Kelalaian (Al-Ghaflah): Lupa yang Membunuh Kesadaran
Oleh: Syahbana Daulay
Pendahuluan:
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh distraksi, kelalaian (al-ghaflah) bukan hanya fenomena spiritual, melainkan juga sosial, psikologis, dan bahkan eksistensial. Dunia digital yang menawarkan segala bentuk hiburan dan keterlibatan instan sering kali menjadi penyebab utama manusia terputus dari kesadaran sejatinya: terhadap Tuhan, diri, sesama, dan alam.
Dalam Islam, konsep al-ghaflah telah lama dibahas secara mendalam oleh para ulama, baik dari perspektif tasawuf, fikih, maupun tafsir. Namun, sejauh mana konsep ini relevan dalam konteks kontemporer? Dan bagaimana kita memahami dan mengatasi kelalaian dalam dunia modern yang penuh tantangan batin dan eksternal?
Makna Bahasa dan Istilah
Kata al-ghaflah berasal dari akar kata ghain-fa-lam yang berarti "meninggalkan sesuatu karena lupa atau tidak memperhatikannya." Ibn Faris dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah menjelaskan bahwa kata ini menunjuk pada sikap mengabaikan sesuatu yang seharusnya menjadi perhatian. Menurut Al-Raghib al-Asfahani dalam Mufradat Alfaz al-Qur'an, kelalaian adalah bentuk kelupaan yang terjadi karena kurangnya kehati-hatian atau lemahnya kewaspadaan.
Syaikh Al-Izz bin Abdus Salam, seorang pakar fikih dan usul fiqh, bahkan membedakan dua jenis kelalaian, pertama: terpuji, jika itu terhadap hal buruk yang bisa mendorong kepada maksiat. Kedua, tercela, jika itu terhadap ketaatan, ibadah, atau mengingat Allah.
Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an sering kali menegur manusia karena kelalaian mereka, di antaranya terdapat dalam ayat-ayat berikut:
Surat al-An’am 154-157 menunjukkan bagaimana Allah menurunkan kitab agar manusia tidak berdalih bahwa mereka lalai terhadapnya. Sementara dalam surah Al-A’raf 134-137 menggambarkan respons kaum Fir’aun yang kembali lalai setelah diselamatkan dari azab, sebuah gambaran klasik tentang kelalaian kolektif manusia.
Dalam surat al-A’raf ayat 179 digambarkan: “Dan sesungguhnya, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
فَإِن اللهَ لاَ يَسْتَجِيبُ لِعَبْدٍ دَعَاهُ عَنْ ظَهْرِ قَلْبٍ غَافِلٍ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Imam Ahmad)
Ini memperlihatkan bahwa kelalaian tidak hanya melemahkan hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga mematikan potensi spiritual dan emosional manusia.
Bahaya Kelalaian Menurut Ulama Klasik
Kelalaian (ghaflah) dalam menjalani kehidupan, khususnya dalam beragama dan beribadah kepada Allah, merupakan salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya. Para ulama sejak masa klasik hingga era kontemporer telah memberikan peringatan keras tentang akibat buruk dari kelalaian, baik di dunia maupun di akhirat.
Beberapa tokoh ulama klasik memberikan pandangan mendalam mengenai hal ini:
Dari Abdillah, diriwayatkan bahwa ia berkata, "Barang siapa membaca lima puluh ayat dalam satu malam, maka ia tidak akan ditulis sebagai orang yang lalai." (HR. ad-Darimi). Hadis ini menunjukkan bahwa salah satu cara untuk menghindari kelalaian adalah dengan menjaga hubungan yang kuat dengan Al-Qur’an.
Al-Hasan al-Bashri, seorang tabi’in dan ulama besar dari generasi awal Islam, menegaskan bahwa ” Kelalaian membuat umat merasa telah cukup (dalam ibadah), padahal sebenarnya mereka belum bersungguh-sungguh” (lihat dalam Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashfahani). Kelalaian ini membuat seseorang cepat merasa puas, walaupun amalnya masih sangat minim.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: ” Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. Al-Hasyr: 19)
Pandangan Ulama Kontemporer
Para ulama kontemporer juga menyoroti bahaya kelalaian, terutama di era modern yang penuh distraksi digital, hedonisme, dan kecepatan hidup.
Syaikh Shalih al-Fawzan, ulama senior Arab Saudi, mengatakan dalam salah satu ceramahnya: ” Kelalaian adalah penyakit hati yang tidak disadari. Banyak orang tersibukkan oleh dunia hingga lupa akan akhirat, lupa akan salat, zikir, dan membaca Al-Qur’an. Ini adalah bentuk kerugian yang besar” (dikutip dari ceramah beliau dalam Silsilat al-Durus).
Syekh Yusuf al-Qaradawi, dalam bukunya Ibadah dalam Islam, menekankan bahwa salah satu penyebab utama kelalaian adalah lemahnya kesadaran spiritual dalam aktivitas harian. Ia menulis: ” Ibadah bukan sekadar ritual, tapi cara menjaga kesadaran akan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Jika kesadaran ini hilang, maka manusia akan hanyut dalam kelalaian dan nafsunya sendiri”
Buya Hamka, ulama dan cendekiawan Indonesia, dalam tafsir Al-Azhar menyebutkan bahwa kelalaian membuat manusia menjadi budak waktu dan dunia. Ia menulis: ” Orang yang lalai hidup seperti mesin. Ia hidup, tetapi tidak tahu untuk apa. Ia sibuk, tetapi kosong makna. Padahal, kehidupan tanpa kesadaran kepada Allah adalah kerugian”
Dimensi Psikologis dan Sosial Kelalaian
Kelalaian tidak hanya berdampak spiritual. Dalam ilmu psikologi modern, ada konsep yang serupa dengan ghaflah, yaitu mindlessness: keadaan ketika seseorang menjalani hidup dalam "autopilot", tidak hadir secara penuh dalam pikiran, emosi, atau tindakan. Psikolog Jon Kabat-Zinn menyebut hal ini sebagai penyebab utama stres, gangguan hubungan interpersonal, dan bahkan penyakit kronis.
Fenomena ini tampak nyata dalam kehidupan digital saat ini: seseorang bisa menghabiskan berjam-jam di media sosial, namun lupa untuk menyapa orang tuanya, lalai dari salat, atau bahkan tidak sadar bahwa dirinya merasa kosong.
Kelalaian sebagai Masalah Kontemporer
Beberapa masalah kontemporer yang dapat melahirkan kelalaian dalam diri seseorang adalah:
1. Kecanduan digital: Banyak yang lebih mengenal tren TikTok daripada isi Al-Qur’an.
2. Ketidakpedulian sosial: Perang, kemiskinan, dan ketidakadilan sering kali berlalu begitu saja karena kelalaian kolektif manusia terhadap penderitaan orang lain.
3. Krisis lingkungan: Kerusakan alam terjadi karena manusia lalai terhadap tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30).
Menurut Karen Armstrong, sejarawan agama, kehilangan kesadaran spiritual menyebabkan manusia ” melupakan kemanusiaannya sendiri” Ini senada dengan konsep ghaflah yang disebut dalam Al-Qur’an, bahwa mereka “seperti binatang, bahkan lebih sesat" (QS. Al-A’raf: 179).
Solusi Islam terhadap Kelalaian
Islam memberikan berbagai cara untuk membangkitkan kesadaran (dzikr):
1. Zikir harian: bukan hanya ibadah ritual, tetapi sebagai cara mengikat hati dengan kesadaran ilahiah.
2. Shalat tepat waktu: membangun struktur dalam hidup yang mencegah pikiran lepas kendali.
3. Tadabbur Al-Qur’an: menjadikan wahyu sebagai cermin refleksi diri, bukan sekadar bacaan seremonial.
4. Mujahadah an-nafs: perjuangan melawan kecenderungan diri untuk terlena.
5. Menghadiri majelis ilmu, agar keimanan terus diperbarui dan tidak pudar.
7. Menghindari hiburan berlebihan, seperti scroll media sosial tanpa tujuan, karena bisa menumpulkan nurani.
8. Mengevaluasi diri secara rutin, misalnya dengan muhasabah setiap malam sebelum tidur.
Membangkitkan Kesadaran di Tengah Kelalaian Global
Kelalaian adalah musuh tersembunyi yang membungkus manusia dengan kenyamanan semu. Dalam dunia yang semakin berisik dan penuh distraksi, menjaga kesadaran spiritual dan sosial adalah bentuk jihad terbesar. Sebagaimana disampaikan oleh Imam Al-Ghazali: “Yang paling jauh dari manusia adalah dirinya sendiri.”
Al-ghaflah adalah hijab yang membuat manusia lupa siapa dirinya, siapa Tuhannya, dan apa tujuan hidupnya. Maka, mengingat Allah bukan hanya ibadah, tapi tindakan radikal untuk melawan sistem dunia yang membius manusia dalam kelupaan. Wallahu a’lam
*** Penulis, Syahbana Daulay, Dosen UMSU, Pengurus Majelis Tabligh PWM Sumut