Karya Astrolabe di Dunia Islam : Perbandingan Karya Kūsyār (w. 350 H/961 M) dan Al-Abhurī (w. 663 H/1266 M)
Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar – Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU
Astrolabe (Arab: al-ushthurlāb) adalah salah satu instrumen astronomi yang paling populer di dunia Islam abad pertengahan, ada banyak sarjana (astronom) yang berkecimpung dalam bidang ini baik dalam kreasi dan konstruksi instrumen, literasi (karya tulis), maupun analisis teoretik-substantif. Khusus dalam karya-karya tentang astrolabe, para astronom Muslim tidak hanya menjelaskan cara mengonstruksi astrolabe, namun juga menjelaskan prinsip-prinsip dan dasar-dasar geometris alat ini.
Diantara karya astrolabe yang berkembang di dunia Islam abad pertengahan adalah “Risālah fi al-Usthurlāb” yang ditulis oleh Kūsyār bin Labbān. Namun patut dicatat ada ragam penamaan (judul) kitab ini. Menurut Brockelman berjudul “al-Ushthurlāb wa Kaifiyyah ‘Amaluhu wa I’tibāruhu ‘alā at-Tamām wa al-Kamāl”. Menurut Abbas al-‘Azawy berjudul “Fi al-Usthurlāb”. Menurut Ali Hasan Musa berjudul “Risālah fi ‘Ilm al-Usthurlāb”. Menurut Fuad Sezkin beberapa judul : “Kitāb al-Usthurlāb”, “Kitāb Shan’ah al-Usthurlāb wa al-‘Amal bihi”, dan “Risālah fi al-Usthurlāb wa Kaifiyyah ‘Ilmuhu wa I’tibāruhu ‘alā at-Tamām wa al-Kamāl”. Adapun keberadaan naskah manuskrip kitab ini terdapat di Paris, Cairo, Hagia Sopia, Yani Jami’, Salim Agha, Perpustakaan Mirza Afdhal az-Zanjany, Dar al-Kutub al-Mishriyyah, Perpustakaan Al-Azhar, dan Perpustakaan al-Asad Damaskus. Berikutnya kitab ini telah diteliti (tahqiq wa dirāsah) oleh Abbas Muhammad Hasan Suliman dan diterbitkan dengan judul “Kussyār al-Jīly wa Atsaruhu fī Alah al-Usthurlāb wa Tathawwaruhā”.

Naskah “Risālah fī al-Usthurlāb” karya Kūsyār bin Labban al-Jilī (w 350 H/961 M) [Perpustakaan Dar al-Kutub al-Mishriyyah nomor 895 Miqāt]
Berikutnya adalah kitab “Risālah fī al-‘Amal bi al-Usthurlāb” karya Atsīr ad-Dīn al-Abhurī (w. 663 H/1266 M), terdiri dari 4 lembar (8 halman) dan berisi 14 fasal pembahasan. Seperti tampak pada judulnya kitab ini membahas sebuah instrumen astronomi klasik bernama astrolabe. Adapun bagian-bagian yang dibahas secara umum sama dengan buku-buku lainnya yang membahas tentang astrolabe, terutama karya Kusyar diatas. Tahun 2019 M, naskah ini telah ditahkik dan dirasah oleh Abbas Muhammad Hasan Sulaiman (guru besar Filsafat dan Sejarah Sains Islam Universitas Iskandariyah Mesir) dengan judul “Risālah fī ‘Ilm al-‘Amal bi al-Usthurlāb li Atsīr ad-Dīn al-Abhurī (w. 663 H), Dirāsah wa Tahqīq”, yang diterbitkan dalam “Dauriyah ’Ulum al-Makhthuth” (Iskandariyah: Markaz al-Makhthuthāt, Maktabah al-Iskandariyah), edisi ke-2 tahun 2019 M.

Salah satu lembar naskah “Risālah fī ‘Ilm al-‘Amal bi al-Usthurlāb” karya Atsīr ad-Dīn al-Abhurī (w. 663 H/1266 M)
Kenyataan bahwa sebagian besar karya astrolabe yang berkembang banyak memiliki kesamaan isi antara satu karya dengan karya yang lain, termasuk dua karya ini. Karena itu hal ini memunculkan pertanyaan apa yang menjadi alasannya. Taro Mimura memberi sampel gambaran umum naskah “Risālah fī al-Usthurlāb” karya Kūsyār bin Labbān al-Jilī. Seperti diketahui Karya ini tersebar luas dan ditemukan di berbagai belahan dunia. Dalam kontennya, pada bagian awal naskah ini Kūsyār menjelaskan pentingnya instrumen tersebut bagi penelitian astronomi, ia memberikan rincian mengenai bagian-bagian dan pelat-pelatnya.
Karya ini terdiri dari 4 bagian: Bagian pertama: tentang hal-hal penting yang wajib diketahui dalam topik ini (terdiri dari 24 bab). Bagian kedua: tentang topik-topik lain yang jarang dibutuhkan (terdiri dari 12 bab). Bagian ketiga: tentang menelaah bagian-bagian, lingkaran-lingkaran, dan garis-garis serta mengetahui cara memperbaiki kerusakan atau kekurangan yang ada (terdiri dari 12 bab). Bagian keempat: tentang cara membuat atau mengonstruksi astrolabe (terdiri dari 12 bab).
Konstruksi dan struktur kitab ini menunjukkan bahwa tujuan Kūsyār adalah melahirkan sebuah karya yang komprehensif tentang astrolabe, berisi penjelasan rinci mengenai bagian-bagian astrolabe dan pelat-pelatnya (bagian pengantar), lalu operasi dasar dan operasi non-dasar (bagian pertama dan kedua), lalu cara merawat instrumen tersebut (bagian ketiga), serta cara menggambar garis-garis pada pelat (bagian keempat). Namun faktanya sebagian besar karya terkait astrolabe hanya berisi penjelasan bagian-bagian, pelat-pelat, serta operasi-operasi dasarnya, yaitu sebagaimana tertera dalam pengantar dan bagian pertama karya Kūsyār ini. Karena itu hampir setiap karya astrolabe memiliki isi yang hampir sama. Karena itu timbul pertanyaan mengapa para sarjana (astronom) tetap menulis tentang ini padahal isinya tidak banyak berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Menjawab pertanyaan ini Taro Mimura menganalisis dan mengomparasi karya Kūsyār dengan karya astrolabe Atsīr ad-Dīn al-Abhurī “Risālah fī al-‘Amal bi al-Usthurlāb”, yang mana karya ini ditulis di bawah pengaruh kuat karya Kūsyār. Dengan membandingkan dua karya ini tampak Al-Abhurī menggunakan karya Kūsyār sebagai acuan. Karya Al-Abhurī ini terdiri dari empat belas bab. Adapun bab pertama merupakan pengantar tentang nama-nama bagian dan pelat pada astrolabe, disertai penjelasan singkat bagian-bagiannya. Dalam bab-bab berikutnya, Al-Abhurī menjelaskan cara mengoperasikan astrolabe untuk menyelesaikan berbagai persoalan tertentu. Selanjutnya judul-judul bab ke-2 hingga ke-14 memberi kesan kuat bahwa susunannya sangat mirip dengan judul bab dalam bagian pertama karya Kusyar, baik dari segi urutan maupun redaksi. Dengan membandingkan teks Al-Abhurī dan Kūsyār diketahui bahwa inti karya Al-Abhurī yaitu bab ke-2 hingga ke-14 merupakan salinan dari bagian pertama karya Kusyar, meskipun Al-Abhurī tidak pernah menyebutkannya.
Untuk memperjelas keterpengaruhan Al-Abhurī pada karya Kūsyār, Taro Mimura mengomparasi beberapa bagian dari dua karya ini. Hasilnya didapat bahwa struktur dua karya ini menunjukkan bahwa Al-Abhurī melewatkan sejumlah bab dalam karya Kusyar yaitu bab ke-3 hingga bab ke-5, bab ke-8, bab ke-11, bab ke-12, bab ke-19 hingga bab ke-21, yaitu bagian satu. Penghapusan bab-bab ini menunjukkan bahwa Al-Abhurī menganggap bab-bab itu tidak esensial.
Selanjutnya denagn menelusuri materi dalam naskah “Risālah fī al-‘Amal bi al-Usthurlāb” karya Al-Abhurī (bab ke-1) dan naskah “Risālah fī al-Usthurlāb” karya Kusyar (bagian pengantar), menunjukkan baik Al-Abhurī maupun Kūsyār masing-masing memiliki astrolabe dengan deskripsi bagian-bagiannya masing-masing. Adapun alasan mengapa Al-Abhurī menulis ulang penjelasan tentang bagian-bagian astrolabenya adalah karena ia mengasumsikan astrolabe yang ia miliki berbeda dengan yang dimiliki Kūsyār. Karena adanya asumsi berbeda itu menuntut untuk ditulis ulang pula, yang karena itu melahirkan karya tulis astrolabe baru.
Dari analisis dan penjabaran ini dapat disimpulkan: pertama, astrolabe merupakan instrumen populer di dunia Islam, yang mana ada banyak karya yang ditulis dalam bidang ini, dan saat yang sama ada banyak instrumen astrolabe yang dilahirkan oleh para sarjana (astronom) diantaranya karya dan kreasi Kūsyār dan Al-Abhurī. Kedua, secara umum karya-karya tentang astrolabe memiliki kesamaan isi antara satu dengan yang lain, namun dalam faktanya ada sejumlah perbedaan dan pendetailan antara satu dengan yang lainnya, diantaranya karena perbedaan lokasi penggunaan (terkait lintang dan bujur), perbedaan interpretasi letak dan posisi benda langit, perbedaan perhitungan geometris, dan lain-lain. Ketiga, karya Kūsyār dan Al-Abhurī pada dasarnya memiliki kesamaan dalam konten dan substansi, namun terdapat perbedaan signifikan antara keduanya betapapun Al-Abhurī dengan karyanya terpengaruh secara signifikan dengan karya Kūsyār. Keempat, dalam faktanya di dunia Islam abad pertengahan para cendekiawan Muslim banyak memunculkan inovasi pada astrolabe, terutama dalam hal tata letak. Hal ini mengakibatkan setiap astrolabe memiliki fitur yang khas alias berbeda antara satu dengan yang lain, sehingga secara teori setiap astrolabe memerlukan buku panduan tersendiri. Hal ini mendorong setiap penulis dan pembuat astrolabe untuk membuat buku panduan teoretis dan praktis, yang karena itu kala itu karya-karya astrolabe terus bermunculan. Wallahu a’lam[]






