Kurikulum K3 di Sekolah Antara Kebijakan dan Realita
Oleh :Partaonan Harahap,ST.,MT
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif. Dalam dunia pendidikan, K3 seharusnya menjadi bagian integral dari kurikulum sekolah guna membentuk budaya keselamatan sejak dini. Pemerintah telah mencanangkan berbagai kebijakan terkait implementasi K3 di sekolah, namun realitas di lapangan sering kali tidak sejalan dengan kebijakan yang telah dibuat. Banyak sekolah masih minim dalam penerapan K3, baik dari segi fasilitas, sumber daya manusia, maupun
kesadaran akan pentingnya keselamatan.
Pemerintah Indonesia telah merancang berbagai regulasi terkait penerapan K3 dalam dunia pendidikan. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan menegaskan pentingnya implementasi K3, termasuk di lingkungan sekolah. Kurikulum Merdeka Belajar yang baru juga membuka ruang bagi sekolah untuk mengintegrasikan materi K3 dalam mata pelajaran tertentu. Selain itu, beberapa sekolah kejuruan (SMK) telah diwajibkan untuk menerapkan prinsip-prinsip K3 dalam pembelajaran mereka, terutama bagi jurusan yang berkaitan dengan industri dan teknik. Namun, di jenjang pendidikan dasar dan menengah umum, penerapan K3 masih jauh dari kata optimal.
Meskipun kebijakan telah dibuat, implementasi K3 di sekolah masih menghadapi berbagai
kendala, antara lain:
1. Kurangnya Infrastruktur dan Sarana Prasarana Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menunjang keselamatan siswa dan tenaga pengajar. Misalnya, kurangnya jalur
evakuasi darurat, minimnya alat pemadam kebakaran, dan tidak tersedianya kotak P3K di setiap kelas. Hal ini membuat kesiapsiagaan dalam menghadapi situasi darurat menjadi rendah.
2. Rendahnya Kesadaran Akan Pentingnya K3 Kesadaran siswa, guru, dan pihak sekolah terhadap pentingnya K3 masih rendah. Banyak yang menganggap bahwa K3 hanya relevan di lingkungan industri atau perusahaan,
bukan di sekolah. Akibatnya, budaya keselamatan tidak tertanam sejak dini, sehingga siswa cenderung kurang peduli terhadap risiko di lingkungan sekolah.
3. Kurangnya Pelatihan dan Tenaga Ahli. Sekolah-sekolah umumnya tidak memiliki tenaga ahli di bidang K3. Guru yang mengajar materi terkait K3 sering kali tidak memiliki pelatihan yang cukup sehingga penyampaian
materi tidak optimal. Pelatihan bagi tenaga pendidik mengenai K3 juga masih terbatas, baik dalam jumlah maupun cakupannya.
4. Minimnya Integrasi K3 dalam Kurikulum Saat ini, pembelajaran K3 di sekolah lebih bersifat sekunder dan belum terintegrasi dengan baik dalam kurikulum utama. Beberapa sekolah memasukkan materi K3 dalam mata pelajaran IPA atau Prakarya, namun cakupannya masih sangat terbatas. Selain itu, metode pengajaran yang digunakan belum interaktif dan aplikatif, sehingga siswa tidak mendapatkan pemahaman yang mendalam.
5. Anggaran yang Terbatas
6. Penerapan K3 di sekolah membutuhkan dukungan anggaran yang memadai. Namun, banyak sekolah yang menghadapi keterbatasan dana, sehingga sulit untuk mengalokasikan anggaran khusus untuk program keselamatan. Dana yang tersedia sering kali lebih difokuskan pada aspek akademik, sementara aspek keselamatan masih dianggap sebagai prioritas kedua.
Dampak dari Kurangnya Penerapan K3 di Sekolah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi siswa, guru, maupun lingkungan sekolah secara keseluruhan. Beberapa dampak tersebut meliputi:
1. Meningkatnya Risiko Kecelakaan Tanpa penerapan K3 yang memadai, risiko kecelakaan di sekolah menjadi lebih tinggi. Misalnya, siswa dapat mengalami cedera akibat fasilitas yang tidak terawat, kebakaran akibat korsleting listrik, atau kecelakaan laboratorium karena kurangnya pemahaman tentang prosedur keselamatan.
2. Kurangnya Kesadaran Keselamatan Sejak Dini Jika sekolah tidak menanamkan budaya keselamatan sejak dini, siswa akan tumbuh tanpa memiliki kesadaran yang cukup terhadap pentingnya K3. Akibatnya, mereka tidak memiliki kebiasaan untuk selalu memperhatikan aspek keselamatan di lingkungan kerja maupun kehidupan sehari-hari.
3. Kinerja Guru dan Siswa Terganggu Lingkungan sekolah yang tidak aman dapat mengganggu proses belajar-mengajar. Misalnya, kondisi ruang kelas yang tidak nyaman atau ketidaksiapan dalam menghadapi bencana alam dapat menurunkan konsentrasi dan produktivitas siswa maupun guru.
4. Reputasi Sekolah Menurun Sekolah yang sering mengalami insiden akibat buruknya penerapan K3 dapat mengalami penurunan reputasi. Orang tua akan ragu untuk menyekolahkan anaknya di tempat yang tidak memberikan jaminan keselamatan bagi siswa.
Agar kurikulum K3 dapat berjalan optimal di sekolah, diperlukan berbagai upaya dan strategi yang melibatkan pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Pemerintah perlu mewajibkan sekolah untuk mengintegrasikan K3 dalam kurikulum, bukan hanya sebagai materi tambahan. Setiap mata pelajaran dapat memiliki porsi pembahasan terkait keselamatan sesuai dengan bidangnya. Misalnya, IPA membahas aspek keselamatan laboratorium, sementara Pendidikan Jasmani membahas pencegahan cedera saat berolahraga.
Pemerintah perlu memberikan bantuan dana atau subsidi khusus bagi sekolah-sekolah untuk meningkatkan fasilitas keselamatan. Pemasangan alat pemadam kebakaran, jalur evakuasi, dan fasilitas P3K harus menjadi standar minimal di setiap sekolah.
Tenaga pendidik harus mendapatkan pelatihan khusus mengenai K3 agar mampu menyampaikan materi dengan baik. Pelatihan ini dapat melibatkan tenaga ahli dari industri atau lembaga yang berkompeten di bidang keselamatan kerja.
Kesadaran siswa terhadap pentingnya K3 perlu ditingkatkan melalui berbagai metode, seperti seminar, simulasi bencana, dan lomba terkait keselamatan kerja. Dengan demikian, siswa dapat lebih memahami pentingnya menjaga keselamatan di lingkungan sekolah. Pemerintah harus melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap penerapan K3 di sekolah. Inspeksi rutin dapat memastikan bahwa sekolah telah menerapkan prosedur keselamatan dengan baik dan mengidentifikasi area yang masih perlu diperbaiki.
Penerapan Kurikulum K3 di sekolah merupakan langkah penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif. Meskipun kebijakan pemerintah sudah ada, realita di lapangan menunjukkan bahwa implementasinya masih menghadapi berbagai kendala. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari semua pihak, termasuk pemerintah, sekolah, guru, dan siswa, untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip K3 benar-benar diterapkan dalam dunia pendidikan. Dengan begitu, generasi mendatang akan tumbuh dengan kesadaran tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman
di masa depan.
*** Penulis, Dosen Fakultas Teknik UMSU,Sekretaris LPCR-PM PWM Sumut, Wakil Ketua Lembaga Pelatihan Kerja Teknik Indonesia (LPKTI) dan Ketua Umum Assosiasi Alumni Teknologi Teladan Medan