Medan, InfoMu.co – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara menggelar rapat bersama Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Pusat, Dr. Amirsyah Tambunan, guna membahas peningkatan tata kelola organisasi, transparansi administrasi, serta strategi pengelolaan keuangan yang berkelanjutan. Dalam pertemuan tersebut, Dr. Amirsyah menekankan pentingnya MUI Sumut untuk meraih sertifikasi ISO dalam tata kelola administrasi dan kelembagaan.
Menurutnya, saat ini MUI Sumut telah memenuhi sembilan kriteria utama, namun belum memperoleh sertifikasi ISO, yang menjadi standar internasional dalam manajemen organisasi. Ia menargetkan bahwa indikator penilaian untuk mendapatkan sertifikasi ini akan difokuskan pada tahun 2026–2027.
“Saya merasa berkewajiban untuk hadir dan mendorong MUI Sumut agar bisa meraih ISO. Ini bukan hanya tentang prestasi, tetapi juga peningkatan kualitas tata kelola dan kepercayaan publik terhadap MUI,” ujar Dr. Amirsyah.
Transformasi Digital
Selain standarisasi ISO, Dr. Amirsyah juga menekankan bahwa MUI harus bertransformasi ke sistem administrasi digital yang paperless, sejalan dengan kebijakan yang telah diterapkan di tingkat pusat. Salah satu langkah kunci dalam perubahan ini adalah implementasi aplikasi keuangan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana.
“Administrasi dari pusat hingga daerah harus mulai meninggalkan penggunaan kertas dan beralih ke sistem digital. Transparansi dalam pengelolaan keuangan menjadi hal yang sangat penting, sehingga diperlukan infrastruktur yang memadai, sosialisasi, pelatihan, serta implementasi sistem berbasis teknologi,” jelasnya.
Penguatan Wakaf
Dalam pertemuan tersebut, Sekjen MUI Pusat juga menyoroti pentingnya wakaf sebagai sumber pendanaan alternatif bagi MUI. Menurutnya, MUI Sumut perlu bekerja sama dengan BAZNAS dan lembaga wakaf agar tidak terlalu bergantung pada anggaran APBD.
Saat ini, pengelolaan zakat sudah berjalan dengan baik, namun sektor wakaf masih belum optimal. Dr. Amirsyah menekankan perlunya penataan ulang wakaf agar lebih profesional, mengingat potensinya yang sangat besar.
“Potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp190 triliun, namun faktanya baru sekitar Rp2 triliun yang berhasil dikelola. Ini menunjukkan masih lemahnya literasi dan edukasi tentang wakaf di masyarakat,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti minimnya perhatian akademis terhadap wakaf, bahkan di perguruan tinggi. Saat ini, hanya Universitas Muhammadiyah yang memiliki program studi tentang zakat dan wakaf, itupun dengan jumlah peminat yang masih rendah.
Strategi Membangun Lembaga Wakaf Profesional
Untuk mengatasi tantangan ini, Dr. Amirsyah mendorong agar Lembaga Wakaf MUI Pusat dapat segera membentuk perwakilan di tingkat provinsi, termasuk di Sumatera Utara. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat tata kelola wakaf dan memaksimalkan potensinya.
Sebagai solusi konkret, Dr. Amirsyah mendorong inisiatif CWLD (Cash Waqf Linked Deposit), di mana masyarakat dapat menyisihkan dana wakaf dalam bentuk deposito syariah yang tidak diambil, melainkan dikelola untuk kemaslahatan umat.
“Bayangkan jika 1 juta orang masing-masing berwakaf dalam bentuk deposito, maka dana yang terkumpul akan sangat besar dan membawa keberkahan, sebagaimana firman Allah dalam Surah Ali Imran ayat 92,” tuturnya.
Dengan berbagai strategi yang dibahas dalam rapat ini, MUI Sumut diharapkan dapat memperkuat kelembagaan, meningkatkan profesionalisme, serta mengembangkan sumber pendanaan yang lebih mandiri melalui wakaf dan zakat, demi keberlangsungan dakwah dan pelayanan umat yang lebih baik. (mui)