• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Orang Miskin di Sumut Lebih dari Satu Juta

Dr. Muhammad Yusri MSi (penulis)

Kolom Dr. Mohammad Yusri : Kemiskinan Berbasis Pandemi Global

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
10 Juli 2020
in Kolom
86

KEMISKINAN BEBASIS PANDEMI GLOBAL

 Oleh: Dr. Mohammad Yusri, M.Si*)

Artikel ini akan menggambarkan beberapa hal terkait peningkatan jumlah orang miskin di Sumatera Utara diantaranya; beberapa masalah kemiskinan, diskripsi konsep dan indikator kemiskinan (umum dan masa pandemi global) dan terakhir terkait upaya-upaya mendesak yang mesti dilakukan baik pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah dan organisasi masyarakat termasuk Muhammadiyah terus bergerak dalam rangka mengatasi persoalan ini. Semoga artikel ini dapat dijadikan sebagai tambahan  kontribusi pemikiran baik bagi Pemerintah maupun persarikatan Muhammadiyah wabil khusus Sumatera utara.

  1. Masalah Kemiskinan

Sebelum pandemi global saja banyak hal yang menyebabkan angka kemiskinan selalu marangkak naik. Sekalipun pertumbuhan ekonomi yang meningkat di berbagai Daerah di Sumatera Uaara, namun  ternyata berbanding lurus juga dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin. Ambil contoh kota Medan, pada masa Pra Pandemi Global saja kota telah memiliki Peraturan Daerah yang memayungi dalam penanggulangan kemiskinan. Setelah di lahirkannya Perda No.5 tahun 2015 tentang penanggulangan kemiskinan, Pemko Medan menambah jumlah anggaran untuk program-program penanggulangan kemiskinan minimal 10 % dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi jumlah penduduk miskin terus bertambah. Keadaan ini menimbulkan polemik bagi masyarakat luas, dimana  masyarakat miskin yang belum terjaring dalam program kemiskinan Kota Medan. Polemik ini sangat beralasan karena penetapan masyarakat miskin memiliki indikator yang berbeda pada masing-masing Institusi.

Belum lagi pada saat pandemi global, dimana menurut catatan Bank Indonesia 2019,  bahwa angka kemiskinan di Indonesia merangkak cepat. Lebih-lebih masa covid 19 saat ini, maka semakin banyak penambahan orang miskin (Indonesia dari 27 juta, saat ini 67 juta pada masa covid). Dan kondisi ini merebak ke seluruh wilayah Indonesia termasuk Sumatera Utara. Masa Pandemi, Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Sumatera Utara memperkirakan akan ada tambahan tingkat kemiskinan sehingga jumlahnya menjadi 1,8 juta jiwa. Penambahan tersebut sebagai dampak dari pandemi virus corona.

Pertambahan tingkat kemiskinan sebagai dampak pelemahan ekonomi, tingkat kemiskinan meningkat menjadi 9,7 persen pada skenario mild (kategori ringan). Sementara dalam skenario severe (kategori berat) dapat meningkat hingga 12,9 persen. Selanjutnya BI memperkirakan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam kategori berat diperkirakan negatif sampai 1,1 persen maka pertumbuhan ekonomi di Sumatera  akan tumbuh melambat hingga dibawah 4,3 persen.

Sementara dari sektor ketenaga kerjaan di Sumatera Utara akan dan telah banyak perusahaan yang mem PH kan tenaga kerja dimana sekitar 354 ribu tenaga kerja yang akan terdampak. Angkatan kerja kita sangat terpuruk dan mengalami traumatik yang luar biasa terutama bagi mereka yang sebelumnya bekerja di sektor informal.

Maka dari dua persoalan diatas (ekonomi dan ketenaga kerjaan) saja dapat diprediksi bahwa saat ini sesungguhnya banyak masyarakat yang berdampak oleh karena kemiskinan dan miskin pendatang baru (new camer worty poor). Dampak tersebut lebih pada persoalan pemenuhan kebutuhan harian , mingguan dan bulanan, diantaranya  pada; melemahnya daya beli, pola konsumsi yang mallnutrisi, sekalipun belum sampai pada gizi buruk, angka putus sekolah yang tinggi dikarenakan para orang tua tidak dapat memenuhi kewajiban membayar Sumbangan Pembangunan dan Pendidikan (SPP) dan biaya operasional lainnya.

  1. Diskripsi Konsep/Indikator Kemiskinan (umum dan masa pandemi Global)

Banyak batasan-batasan tentang kemiskinan ini, dan memang sesungguhnya kemiskinan ini, terutam di Indonesia merupakan persoalan yang sulit dipecahkan, baik jumlah, peningkatan, upaya pemecahan maupun kebijakan. Sehingga menururut Ndun 2016 bahwa dari sudut penuntasannya tergolong sulit atau  Ill Structure. Oleh sebab itu penulis ingin berbagi dan menyatukan pemahaman kita terkait  faktor penyebab kemiskinan secara umum dan penyebab kemiskinan dimasa Pandemi Globai ini. Secara umum konsep  nya adalah sebagai berikut :

Secara harfiah kamus besar Bahasa Indonesia, miskin itu berarti tidak berharta benda. Miskin juga berarti tidak mampu mengimbangi tingkat kebutuhan hidup standard dan tingkat penghasilan dan ekonominya rendah. Secara singkat kemiskinan dapat didefenisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standard

Bappenas RI 2018, mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh orang miskin, tetapi karena keadaan yang tidak bisa dihindari oleh kekuatan yang ada padanya. Badan Pusat Statistik, mendefenisikan kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan dan non makan. Sementara itu, Friedmann yang mengatakan bahwa kemiskinan sebagai akibat dari ketidak-samaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial (Friedmann, 1992: 123).Secara umum kemiskinan diartikan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok atau dasar. Mereka yang dikatakan berada di garis kemiskinan adalah apabila tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

Konsep-konsep Kemiskinan dan Indikator

Prof. Selo Soemardjan 2013, seorang tokoh sosiologi Indonesia terkenal mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pengertian kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu, tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedian bagi mereka. Menurut Sarasutha dan Noor dalam Supadi dan Achmad Rozany (2008 : 3 –4) “kemiskinan secara konseptual dapat dibedakan atas tiga pengertian, yaitu kemiskinan subyektif, kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

  1. Kemiskinan subyektif, setiap orang mendasarkan pemikirannya sendiri dengan menyatakan bahwa kebutuhannya tidak terpenuhi secara cukup walaupun secara absolut atau relatif sebenarnya orang itu tidak tergolong miskin”. Kemiskinan subyektif terjadi karena individu menyamaratakan keinginan (wants) dengan kebutuhan (needs).
  2. Pengertian kemiskinan absolut adalah kondisi di mana seseorang atau keluarga memiliki pendapatan tetapi tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan minimumnya sehari-hari secara efisien.
  3. Pengertian kemiskinan relatif berkaitan dengan konsep relative deprivation di mana kemampuan pemenuhan kebutuhan seseorang atau sebuah keluarga berada dalam posisi relatif terhadap anggota masyarakat lain yang tinggal dalam satu wilayah. Konsep ini terkait erat dengan ketimpangan pendapatan

Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut menurut BPS, ditentukan berdasarkan ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan pokok minimumnya seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang dan nilai minimum kebutuhan dasar yang dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Oleh karena itu, penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.Pengertian kemiskinan absolut lebih  banyak digunakan oleh pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan pada berbagai sektor pelayanan publik, misalnya di bidang pangan, kesehatan, pendidikan dan perumahan. Untuk mengukur kemiskinan dan kriteria penduduk miskin, pemerintah antara lain menggunakan pendekatan pendapatan atau pengeluaran penduduk untuk pemenuhan kebutuhan dasar minimum, pendekatan rata-rata per-kapita dan pendekatan klasifikasi keluarga sejahtera seperti yang digunakan oleh BKKBN. Pada tahun 2004 BPS menggunakan pendekatan pengeluaran minimum makanan yang setara dengan 2.100 kkal/hari ditambah pengeluaran bukan makanan (perumahan dan fasilitasnya, sandang, kesehatan, pendidikan, transport dan barang-barang lainnya). Pada tahun 2008, BPS menetapkan lagi 8 variabel yang dianggap layak dan operasional sebagai indikator untuk menentukan rumah tangga miskin, yaitu :1) luas lantai per-kapita; 2) jenis lantai;3) air minum/ketersediaan air bersih;4) jenis jamban/wc; 5) kepemilikan aset; 6) pendapatan per-bulan; 7) pengeluaran, khususnya prosentase pengeluaran untuk makanan; 8) konsumsi lauk pauk.

 Kemiskinan Relatif

Pengertian kemiskinan relatif menurut BPS (2008) adalah “suatu kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan”. BPS mengemukakan bahwa standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk miskin. Ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan atau pengeluaran penduduk. Pengertian kemiskinan relatif sebagaimana yang dikemukakan oleh BPS lebih menunjuk pada kesenjangan pendapatan dan pengeluaran antar wilayah dalam suatu negara atau antar negara di dunia. BPS yang menetapkan garis kemiskinan dalam terminologi kemiskinan relatif. Garis kemiskinan untuk setiap sebuah provinsi di Indonesia tidak sama garis kemiskinan di provinsi lainnya. Demikian pula garis kemiskinan masing-masing kabupaten/kota dalam wilayah provinsi yang sama. Sebagai contoh, BPS (2008) menetapkan garis kemiskinan (kapita/bulan) perdesaan di Jawa Barat sebesar Rp.155.367,- sedangkan di perkotaan sebesar Rp. 190.824,-. Perbedaan ini terjadi karena harga-harga kebutuhan dasar minimum di perdesaan yang relatif lebih kecil daripada di perkotaan. Perbedaan garis kemiskinan juga disebabkan oleh perbedaan jenis kebutuhan minimum, misalnya : masyarakat miskin perdesaan biasanya mempunyai rumah sendiri sekalipun kondisinya kurang layak sedangkan masyarakat miskin di perkotaan umumnya tinggal di rumah sewa atau kontrakan.

Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan”. BPS berpendapat bahwa indikator tersebut seyogyanya bisa dikurangi atau bahkan secara bertahap dapat dihilangkan dengan mengabaikan faktor-faktor adat dan budaya tertentu yang menghalangi seseorang untuk melakukan perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik. Pengertian kemiskinan kultural yang dikemukakan BPS mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, tradisi dan kebiasaan yang cenderung mengarahkan masyarakat pada sikap apatis, ”nrimo” atau pasrah pada nasib, boros dan bahkan tidak kreatif sekalipun ada bantuan dari pihak luar. Selain itu, kemiskinan kultural tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi disebabkan oleh proses perubahan sosial secara fundamental, seperti transisi dari budaya feodalisme kepada budaya kapitalisme.

Kemiskinan Struktural

“Kemiskinan structural” adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan

bersebab dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan. Kemiskinan dalam kondisi struktur demikian tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang alami atau faktor-faktor pribadi dari orang miskin itu sendiri melainkan oleh sebab tatanan sosial yang tidak adil. Tatanan yang tidak adil ini menyebabkan banyak masyarakat gagal untuk mengakses sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mengembangkan dirinya maupun untuk meningkatkan.

Indikator Kemiskinan

Selain indikator kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah, belum ada indikator yang benar-benar tepat dan sesuai untuk digunakan untuk menggambarkan kondisi kemiskinan yang dapat diberlakukan secara umum dan baku terhadap semua komunitas, bukan hanya dari aspek kehidupan ekonominya tetapi juga dari aspek lain, misalnya aspek sosial, hukum dan politik. Menurut Emil Salim (1982), penentuan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok (yang kemudian disebut sebagai garis kemiskinan), dapat dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu : 1) persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan, 2) posisi manusia dalam lingkungan sekitar dan 3) kebutuhan obyetif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi. Pendapat ini menunjukkan bahwa memang tidak ada standar yang bisa digeneralisir terhadap semua kelompok masyarakat untuk menetapkan suatu kondisi dan situasi sebagai masalah kemiskinan. Oleh karena itu, indikator-indikator kemiskinan yang masih berlaku dan digunakan untuk menetapkan suatu kondisi sebagai masalah kemiskinan masih menggunakan indikator-indikator

Kemiskinan di Masa Pandemi Global

Pada masa Pandemi Global, sebagaimana data BI diatas terjadi lonjakan yang cukup signifikan dibandingkan sebelum masa covid. Ada beberapa dampak wabah Pandemik Global ini dalam kehidupan sosial, ekonomi, agama, budaya.

Pertama, dalam kehidupan sosial terlihat banyaknya fenomena sosial yang berubah dari kerekatan hubungan secara individual maupun  masyarakat. Suasana kohesifitas (daya rekat)  semakin berkurang dikarenakan adanya protap tentang mengatur jarah pisik (phicical distancing), dan menjaga jarak sosial (social distancing). Padahal kedekatan antara individu dengan individu lain sangat diperlukan dalam mencari solusi atau pemecahan berbagai kesulitan hidup. Begitu juga hubungan kekerabatan kelompok-kelompok sosial, organisasi pengajian dan lain-lain nyaris tidak terlaksana secara baik. Ini menyebabkan orang atau individu sesungguhnya tengah diterpa kemiskinan secara sosial.

Kedua, kemiskinan secara ekonomi juga dapat diukur dari sejauh mana tingkat konsumsi individu, masyarakan bahkan sampai Negara. Kemampuan individu untuk melakukan pola konsumsi menunjukkan kemampuan atau ketidak mampuan dari aspek pendapatan dan tingkat saving atau tabungan. Secara sederhana dapat disimulasikan :

  1. Jika individu hanya mampu membelanjakan uangnya per hari sebesar 40 ribu sampai 100 ribu, itu artinya sejalan dengan pendapatannya atau incame (i) yang hanya 40 ribu sd 100 ribu perhari (i=c).

Jika pendapatan (i) dikurang pembelanjaan atau konsumsi (c) sama besar berarti seseorang tidak berkesempatan untuk nabung (saving=s).

  1. Sebaliknya bila pendapatan dikurang konsumsi (c) masih berlebih atau plus berarti seseorang masih mendapat keuntungan dan dapat melakukan tabungan (s) atau i ≥s,
  2. Begitu sebaliknya jika pengeluaran (c) lebih besar dari pendapatan (i), maka seseorang merugi atau i≤c.

Maka sesungguhnya pola kjonsumsi model c diatas saat ini secara diskriptif lebih banyak menerpa masyarakat kita. Oleh karenanya sesungguhnya parameter kemiskinan dimasa covid ada di posisi poin c tersebut. Banyak masyarakat-masyarakat yang terpapar covid secara ekonomi, jangankan untuk menabung, untuk mencukupi kebutuhan pokok seperti makan tiga kali sehari saja tidak dapat terpenuhi. Insya Allah kemiskinan agama dan budaya akan dilanjutkan pada artikel berikutnya.

  • Upaya-Upaya Yang Segera oleh Pemerintah dan Swasta.

Kita tidak tau sampai kapan wabah pandemi Global ini akan segera berakhir, hanya sebagai ummat beragama kita tetap terus berikhtiar dan berdoa agar Pandemi Global ini segera usai, baik dari segi pencegahannya maupun mengatasi dampak-dampaknya.

Oleh karenanya langkah-langkah konkrit dari Pemerintah maupun swasta termasuk didalamnya organisasi kemasyarakatan mesti bahu membahu dalam mengatasi wabah global ini.

Pertama, Pemerintah daerah memperkuat kebijakan anggaran yang langsung diperuntukkan bagi pelayanan-pelayanan langsung untuk kebutuhan kebutuhan (direct service) sebagaimana skim BLT. Namun supaya tidak terjadi duplikasi angggaran yang bisa menyebabkan pengelola  keuangan terseret kasus penyalah gunaan dan atau melampaui batas wewenang dan korupsi, hendaknya Pemerintah Daerah dapat memberikan pada skim lain yang belum diprogramkan dari Pemerintah Pusat. Seperti halnya modal tanpa agunan kepada masyarakat yang terpapar. Dana-dana ini nantinya dapat digunakan untuk berjualan, berjualan online,  jasa service, petani kecil, pengerajin, buruh dan lain-lain disamping bantuan-bantuan habis pakai seperti kebutuhan pangan.

Kedua, Kontribusi organisasi masyarakat  dan fihak swasta lain dalam mengatasi dan memutus mata rantai covid 19 mutlak diperlukan. Kemampuan Pemerintah yang terbatas tentu akan sangat berarti jika peran Organisasi Masyarakat dan swasta lain memberi andil. Apa yang dilakukan Muhammadiyah dalam memutus mata rantai covid 19 dan dampaknya saya kira secara objektif mesti saya sampaikan di rubrik ini. Lihat saja mulai pelayanan kepada Pasien terdampak baik ODP dan PDP yang dilakukan oleh banyak Rumah Sakit Muhammadiyah seluruh Indonesia, pantes mendapat acungan jempol yang patut ditiru oleh ormas lain di Republik ini.

Kemudian sejak 5 Maret 2020 lalu juga dalam rangka memutus mata rantai penyebaran covid 19 Muhammadiyah dengan sigap, tanggap dan cepat telah membentuk MCCC atau  Muhammadiyah Covid-19 Command Centre. MCC yang memiliki jaringan mulai dari Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah se Indonesia ini juga mampu mengkordinasikan tugas-tugas putus rantai covid 19 ke berbagai Majlis dan Lembaga nya dan berbagai amal usaha pendidikannya  yang ada mulai dari  Taman Kanak-Kanak (Bustanul Atfal), SD, SMP, SLTA sampai Perguruan Tinggi. Begitu juga amal-amal usaha lainnya. Suatu nilai investasi akhirat dan ekonomi  yang sangat luar basa besarnya.

Begitupun banyak perusahaan-perusahaan swasta mulai tingkat Nasional, Regional dan bahkan Internasional memberikan uluran tangannya kepada masyarakat dalam rangka memutus mata rantai covid 19 ini. Tentu apa yang telah dilaksanakan ormas dan swasta ini pertanda bahwa masalah wabah Pandemi Global ini benar benar menjadi masalah dan bencana yang solusinya dihadapi secara bersama pula. Oleh karenanya sebagai masukan kepada Pemerintah diperlukan payung hukum bagi ormas dan swasta dalam melakukan fund rissing (pencarian dana) covid 19 ini, sehingga dalam pengumpulan, penyalurannya dan pertanggung jawabannya benar amanah sesuai peruntukannya.

*** Penulis, Dosan pada FISIP UMSU dan Ketua Pusat Kajian Kebijakan Pembangunan Strategis UMSU

Bahan Kepustakaan

Mardimin, Yohanes. 1996.  Kritis Proses Pembangunan di Indonesia.  Penerbit Kanisius.Yogyakarta. Arif Noer Hakim.2009.Teori dan Pendekatan Masalah Kemiskinan, 20 Agustus.

BAPPENAS.2004.Indikator  Masyarakat Miskin, Jakarta

BPS.2011.Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik, Jakarta

BPS. 2008. Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik, Jakarta

Ikhsan, M. 1999.The Disaggregation of Indonesian Poverty : Policy and Analysis. Ph.D. Dissertation. University of Illinois, Urbana

Ravallion Martin and Shaohua Chen. 2008.The Developing World Is Poorer Than We

Thought, But No Less Successful in the Fight against Poverty. The World Bank Development Research Group August 2008 Research Paper No. 2004/4

Supardi dan A.R. Nurmanaf. 2006. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pedesaan dan Kaitannya Dengan TingkatKemiskinan, Journal Socio-Economic ofAgriculcure and Agribusiness Volume 6, No.3 November 2006.

Dercon Alkare.  2009. Counting and Multidimensional Poverty Measurement.  Journal of Public Economics. 95(7-8): 476-487

https://waspada.co.id/2020/04/masa-pandemi-bi-sumut-prediksi-angka-kemiskinan-naik/

https://nbisnisdaily.com

 

 

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Previous Post

Aceh Minta Pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser

Next Post

WHO kirim tim pencari pasien pertama Covid-19 ke China

Next Post
WHO kirim tim pencari pasien pertama Covid-19 ke China

WHO kirim tim pencari pasien pertama Covid-19 ke China

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.