• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Dr. Salman Nasution

Seandainya Kebijakan Pemerintah Seperti Sembahyang Berjama’ah

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
25 April 2025
in Opini
0

Seandainya Kebijakan Pemerintah Seperti Sembahyang Berjama’ah

Oleh : Dr. Salman Nasution, SE.I.,MA

Tema ini dibuat karena adanya kebebasan dalam berfikir bagi seorang manusia yang terarah dalam hal akademik dan intelektualis, yaitu kebebasan yang argumentatif dan accountable. Tidak ada bedanya dengan konsep freedom yang diterapkan oleh beberapa negara federal, dalam konteks Konstitusi Federal (Federal Constitution) seperti Malaysia dan Amerika Serikat. Ini adalah prinsip dasar yang menjamin hak-hak dan kebebasan individu serta masyarakat dalam sebuah negara federal. Bahwa hak manusia adalah hal yang harus direspon oleh negara sebagai kebutuhan dasar manusia. Tidak ada bedanya dengan Indonesia yang memiliki hak-hak pribadi dan masyarakat yang termaktub dalam UUD 1945 (konstitusi negara). Tidak bisa kita lupakan bahwa Indonesia juga pernah menganut sistem negara federal pada tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950 yang dikenal dengan sebutan Republik Indonesia serikat (RIS).

Penekanan kembali bahwa kebebasan ini adalah buah dari pemikiran yang telah diformat oleh para guru, tulisan (buku dan penelitian), dan tentunya kitab suci. Judul ini juga. tidak ada niat mengenyampingkan konsep ibadah agama lainnya, namun konsep berjama’ah atau bersama dalam sembahyang adalah cara manusia untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan yang maha esa secara bersama-sama. Dari beberapa literatur agama di Indonesia bahwa adanya kesamaan makna “sembahyang”, yaitu cara penyembahan untuk mendekatkan dirinya kepada pencipta langit dan bumi. Dalam KBBI, yaitu upacara selamatan untuk menghormati (memuliakan) para leluhur dan sebagainya. Selepas sembahyang, yang akan dilakukan adalah berdo’a bersama dengan harapan akan dikabulkan (amiin).

Ada beberapa konsep ibadah yang dilakukan oleh umat beragama di Indonesia dalam mendekatkan dirinya pada Tuhan melalui ibadah, dalam Islam disebut dengan Sholat, dalam Kristen dikenal dengan Kebaktian Mingguan, ibadah umat Hindu disebut dengan Tri Sandhawa, ibadah umat Budha disebut Puja Bakti. Penulis menerima koreksian jika dalam penyebutan ibadah dalam bahasa agama yang disebutkan salah. Tidak hanya ibadah kepada Tuhan, ada ibadah yang dilengkapi dengan ibadah lainnya seperti ibadah sosial ekonomi dengan membantu orang-orang yang membutuhkan seperti zakat infak shadaqah, sepersepuluhan, derma dan lainnya dengan harapan dapat lebih mendekatan dirinya kepada Tuhan.

Berbicara terkait dengan kebijakan pemerintah, tidak bisa terlepas dari kritikan bahkan penolakan. Hal ini dianggap para pengritik adalah jalan salah bagi pemimpin negara dalam menjalankan program-program kesejahteraan. Para pengkritik pun menjelaskan secara akademik, historis, dan formulasi konsep alur berfikir dengan realita yang ada. Diawal kemerdekaan Indonesia pemimpin negara oleh presiden dan wakil presiden Sukarno dan Hatta, tidak terlepas dari kritikan yang dianggap perilaku disintegrasi kepada negara, dan dianggap mengancam kedaulatan negara, sehingga penangkapan kepada tokoh penolak kebijakan pun tidak terelakan dimasa-masa Indonesia masih berumur seperti balita. Begitu juga dimasa pemerintahan Hindia Belanda dan kependudukan Jepang, yang melawan adalah ancaman. Tidak main-main dengan sikap pemerintah kepada orang-orang yang membantah kebijakan pemerintah, tokoh pejabat, ulama bahkan kawan dekat menjadi bulan-bulanan pemerintah untuk membersihkan negara dari pengkritik atau zero tolerant.

Siapa yang tahan terhadap kritikan, disaat pemimpin telah menganggap apa yang dilakukannya adalah sebuah kebenaran dengan prinsip dan alur berfikir, tentu apa yang menjadi penghalangnya adalah musuh yang harus disingkirkan bahkan dibinasakan dalam rangka memuluskan kebijakan. Ini dianalogikan seperti pertanian, yaitu pengkritik dianggap seperti hama yang menyebar (economic damage) yang merusak ke tanaman lainnya sehingga perlu disemprot pembasmi hama. Parahnya, pencegahan hama yang dilakukan oleh petani dilakukan secara membabi buta dengan melakukan konsep Economic Injury Level, yang menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi petani untuk menangani hama.

Ada cara yang elegan menghadapi pengkritik dengan cara memberikan komentar atau konferensi pers dengan penjelasan dan menangkal apa yang menjadi pikiran pengkritik. Kebijakan pemerintah yang sering dikritik umumnya terkait dengan kebijakan politik dan ekonomi, mengingat keduanya saling berhubungan erat. Tidak ada bedanya dengan pengusaha dan penguasa, mereka memainkan peran dalam memenangkan setiap pesta demokrasi termasuk program-program yang selama ini berjalan. Tentu, jika situasi ekonomi dan politik Indonesia berjalan dengan baik dan lancar, maka mereka adalah orang-orang yang mementingkan warga negaranya, namun sebaliknya, jika situasi ini mengalami negatif bahkan terus merosot, indikasi ada kesalahan atau niat yang salah dalam menjalankan konstitusi negara.

Niat bagi calon pemimpin negara sangat penting dimiliki, apalagi kebijakannya akan menentukan negara kedepannya. Adanya niat, tentu adanya perencanaan dan proses kerja yang baik untuk memperoleh hasil yang baik.  Begitu juga dengan sembahyang bahwa niat adalah awal beribadah kepada Tuhan. Jika ini tidak dimiliki maka akan dianggap batal (tidak sah). Konsep sembahyang dan kebijakan pemerintah harus memiliki niat sebagai modal awal untuk menguatkan apa yang akan dilakukan adalah bentuk kebenaran. Tidak terlepas kepercayaan yang diberikan oleh rakyat dalam mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah, sama halnya ucapan imam, pendeta, paus yang dipercayai dan diikuti oleh para jama’ahnya. Tidak ada kritikan, apalagi membantah ucapan, karena para makmum meyakini dengan sepenuh hati bahwa pemimpin sembahyang (ibadah) akan menghantarkan mereka ke jalan Tuhan yang maha esa.

Dalam konsep sembahyang berjama’ah, tentunya pemimpin umat menjadi penentu keberhasilan beribadah, bahkan jika mengalami kesalahan maka dengan kesadaran dirinya, dia harus mundur dari posisinya karena jama’ah ingin diatur oleh orang yang benar secara bahasa dan kuat iman. Ada beberapa etika dalam beribadah berjama’ah ketika pemimpin mengalami kesalahan. Seperti sholat, ketika imam mengalami kesalahan dalam bacaan tentu akan diperbaiki langsung oleh makmum, ada peringatan (kode) yang secara tidak langsung disampaikan oleh makmum untuk memperbaiki bacaan imam termasuk rukun sholat (mungkin juga ibadah agama lainnya). Benar, jika imam sengaja salah secara rukun sholat, maka mundur adalah cara yang terbaik, namun tidak menjelek-jelekan apalagi memojokan, karena ibadah harus dilanjutkan oleh jama’ah.

Seandainya kebijakan pemerintah seperti sembahyang berjama’ah tentu yang dilahirkan adalah saling mengingatkan, jika kritikan adalah cara warga negara, indikasi adanya kepedulian untuk bersama membangun. Sebagai negara demokrasi, rakyat juga punya peran dalam membangun negara untuk diri dan generasinya. Warga negara berhak memberikan konsep membangun. Robert A. Dahl seorang ahli teori demokrasi, menyatakan bahwa kritik terhadap pemerintah adalah bagian dari kontestasi politik, di mana warga negara memiliki hak untuk mengemukakan pendapat dan menentang kebijakan yang dianggap tidak sesuai. Robert menyebut ini sebagai salah satu ciri utama polyarchy (demokrasi pluralistik), yaitu kebebasan oposisi dan menjamin keterbukaan dan akuntabilitas.

Seandainya kebijakan pemerintah seperti sembahyang berjama’ah, tentu pemerintah -menjalankan pemerintahannya dengan baik dan lancar, namun penulis menekankan bahwa tidak ada ruang bagi imam yang benar untuk dikritik, artinya pemerintah tidak boleh dikritik jika kebijakannya benar-benar berlandaskan pada kitab suci, karena kitab suci haram hukumnya salah. Adapun nilai pemimpin negara adalah kejujuran, amanah, kepedulian, berani, kuat, benar, tegas Kepercayaan warga negara terhadap pemimpin negara itu sangat penting sebagai pondasi utama legitimasi dan stabilitas pemerintahan.

Seandainya kebijakan pemerintah seperti sembahyang berjama’ah, tentu yang dilahirkan adalah negara yang makmur dan sejahtera, karena warga negara sudah muak dan Lelah dengan kemiskinan, kebodohan, kejahatan, dalam bahasa agama menolak wilayah negara seperti neraka yang diisi oleh orang-orang yang berbuat kejahatan. Tentu adanya kesamaan visi dan misi pemerintah dan warga negara untuk bersama-sama membangun negara yang adil. Apakah ini impian atau dongeng?

*** Penulis, Dr. Salman Nasution adalah Dosen UMSU dan Pengurus MUI SU dan MES SU

 

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: ekonomikebijaksanaan
Previous Post

FK UMSU Yudisium 76 Dokter Capaian Lulusan UKMPPD 90 Persen

Next Post

Gaza di Ambang Jurang Kelaparan Massal

Next Post
Gaza di Ambang Jurang Kelaparan Massal

Gaza di Ambang Jurang Kelaparan Massal

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.