Kaderisme yang Stagnan: Korban Kepuasan Senior yang Tak Terpuaskan
Oleh : Ahmadrody Nasution, Aktifis IMM Sumatera Utara
Organisasi adalah sebuah wadah bagi sistem yang terdiri oleh kader-kader yang di dalamnya mencari potensi mereka secara personal maupun kelompok. Oleh sebab itu. Organisasi tak luput dari bahasa senior dan junior, dimana sebagai tokoh aktor peruntutan dalam keberlangsungan tambuk kaderisasi di organisasi.
Tapi tidak semua kaderisasi itu mengacu pada kondisi baik saja akan tetapi lebih benyaknya mengarah pada kemacetan dan tidak berkembang. Saya selaku penulis disini mengungkapkan pengalaman saya dimana bukan untuk menjatuhkan sebuah organisasi itu tersebut, akan tetapi memberikan masuk-kan dan saran dalam keberlangsungan kaderisasi itu kedepannya.
Kata stagnan dalam kaderisme itu berartikan sebuah perumpamaan dimana mempunyai banyak penjabaran antara lain:
- Kurangnya regenerasi.
- Dominasi senior.
- Keterbatasan kesempatan.
- Kurangnya inovasi.
- Kualitas kader menurun.
- Konflik antar regenerasi.
Maka dengan begitu penyebab ter-stagnannya kaderisme itu banyak terpengaruhi oleh senior dimana menggunakan otoriternya sebagai bah bagaikan dewa semua perintahnya seakaan harus dilaksanakan dengan bersifat wajib. Walaupun dampak ini sangat krusial bagi kader-kader yang ingin berekspresi secara bebas.
Senior adalah orang yang ditua-kan atau berpengalaman secara aspek waktu atau posisi manajemen dalam pimpinan di struktural organisasi. Begitulah pandangan saya, tapi senior dari sisi lain menurut pandangan persuasif jelas sungguh meyakinkan pada komunikasi dalam memberikan atau mendukung ide dalam berpendapat pada tindakan.
Senior dalam arti kepuasan sangat berdampak sekali bagi junior secara mental dan pengalaman. Dimana kepuasaan tersebut harus terpuaskan sangat berlebihan dalam kepentingan pribadi-nya yang sudah matang di rencanakan pada regenarasi yang belum kokoh terhadap keadaan yang dinamis. Maka sebab itu pada dasar-nya minus pada talenta kader yang sedang di pupuk dalam kinerja komunikasi, kepercayaan sehingga takut berinovasi dalam ekspersi dan kreativitas oleh pengaruh senior.
Maka kerab di dengar senior itu tukang setir atau tukang olah-olah yang dimana bermodalkan doktrin pengalaman sejarahnya dikala waktu-nya sebagai kader muda dan bisa disimpulkan sekaan senior itu playing victim demi mendapatlan simpatisan dari juniornya biar bisa dimanfaaatkan dalam kepentingan pribadinya kedepan baik aspek jasa maupun keuangan.
Mengambil kutipan kata dari salah satu tokoh di Sumatera Utara yang dimana dia pernah berkata;
Peran Senior itu harusnya dimana “senior kalau tidak bisa memberikan solusi setidaknya memberikan relasi”. Maka dengan itu senior harusnya sebagai contoh bagi junior yang baru masuk dalam ranah konflik organisasi yang kian naik turun tak mengenal waktu. Sehingga junior bisa berkembang dalam menantang masa depan yang akan datang bagi mereka dalam menyambut regenerasi kedepan.
Karena itu kaderisme tidak ter-stagnan dengan begitu saja kalau senior tidak mengganggu ke-akar permasalahan internal organisasi tersebut. Sehingga pengembangan kader berjalan pada foksinya dengan lancar dan membuka kesempatan bagi kader muda meningkatkan komunikasi antar kalangan generasi. Dengan memahami itu dapat mengambil langkah-langkah untuk mengatasi persoalan dan meningkatkan kinerja serta keberlanjutan perkembangan kader tersebut.