Tantangan dan Strategi Muhammadiyah dalam Penguatan Islam Wasathiyah
Yogyakarta, InfoMu.co – Islam Wasathiyah atau Islam moderat menjadi salah satu konsep penting dalam kehidupan beragama dan berbangsa. Dalam konteks Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah, prinsip ini menekankan keseimbangan antara dunia dan akhirat, serta menghindari ekstremisme dalam berbagai bentuk. Konsep ini menjadi relevan dalam menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks, terutama dalam menjaga harmoni sosial dan keberagaman.
Prof. Casmini, Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah menekankan pentingnya pengembangan Islam Wasathiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mengawali paparannya, Prof. Casmini mengutip Surah Al-Baqarah ayat 143, yang menjadi dasar bagi empat dalil utama terkait Islam Wasathiyah.
“Islam Wasathiyah adalah jalan tengah yang tidak ekstrim ke kanan maupun ke kiri. Konsep ini menekankan keseimbangan dan keadilan dalam beragama, berbangsa, serta dalam kehidupan sosial,” ujar Casmini saat mengisi Pengajian Ramadan 1446 H PP Muhammadiyah pada Senin (3/3).
Islam Berkemajuan, lanjutnya, memiliki empat poin utama yang mendefinisikan ciri khas Wasatiyah. Pertama, Islam Berkemajuan menyampaikan nilai kebenaran, kemaslahatan, dan keutamaan hidup bagi seluruh umat manusia. Kedua, Islam Berkemajuan menjunjung tinggi kemuliaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, tanpa diskriminasi. Ketiga, Islam Berkemajuan mengusung misi damai, menolak perang, penindasan, keterbelakangan, serta berbagai bentuk kerusakan dan kejahatan. Keempat, Islam Berkemajuan melahirkan keutamaan yang mampu menangani kemajemukan umat manusia di seluruh dunia.
Muhammadiyah, menurut Prof. Casmini, juga berkomitmen dalam barisan anti-terorisme, anti-radikalisme, dan anti-penindasan dalam segala bentuknya. Dengan demikian, Muhammadiyah terus mengedepankan konsep Islam Rahmatan lil ‘Alamin untuk kemaslahatan umat manusia.
Namun, ia juga menggarisbawahi sejumlah tantangan dalam penerapan Islam Wasathiyah. Salah satunya adalah kesenjangan antara pemimpin dan akar rumput, dimana masih terdapat perbedaan pemahaman yang membuat konsep ini sulit tersampaikan dengan baik. Selain itu, ia menyoroti bahwa materi dakwah di Muhammadiyah dan Aisyiyah belum seimbang antara aspek ibadah (ubudiyah) dan hubungan sosial (muamalah), padahal keseimbangan antara dunia dan akhirat merupakan esensi dari Islam Wasathiyah.
“Dakwah kita masih banyak yang belum mampu menjangkau generasi milenial. Coba perhatikan platform media sosial Muhammadiyah dan Aisyiyah, kita masih kesulitan untuk menarik perhatian anak-anak muda,” tambahnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, Prof. Casmini menyarankan beberapa langkah strategis. Pertama, melakukan revitalisasi jaringan Muhammadiyah guna memperkuat nilai-nilai Wasathiyah, baik di Indonesia maupun secara global. Kedua, pengembangan multisektor agar konsep Wasathiyah tidak hanya diterapkan dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam pendidikan, kesehatan, dan kebencanaan.
Selain itu, ia menekankan pentingnya pendidikan dan publikasi ilmiah untuk menyebarluaskan gagasan Islam Wasathiyah. Ia juga mengusulkan integrasi nilai Wasathiyah dalam seluruh aspek kehidupan Muhammadiyah, serta transformasi sosial melalui pendekatan pencerahan menuju masyarakat yang lebih baik.
“Wasatiyah Islam Berkemajuan bukan sekadar konsep, tetapi sebuah gerakan yang harus dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan yang tepat, Islam Wasathiyah dapat menjadi solusi bagi berbagai tantangan sosial dan ideologis yang kita hadapi saat ini,” pungkasnya. (muhammadiyah.or.id)