan ini. Meski begitu, menjadi kader biologis bukan berarti otomatis menjadi kader ideologis—proses pembinaan tetap penting agar mereka memahami dan menginternalisasi nilai-nilai Muhammadiyah secara utuh dan sadar.
Kader Biologis memiliki potensi besar karena mereka mewarisi tradisi keilmuan, keagamaan, dan pergerakan dari keluarga. Namun tantangannya adalah bagaimana menjadikan warisan itu sebagai semangat yang hidup dan relevan di masa kini, bukan sekadar kebanggaan masa lalu.
- “Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam iman, Kami satukan anak cucu mereka dengan mereka.” (QS. At-Tur: 21)
Ayat ini menggambarkan bahwa dalam Islam, keluarga adalah fondasi utama dalam pembentukan karakter dan keimanan. Kader biologis seringkali lahir dari keluarga yang sudah memiliki nilai-nilai Islam yang kuat.
- “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengingatkan kita tentang peran keluarga dalam membentuk identitas dan pemahaman agama anak-anaknya, yang juga berlaku dalam konteks kader Muhammadiyah.
- Kader Ideologis
Kader Ideologis adalah kader yang memiliki pemahaman mendalam, komitmen kuat, dan kesadaran penuh terhadap nilai-nilai dasar, tujuan, serta misi perjuangan Muhammadiyah. Mereka tidak sekadar menjadi bagian dari persyarikatan karena faktor keturunan atau lingkungan, tetapi karena pilihan dan kesadaran ideologis yang lahir dari proses belajar, perenungan, dan pembinaan yang intensif.
Kader ini biasanya ditempa melalui berbagai forum pengkaderan seperti Darul Arqam, Baitul Arqam, Latihan Kepemimpinan, dan kajian ideologi Muhammadiyah lainnya. Di sanalah mereka menggali pemikiran-pemikiran KH Ahmad Dahlan, memahami manhaj tarjih, serta memantapkan semangat tajdid (pembaruan) dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Kader Ideologis menjadi tulang punggung gerakan Muhammadiyah, karena merekalah yang menjaga arah perjuangan tetap lurus sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Mereka mampu membaca konteks zaman, menjawab tantangan, serta menjalankan dakwah dengan penuh keikhlasan dan kecerdasan spiritual, intelektual, dan sosial. Tantangan bagi kader ideologis adalah bagaimana menjaga konsistensi dan integritas di tengah berbagai godaan duniawi, serta bagaimana menularkan semangat ideologis ini kepada kader lainnya agar roda perjuangan Muhammadiyah terus bergerak maju dan tidak kehilangan ruh perjuangannya.
- “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu, dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15)
Kader ideologis adalah mereka yang memiliki pemahaman yang mendalam dan komitmen kuat terhadap ajaran Islam. Ayat ini menggambarkan kualitas iman dan perjuangan yang menjadi ciri khas kader ideologis.
- “Sesungguhnya agama ini adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk pemimpin umat Islam, dan untuk umat Islam seluruhnya.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa nasihat yang tulus adalah bagian dari dakwah dan perjuangan yang harus dilakukan oleh seorang kader yang memiliki pemahaman ideologis.
- Kader Aktifis
Kader Aktivis adalah mereka yang terlibat langsung dan aktif dalam berbagai kegiatan, program, serta struktur organisasi Muhammadiyah dan ortom-ortomnya (organisasi otonom). Mereka adalah penggerak di lapangan—yang sibuk mengurus acara, menyusun program, menghadiri rapat, hingga terjun langsung ke tengah masyarakat untuk menjalankan misi dakwah dan sosial Muhammadiyah.
Kader ini biasanya memiliki semangat tinggi, loyalitas kuat terhadap organisasi, dan daya juang yang luar biasa. Mereka tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam menggerakkan roda organisasi. Mulai dari tingkat ranting hingga pusat, kader aktivis menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan program dan keberlangsungan kegiatan persyarikatan.
Namun, tantangan bagi kader aktivis adalah menjaga keseimbangan antara kesibukan organisasi dengan pendalaman ideologi dan nilai-nilai dasar Muhammadiyah. Aktivitas yang padat sering kali membuat mereka terjebak pada rutinitas teknis, sehingga terkadang kurang reflektif terhadap arah perjuangan dan substansi gerakan.
Idealnya, seorang kader aktivis juga harus menjadi kader ideologis—aktif secara fisik, namun juga kokoh secara pemikiran dan prinsip. Ketika keduanya berpadu, maka lahirlah sosok kader yang militan, visioner, dan berpengaruh dalam membangun peradaban melalui Muhammadiyah.
- “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS. At-Tawbah: 71)
Kader aktivis adalah mereka yang terlibat langsung dalam gerakan dan kegiatan dakwah. Ayat ini menekankan pentingnya peran aktif dalam menjalankan ajaran agama, termasuk mencegah kemungkaran dan mengajak kepada kebaikan.
- “Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengingatkan kita bahwa dakwah dan perubahan dimulai dari tindakan nyata, sesuai dengan kemampuan kita. Inilah yang menjadi ciri khas kader aktivis.
- Kader Simpatik
Kader Simpatik adalah mereka yang belum tentu terlibat langsung dalam struktur organisasi Muhammadiyah, namun memiliki rasa kedekatan, keterpautan hati, dan ketertarikan terhadap nilai-nilai serta gerakan Muhammadiyah. Mereka bisa berasal dari luar keluarga Muhammadiyah, atau bahkan dari kalangan masyarakat umum yang melihat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang moderat, solutif, dan mencerahkan.
Kader ini biasanya hadir dalam bentuk dukungan moral, partisipasi dalam kegiatan, hingga menjadi mitra strategis dalam berbagai aksi sosial, pendidikan, dan dakwah. Meski secara formal bukan “kader” dalam struktur pengkaderan, mereka menjadi bagian penting dalam perluasan pengaruh dan jejaring Muhammadiyah di masyarakat.
Kader Simpatik tumbuh dari pengaruh keteladanan. Mereka menyaksikan secara langsung bagaimana Muhammadiyah berkiprah—mendirikan sekolah, rumah sakit, merespons bencana, atau menyuarakan isu-isu keummatan dan kebangsaan. Dari sanalah muncul simpati yang berkembang menjadi loyalitas moral, bahkan spiritual.
Tantangan kader simpatik adalah bagaimana menjembatani simpati menjadi partisipasi yang lebih aktif dan berkesadaran. Dalam konteks ini, peran kader ideologis dan aktivis sangat penting untuk merangkul mereka, memperkenalkan lebih dalam tentang gerakan, hingga secara perlahan mengajak mereka menjadi bagian dari perjuangan Muhammadiyah secara lebih terstruktur.
- “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu, dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah.” (QS. Al-Hujurat: 15)
Kader simpatik adalah mereka yang belum sepenuhnya terlibat, tetapi memiliki rasa hormat dan ketertarikan terhadap perjuangan. Ayat ini menunjukkan bahwa iman itu bukan hanya keyakinan tetapi juga diikuti dengan dukungan terhadap perjuangan.
- “Seseorang itu akan bersama dengan orang yang ia cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa simpatik muncul dari rasa cinta dan kedekatan hati, meski mungkin belum sepenuhnya terlibat dalam gerakan. Mereka yang simpatik pada Muhammadiyah akan mendapatkan tempat di dalamnya.
- Kader Keartisan (Numpang Tenar)
Kader Keartisan, atau sering disebut sebagai kader “numpang tenar”, adalah tipe kader yang muncul karena kedekatannya dengan panggung popularitas Muhammadiyah. Mereka bukan hadir karena panggilan ideologis atau semangat dakwah, melainkan lebih terdorong oleh kepentingan pribadi—baik untuk eksistensi, pencitraan, atau bahkan kepentingan politis dan ekonomi.
Tipe kader ini kerap memanfaatkan nama besar Muhammadiyah—sebagai organisasi Islam modernis yang memiliki pengaruh luas—untuk membangun citra diri. Mereka mungkin aktif dalam beberapa forum atau kegiatan, namun keterlibatannya lebih bersifat simbolik dan terkadang dangkal dari segi pemahaman ideologi maupun kontribusi substantif.
Meski kehadiran kader seperti ini tidak bisa dihindari, Muhammadiyah harus bijak menyikapinya. Di satu sisi, keberadaan mereka bisa menjadi magnet untuk menarik perhatian publik atau membuka ruang baru dalam medan dakwah. Namun di sisi lain, bila tidak disaring dengan baik, keberadaan kader numpang tenar bisa mencederai nilai-nilai keikhlasan, keteladanan, dan integritas gerakan.
Tantangan terbesar adalah bagaimana mengarahkan mereka agar tidak sekadar memanfaatkan Muhammadiyah, tetapi juga benar-benar memahami dan menghidupi nilai-nilainya. Bila dibina dengan tepat, bukan tidak mungkin mereka berubah menjadi kader simpatik, bahkan ideologis. Namun jika dibiarkan, mereka bisa menjadi beban moral organisasi.
- “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk setelah Kami jelaskan untuk manusia dalam kitab (Al-Qur’an), mereka itu dilaknati Allah, dan dilaknati oleh semua malaikat, dan manusia seluruhnya.” (QS. Al-Baqarah: 159)
Kader keartisan yang hanya menggunakan nama Muhammadiyah untuk kepentingan pribadi atau pencitraan dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan posisi. Ayat ini mengingatkan kita tentang bahaya menyalahgunakan kebenaran demi kepentingan pribadi.
- “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa niat yang tulus adalah pondasi dari segala amal perbuatan. Kader yang hanya berniat untuk kepentingan pribadi akan memperoleh hasil yang tidak sebanding dengan niat yang ikhlas.
- Kader Honoris
Kader Honoris adalah tipe kader yang secara formal terlibat dalam amal usaha Muhammadiyah (AUM)—baik sebagai guru, dosen, tenaga kesehatan, staf administrasi, atau profesional lainnya—namun tidak menunjukkan komitmen untuk bergabung dalam struktur organisasi Muhammadiyah ataupun aktif dalam kegiatan-kegiatan persyarikatan.
Mereka ber-Muhammadiyah karena faktor pekerjaan, bukan karena panggilan ideologis ataupun keinginan untuk berjuang dalam gerakan dakwah. Dalam praktiknya, mereka bisa saja bekerja puluhan tahun di AUM, menikmati fasilitas dan reputasi institusi Muhammadiyah, namun tetap menjaga jarak dari aktivitas organisasi, bahkan ada yang cenderung apatis terhadap gerakan itu sendiri.
Istilah “honoris” di sini mencerminkan posisi mereka sebagai kader yang “dihormati” secara administratif karena berada dalam lingkup Muhammadiyah, namun belum tentu terikat secara nilai, visi, dan misi perjuangan. Mereka hadir secara struktural, tetapi absen secara spiritual dan ideologis.
Fenomena ini menjadi tantangan serius dalam tubuh Muhammadiyah. Di satu sisi, AUM memang membuka ruang bagi siapa pun yang profesional dan berkompeten untuk bergabung dan berkontribusi. Namun di sisi lain, ketika nilai-nilai Muhammadiyah tidak diinternalisasi oleh para pelaku di dalamnya, maka ruh perjuangan bisa memudar, dan amal usaha berisiko kehilangan arah.
Maka penting bagi Muhammadiyah untuk tidak hanya menjadikan AUM sebagai tempat kerja, tetapi juga sebagai medan pembinaan. Melalui pendekatan persuasif, penguatan ideologi, serta keteladanan dari para pimpinan, kader honoris diharapkan bisa bergeser secara perlahan menjadi kader simpatik, bahkan ideologis—yang bukan hanya bekerja di Muhammadiyah, tetapi juga berjuang untuk Muhammadiyah.
- “Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu.’” (QS. At-Tawbah: 105)
Kader honoris bekerja di AUM tanpa terlibat aktif dalam kegiatan dakwah atau organisasi. Ayat ini mengingatkan bahwa setiap pekerjaan harus dilandasi dengan keikhlasan dan disesuaikan dengan prinsip-prinsip agama, bukan hanya untuk tujuan duniawi.
- “Seseorang yang bekerja dengan niat yang baik, Allah akan memberi keberkahan dalam pekerjaannya, meskipun ia tidak terlibat dalam amal sosial atau dakwah.” (HR. Ahmad)
Hadis ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan niat baik tetap mendapatkan pahala, meskipun tidak terlibat langsung dalam aktivitas dakwah.
- Kader Pengkhianat atau Perusak
Kader Pengkhianat atau Perusak adalah tipe kader yang secara formal pernah atau bahkan masih berada dalam lingkaran struktur organisasi Muhammadiyah atau amal usahanya, namun sikap dan tindakannya justru bertentangan dengan nilai-nilai dasar, tujuan, dan marwah perjuangan Muhammadiyah. Mereka bukan hanya pasif atau tidak loyal, tetapi aktif melakukan hal-hal yang melemahkan, merusak, bahkan mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh persyarikatan.
Tipe kader ini bisa muncul dalam berbagai bentuk. Ada yang memanfaatkan posisi strategis dalam organisasi atau amal usaha untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Ada pula yang menunggangi Muhammadiyah demi ambisi politik, ekonomi, atau kekuasaan, tetapi setelah tujuannya tercapai, ia meninggalkan atau bahkan menyerang balik Muhammadiyah. Dalam kasus yang lebih ekstrem, mereka turut menyebarkan narasi negatif, memecah belah internal, atau melemahkan kepercayaan publik terhadap Muhammadiyah.
Kader seperti ini biasanya memiliki pemahaman yang cukup atau bahkan mendalam tentang sistem dan ideologi Muhammadiyah. Ironisnya, justru dari kedalaman pemahaman itu, mereka tahu celah-celah untuk mengambil keuntungan atau melakukan sabotase terhadap gerakan. Itulah sebabnya mereka jauh lebih berbahaya dibandingkan orang luar yang tidak paham Muhammadiyah.
Keberadaan kader pengkhianat ini menjadi peringatan keras bagi proses kaderisasi dan sistem pengelolaan organisasi. Muhammadiyah harus lebih selektif, objektif, dan profesional dalam menilai kualitas integritas kader, tidak hanya melihat dari latar belakang pendidikan atau pengalaman organisasi semata, tetapi juga dari rekam jejak moral, spiritual, dan konsistensi perjuangan.
Penting untuk membangun sistem kontrol internal, pengawasan berjenjang, serta budaya evaluasi yang kuat agar kader tipe ini bisa diidentifikasi sejak dini. Di saat yang sama, Muhammadiyah juga harus terus menguatkan nilai-nilai keikhlasan, amanah, dan keteladanan sebagai benteng utama dari infiltrasi kader-kader perusak ini.
Kader Pengkhianat bukan hanya meninggalkan Muhammadiyah, tetapi merusaknya dari dalam. Dan sejarah menunjukkan bahwa musuh paling berbahaya bukan yang menyerang dari luar, tapi yang melemahkan dari dalam rumah sendiri.
- “Sesungguhnya orang-orang yang membeli perjanjian Allah dan sumpah mereka dengan harga yang murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat.” (QS. Al Imran: 77)
Kader pengkhianat yang menyalahgunakan kepercayaan dan merusak dari dalam termasuk dalam kategori orang-orang yang mengkhianati amanah. Ayat ini mengingatkan bahwa pengkhianatan terhadap Allah dan organisasi akan mendatangkan kerugian di akhirat.
- “Barangsiapa yang mengkhianati amanah, maka ia akan diminta pertanggungjawaban pada hari kiamat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menegaskan bahwa pengkhianatan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Seorang kader yang merusak dari dalam akan menghadapi akibat yang sangat besar.
Tujuh tipe kader ini tidak dimaksudkan untuk mengkotak-kotakkan, tetapi sebagai bahan refleksi bagi seluruh warga dan pimpinan Muhammadiyah. Dari sinilah kita belajar bahwa kaderisasi bukan sekadar proses formal, tetapi merupakan ikhtiar serius untuk menanamkan nilai, membentuk karakter, dan mengokohkan komitmen perjuangan.
Karena pada akhirnya, kekuatan Muhammadiyah bukan hanya pada banyaknya amal usaha atau panjangnya sejarah, tetapi pada kualitas kadernya—yang ikhlas, ideologis, dan konsisten dalam jalan dakwah yang mencerahkan. “Wallahu a’lam bishawab”