Arkeoa-Astronomi dan Akselerasi Manusia Masa Lalu
Oleh : Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar Sejak beribu-ribu tahun lalu telah ada capaian menakjubkan yang dilakukan oleh manusia. Diantaranya ditemukannya peninggalan-peninggalan berupa bangunan dengan arsitektur nan unik dan beberapa diantaranya masih dapat disaksikan hingga saat ini. Diantara bangunan-bangunan itu adalah Piramida Giza di Mesir, Kakbah di Mekah, Stonehenge di Inggris, Candi Borobudur di Indonesia, dan peninggalan-peninggalan lainnya.
Satu hal yang patut dicatat, sejumlah peninggalan itu memiliki kaitan dengan telaah astronomi, atau yang hari ini dikenal dengan arkeo-astronomi. Secara sederhana, arkeo-astronomi adalah ilmu yang mempelajari astronomi dalam konteks masa lampau. Selanjutnya bidang arkeo-astronomi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu astro-arkeologi, etno-astronomi dan historio-astronomi. Astro-arkeologi mempelajari astronomi dalam hubungannya dengan arsitektur bangunan kuno. Sementara historio-astronomi mempelajari perjalanan sejarah ilmu astronomi melalui sumber-sumber tertulis. Sedangkan etno-astronomi mempelajari kaitan antara astronomi dan budaya masyarakat di masa lampau. Arkeo-astronomi juga dapat dikatakan sebagai perpaduan antara astronomi, arkeologi dan antropologi.
Diantara karya dan peninggalan astro-arkeologi adalah “Stonehenge” di London (Inggris), yaitu sebuah monumen bebatuan yang diperkirakan mulai disusun pada tahun 3000 SM. Stonehenge terletak 150 KM di sebelah barat kota London dan dikelilingi oleh dataran hijau Salisbury. Berat masing-masing batu sekitar 50 ton dan tinggi sekitar 3 meter. Batu-batu ini disusun membentuk lingkaran berlapis.
Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Hawkins (seorang astronom Inggris) pada tahun 1963 M menyebutkan bahwa posisi batu-batu Stonehenge mempunyai korelasi dengan benda-benda langit. Hal ini berarti bahwa hanya dengan mengamati posisi benda langit dalam Stonehenge pada saat tertentu, kita dapat menentukan posisi benda langit tersebut. Selain itu, Stonehenge dan dua buah lingkaran kecil di bagian luarnya berfungsi sebagai sebuah alat penghitung gerhana, yaitu dengan menandai posisi bulan, matahari dan titik node, lalu menghitungnya sesuai jumlah lubang lingkaran yang ada, maka dapat ditentukan kapan terjadi gerhana.
Baik arkeo-astronomi, arkeo-astrologi, maupun etno-astronomi, ketiganya adalah hasil cipta-karsa dan imajinasi manusia yang muncul di tengah keterbatasan teknologi yang ada pada masa itu. Hanya berbekal akal dan pengamatan rutin dan intensif terhadap benda-benda langit dan fenomena alam lainnya, manusia-manusia zaman dahulu menghasilkan segenap penemuan mengagumkan yang masih bisa disaksikan sampai hari ini.
Adapun beberapa contoh karya-karya arkeoastronomi yang lain adalah Ka’bah di Kota Makkah, Piramida Giza di Mesir, kuil Angkor Wat di Kamboja, Star Tower di Korea, Candi Bubaniswar di India, Monumen Tanjung Kumukahi di Hawai, dan masih banyak lagi.
Ka’bah adalah bangunan suci berbentuk mendekati kubus (muka’ab) yang terletak di kota Makkah. Melalui penelitian diketahui Ka’bah memiliki keistimewaan, diantaranya sebagai pusat Bumi. Jarak rata-rata Ka’bah ke kota-kota utama di dunia berkisar 8000 KM s.d. 13000 KM, dimana Ka’bah berada di pertengahannya. Dalam faktanya, Ka’bah yang berada pada posisi geografis Lintang 2125’ dan Bujur 39 50’ secara astronomis terjadi dalam bentuk lingkaran (madâr usthuwânî) yang tepat dalam titik peredaran rasi (burj) Sarathân (Cancer) dan Jadyu (Capricorn). Rasi Sarathân dan Jadyu dalam studi astronomi merupakan rasi penting, yang merupakan titik acuan (peredaran) terjadinya fenomena Matahari melintasi Ka’bah dua kali dalam setahun.
Dalam faktanya lagi, Ka’bah dalam konstruksi dan posisinya yang demikian sangat berkaitan dengan fenomena astronomis tertentu. Matahari pada musim panas (shayf) akan muncul (terbit) tepat dihadapan tiang Utara-Timur (pintu Ka’bah). Sementara di musim dingin (syitâ’) Matahari akan terbenam didepan tiang Utara-Barat atau antara rukun Yamanî dan Syâmî.
Sementara itu arah tegak lurus sisi yang menghubungkan antara rukun Hajar Aswad dengan rukun Yamanî akan berada pada arah terbit Matahari pada musim dingin (syitâ’) dan dalam waktu yang sama akan berada pada posisi munculnya bintang Canopus (najm suhayl) pada arah Timur-Selatan. Adapun sisi yang terletak antara rukun ‘Iraqî dan rukun Syâmî akan berada pada arah munculnya sekelompok bintang ‘Dabb al-Akbar’, yang orang Arab menyebutnya bintang Banât Na’sy.
Sedangkan Piramida Giza (Mesir) adalah bangunan batu berbentuk limas atau menyerupai segitiga sama kaki yang digunakan orang-orang dahulu sebagai tempat pemujaan dan ritual-ritual religius. Mesir adalah negeri yang terhitung sangat banyak mengoleksi piramida. Di Mesir, piramida dibangun dan digunakan sebagai tempat menyimpan mumi raja-raja Mesir kala itu. Selain itu juga digunakan sebagai tempat ibadah atau tempat pemujaan kepada raja-raja dan dewa-dewa yang eksis ketika itu. Piramida terbesar dan terpopuler di Mesir terdapat di Giza, dekat kota Cairo, yang dikelilingi oleh halaman yang cukup luas. Selain itu, di area Piramida Giza ini juga terdapat Sphinx yaitu patung besar berbentuk separuh manusia dan separuh Singa. Patung ini terletak dekat Piramida karena fungsinya ‘dianggap’ sebagai penjaga Piramida. Sphinx sendiri merupakan lambang kekuasaan dari seorang raja Mesir yang dimakamkan dalam Piramida tersebut.
Piramida Giza menjadi kebanggaan masyarakat Mesir modern karena menjadi destinasi para turis yang datang ke negeri ini. Piramida ini juga tercatat sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia hari ini yang masih eksis. Selain piramida utama, di area ini juga terdapat beberapa piramida kecil yang diperuntukkan sebagai makam anggota keluarga raja. Kepercayaan Mesir kuno menyatakan bahwa kematian merupakan awal perjalanan seseorang ke alam abadi. Setelah meninggal dunia, mumi raja atau anggota keluarganya disimpan dalam piramida-piramida itu agar tetap aman dan kekal.
Sedangkan Kuil Angkor Wat di Kamboja adalah kuil yang terletak di kota Angkor (Kamboja), dibangun oleh Raja Suryawarman II pada pertengahan abad ke-12. Kuil ini terletak di posisi puncak kuil yang menandakan posisi matahari pada saat equinoks dan solstice.
Sedangkan Candi Borobudur merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha. Borobudur merupakan mahakarya seni rupa sebagai puncak pencapaian keselrasan teknik arsitektur dan estetika. Borobudur juga menggambarkan kosmologi yaitu konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha.
Di Indonesia sendiri sejatinya ada banyak situs-situs arkeo-astronomi yang belum terungkap. Bangunan-bangunan kuno yang tersebar dan dibangun pada masa lampau menunjukkan kepada kita tentang keagungan peradaban manusia di Nusantara kala itu. Indonesia dengan beribu pulau dan beragam budayanya sejatinya memiliki khazanah arkeo-astronomi ini. Maka, untuk mengungkap dan memunculkannya ke permukaan, segenap pihak (terutama para astronom dan arkeolog) di negeri ini harus bekerja keras mencari dan menggalinya, yang mana hal ini merupakan kekayaan dan kearifan bangsa Indonesia di mata dunia.
Penulis, Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butarbutar
Dikirim dari Galaxy saya
Area lampiran
|
|
|