Keistimewaan Letak dan Posisi Geografis Ka’bah
Oleh : Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Ka’bah sebagai terletak di kota mulia Mekah merupakan arah yang dituju umat Muslim tatkala shalat. Bangunan ini berdimensi mendekati kubus. Ka’bah sendiri memiliki banyak nama, antara lain: ka’bah, al-bait (rumah), baitullah (rumah Allah), al-bait al-haram (rumah suci), al-bait al-‘atiq (rumah pusaka), al-qiblah (kiblat), dan lain-lain. Secara geografis, Ka’bah merupakan pusat Bumi. Jarak rata-rata Ka’bah ke kota-kota utama di dunia berkisar antara 8000 kilometer hingga 13000 kilometer, dimana Ka’bah berada di pertengahannya dan dikelilingi tiga benua: Asia, Afrika dan Eropa (sebelum ditemukannya benua Amerika).
Rata-rata jarak kota-kota dunia ini membuktikan bahwa kota Mekah dan atau Ka’bah terletak pada pusat dunia. Hikmah geografis ini bagi umat Islam adalah memudahkan dalam menunaikan ibadah haji dan umrah dari berbagai penjuru dunia.
Orientalis Arnold Keysrling pernah mengusulkan koordinat Ka’bah (39 49’ BT) sebagai garis bujur internasional menggantikan garis bujur 0 atau 180 (Greenwich Mean Time) yang terletak di kota London, Inggris. Secara geografis, Ka’bah berada pada posisi 21 25’ LU dan Bujur 39 49’ BT yang secara astronomis berada dalam lintasan rasi Cancer dan Capricorn yang dalam studi astronomi dua rasi ini sangat penting dan istimewa. Diantaranya merupakan titik pangkal peredaran terjadinya fenomena Matahari melintasi di atas Ka’bah dua kali dalam setahun atau yang dikenal dengan fenomena “rashdul kiblat”.
Menurut sejumlah orientalis, bahwa di zaman Nabi Saw, bangunan Ka’bah tersusun dari bagunan kecil memanjang yang tidak memiliki atap, terdiri empat dinding yang ukurannya sedikit lebih tinggi dari tinggi manusia (menurut riwayat Ibn Hisyam) atau sekitar 9 hasta atau sekitar 4,5 meter (menurut riwayat al-Adzruqi). Ka’bah terdiri dari bebatuan dengan panjang (sesuai riwayat al-Azruqi) 32 hasta pada bagian Utara-Timurnya, 22 hasta pada bagian Utara-Baratnya, 31 hasta bagian Selatan-Baratnya dan 20 hasta pada bagian Selatan-Timurnya. Bangunan ini sejak dahulu dikenal dengan ‘Ka’bah’ yang terletak di dasar lembah di jazirah Arab.
Al-Adzruqi dalam karyanya “Akhbar Makkah wa Ma Ja’a fiha min al-Atsar” menginformasikan lagi ukuran sisi-sisi Ka’bah dimana sisi Utara-Timur 32 hasta, sisi Utara-Barat 22 hasta, sisi Selatan-Barat 31 hasta, dan sisi Selatan-Timur 20 hasta. Dari sini tampak bahwa sisi-sisi Ka’bah antara satu dengan lainnya tidak sama, hal ini dalam ranah ilmu geometri disebut dengan konstruksi ‘munharif’ atau ‘mukhtalif al-adhla’, merupakan konstruksi yang jarang digunakan namun memiliki keunggulan.
Sementara dalam penelitian terkini, sisi-sisi Ka’bah adalah 11,68 meter U-T, 9,90 meter U-B, 12,04 meter S-B dan 10,18 meter S-T. Dimana konstruksi geometris bangunan Ka’bah ini sejak dibangun Nabi Ibrahim hingga kini tidak ada perubahan.
Melalui bantuan ‘Google Earth’ dan dengan perbandingan arah dataran bagian atas Ka’bah dengan garis Bujurnya, terlihat bahwa semidiameter Ka’bah yang terhubung antara rukun Yamani dan rukun ‘Iraqi miring sejauh 7 derajat ke arah Timur, yang berarti mengarah sempurna kearah Utara hakiki.
Dalam faktanya lagi, Ka’bah dalam konstruksi dan posisinya yang demikian sangat berkaitan dengan fenomena astronomis tertentu. Matahari pada musim panas akan terbit tepat dihadapan tiang Utara-Timur (pintu Ka’bah). Sementara di musim dingin akan terbenam didepan tiang Utara-Barat atau antara rukun Yamani dan Syami. Sementara itu arah tegak lurus sisi yang menghubungkan antara rukun Hajar Aswad dengan rukun Yamani akan berada pada arah terbit Matahari pada musim dingin dan dalam waktu yang sama akan berada pada posisi munculnya bintang Canopus pada arah Timur-Selatan. Adapun sisi yang terletak antara rukun ‘Iraqi dan rukun Syami akan berada pada arah munculnya sekelompok bintang ‘Dabb al-Akbar’, yang orang-orang Arab dahulu menyebutnya bintang Banat Na’sy.
Menurut Profesor Musallam Syaltut, empat pojok (rukun) Ka’bah sejatinya menunjukkan arah yang amat strategis. Rukun ‘Iraqi diketahui sebagai arah utara sejati sebagaimana halnya bukit Shafa dan Marwa. Rukun ‘Iraqi juga mengarah ke benua Eropa. Rukun Syami mengarah ke benua Amerika, rukun Yamani mengarah ke benua Afrika, dan rukun Hajar Aswad mengarah ke benua Asia.
Dalam sebuah naskah yang ditemukan di Milan (Italia) tahun 1290 M dijelaskan bahwa Ka’bah dibangun bersesuaian rukun-rukunnya dengan empat pola arah pergerakan angin yang berhembus di kota Mekah dalam interval satu tahun. Empat pola angin itu masing-masing: angin as-shaba yang bertiup melalui rukun Hajar Aswad dan sekitarnya, atau disebut juga dengan angin timur. Selanjutnya angin al-janub yang bertiup pada rukun Yamani dan sekitarnya, lalu angin ad-dabur yang berhembus pada rukun sebelah barat dan sekitarnya, dan angin as-syimal yang berhembus pada rukun sebelah utara.
Menurut King dan Hawkins (keduanya orientalis Barat) dalam makalahnya yang diterbitkan tahun 1982 menyatakan bahwa generasi awal Islam Mekah (Arab) memahami dengan baik fenomena astronomi yang akan terjadi di tiang-tiang (rukun) Ka’bah, mereka akan melihat fenomena astronomis seperti terbit dan terebenam Matahari atau beberapa bintang seperti Canopus dan Banat Na’sy. Masjid ‘Amr bin ‘Ash di Mesir misalnya, arah kiblatnya ditentukan berdasarkan acuan terbitnya Matahari pada musim dingin. Sementara di Irak, arah kiblatnya tepat dihadapan terbenamya Matahari pada musim dingin.
Selain itu, garis Bujur antara kota Mekah dan Madinah sejatinya hampir berada pada garis yang sama sehingga nyaris tidak ditemukan perpalingan yang signifikan terhadap arah magnetis keduanya. Ini menunjukkan bahwa kota-kota yang segaris bujur dengan kota Mekah pada hakikatnya menghadap arah Selatan atau Utara geografis sempurna. Hal ini juga sesuai dengan sabda Nabi Saw yang menyatakan bahwa “diantara Timur dan Barat disana arah kiblat” (HR. Baihaqi).
Penulis Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar Lc adalah Kepala Observatorium Ilmu Falak UMSU, Pengurus Komisi Fatwa MUI Sumatera Utara