Momentum Untuk Muhasabah
Oleh : Prof. Dr. Dadang Kahmad
Bulan Ramadhan merupakan cerminan simbol persatuan umat Islam di seluruh dunia.
Pada bulan inilah umat Islam di seluruh belahan dunia diwajibkan melaksanakan ibadah shaum (puasa) sebulan penuh. Pada bulan Ramadhan ini juga. umat Islam diikat dengan kesamaan momentum. yakni kesatuan rasa. akal, dan perbuatan untuk mewakaĺkan kehidupannya hanya kepada Allah semata. Kesatuan rasa. dan perbuatan tersebut tercermin dalam ibadah puasa. Dengan ibadah ini, kaum Muslimin diajarkan untuk menahan diri dari perilaku gaduh dan pertengkaran. Shaum secara kebahasaan berasal dari kata “al-imsak” yang berarti menahan diri.
Pada bulan inilah umat Islam di seluruh belahan dunia diwajibkan melaksanakan ibadah shaum (puasa) sebulan penuh. Pada bulan Ramadhan ini juga. umat Islam diikat dengan kesamaan momentum. yakni kesatuan rasa. akal, dan perbuatan untuk mewakaĺkan kehidupannya hanya kepada Allah semata. Kesatuan rasa. dan perbuatan tersebut tercermin dalam ibadah puasa. Dengan ibadah ini, kaum Muslimin diajarkan untuk menahan diri dari perilaku gaduh dan pertengkaran. Shaum secara kebahasaan berasal dari kata “al-imsak” yang berarti menahan diri.
Secara istilah, kata shałon diartikan sebagai tindakan menahan diri dari aktivitas makan, minum, bicara buruk, dan hubungan suami-isteri dengan niat beribadah kepada Allah dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. Dalam konteks kebangsaan, melalui ibadah shaum diajarkan untuk menahan diri dari perilaku curang dan inkonstitusional dalam menyikapi masalah bangsa. Dalam bahasa lain, bulan Ramadhan ini ialah masa-masa untuk melapangkan hati agar menjadi modal utama dalałn menciptakan persatuan bangsa. Negara Indonesia ialah sebuah bangsa yang terdiri dari beragam latar belakang súku, ideologi, agama, dan mazhab. Tanpa ke-legaWaan hati yang terpatri dalam sanubari, bangsa ini akan kesulitan menemukan nuansa sakinah, keharmonisan, ketentraman, dan kesentosaan di bumi Indonesia. Maka dari itu, bulan Ramadhan inilah momentum yang tepat untuk mer.jut kembali persatuan bangsa demi meneiptakan peradaban berkemajuan melalui kelapangan hati para pemimpin bangsa ini.
Terma “al-imsak” dalam konteks kebangsaan ialah menahan diri dari rupa-rupa tindakan curang, anarkis, Chaos, pembicaraan antidemokrasi, dan pe- rilaku lain yang meluapkan amarah. Allah SwT berfirman, “Sungguh aku herna:ar puasa (diam) karena Allah Maha Pengasih; pada hari ini aku tidak akan berbicara dengan manusiď. (Qs Maryam: 26). Kendati konteks ayat di atas berbicara tentang nazar Siti Maryam, tetapi secara qiyasi dapat dijadikan ttljukan hukum untuk menahan diri dari berbicara hul/shir (kebohongan) pada bulan Ramadhan.
Sebab hal ini akan menghancurkan rajutan berbangsa. Rasulullah saw, mengingatkan kita bahwa puasa itu bertujuan menjaga umatnya dari perkataan keji dan kotor, (HR Bukhari-MusIim). Bahkan Allah SwT juga tidak membutuhkan puasa orang yang tidak mampu menjaga omongannya, (HR Bukhari). Di dalam hadits lain dijelaskan bahwa hal-hal yang membatalkan puasa ialah ketidakmampuan menjaga lisan dari aktivitas berbohong, gosip, adu domba, dan sumpah palsu, (HR Abu Dawud).
Dalam bahasa lain, melalui ibadah shaum Ra madhan, kita diperintahkan Allah untuk menjaga lisan klari perkataan yang dapat memecah rasa persatuan masyarakat. Tilhan Allah SwT memerintahkan umatnya untuk menunaikan ibadah shaum, Tujuan ialah untuk menempa kita menjadi manusia yang punya kelapangan hati dan ketakwaan diri. Persatuan bangsa juga dapat di ikat kembali dengan ibadah shaum. Sebab, di dalam ibadah ini, kita belajar untuk menahan diri dari setiap aktivitas yang dapat meneeraiberaikan rasa persatuan bangsa.• (IM)