Hari Dimana Manusia Lupa Menghormati Alam
Dr. Salman Nasution, SE.I.,MA
Setiap tahun, dunia memperingati hari lingkungan se-dunia. Belum kuat alasan negara-negara di dunia yang setuju dengan ketetapan bahwa tanggal 5 Juni disebut sebagai hari lingkungan se-dunia. Padahal setiap hari, ada saja aktifitas manusia di belahan dunia melakukan kerusakan alam (lingkungan) dengan meraup keuntungan sesaat. Sungai yang awalnya diciptakan oleh Sang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa, untuk semua makhluk hidup, saat ini hanya penghantar limbah masyarakat dan perusahaan ke laut. Alhasil laut menjadi kumpulan sampah-sampah dunia.
Timbul beberapa pertanyaan, bagaimana dunia memperingati hari lingkungan se dunia, dan bagaimana lingkungan menjadi harapan masyarakat dunia? Sepertinya, hari peringatan tersebut hanya menampilkan kejahatan-kejahatan alam minim menampilkan kebijakan pemimpin negara yang menghukum kebrutalan massif atas kerusakan lingkungan. Hari semakin hari, masyarakat dunia sudah tidak menghormati lingkungan, selanjutnya yang terjadi, bumi merespon dari aktivitas manusia yang dianggap bencana, karena menimbulkan korban meninggal dunia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana berarti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitan. Bencana longsor, gempa bumi, banjir bencana yang ditampilkan oleh bumi, menjadi kekhawatiran sebagian besar manusia yang dianggap ancaman hidup dan kehidupan. Bahkan, bumi tidak segan-segan menggerakkan sebagian kecil dari tubuhnya dalam hal ini gempa bumi. Selanjutnya, dari adanya bencana-bencana tersebut akan mengakibatkan beberapa efek lainnya seperti dampak penyakit fisik dan penyakit mental.
Istilah bencana menjadi keburukan dan tuduhan negatif atas reaksi dari bumi padahal hampir semua keburukan bumi adalan akibat dari ulah tangan manusia. Dari aktifitas tersebut tentunya bumi melakukan responnya. Begitulah hukum aksi reaksi atau disebut dengan Hukum Ketiga Newton. Berbagai media elektronik selalu menampilkan kondisi terkini dunia, bahkan menyudutkan bumi yang dianggap tidak aman bagi manusia. Beberapa opini menyebutkan bahwa bumi mendekati kiamat. Beberapa penelitian turut andil dalam bencana bumi, sehingga para riset melakukan penelitian luar angkasa untuk mencari kelayakan tempat tinggal bagi manusia sebagai pengganti bumi.
Ada yang menyebutkan bahwa terjadinya perubahan alam adalah hal yang alami/wajar, disengaja atau tidak sengaja, seperti gunung meletus, longsor dan gempa bumi. Bantahan tersebut didukung dengan sebelum kehadiran manusia di muka bumi, bahwa fenomena alam pernah terjadi melalui beberapa penelitian arkeologi dan geologi dengan hasil bahwa hal tersebut menjadi ketentuan hukum alam, mungkin termasuk teori Big Bang (teori Ledakan alam semesta). Hal ini bisa dibantah dari Science Alert, mengutip The Conversation, menyebutkan bahwa akan ada perubahan dari waktu ke waktu disaat semua manusia menghilang dari bumi artinya bumi akan kembali normal jika manusia tidak ada.
Turut menambah kondisi dunia terkini, Ellon Musk dituduh menjadi biang kerok kondisi lingkungan yang semakin berat bebannya. Dan dalam agenda World Water Forum baru-baru ini dilaksanakan di Bali, Indonesia, Ellon hadir menjadi pembicara, namun dalam pembahasan tersebut, sepertinya presiden Joko Widodo lebih fokus terhadap investasi di Indonesia terkhusus di IKN. Di lain pihak, Bill Gates turut menyampaikan kritikan kiamat semakin dekat disaat Indonesia sudah tidak peduli terhadap lingkungan. Kedua tokoh dunia sekaligus peringat teratas orang terkaya di dunia menjadi sorotan masyarakat.
Kiamat-kiamat selalu menjadi pemberitaan, bahwa Indonesia menjadi perbincangan dunia, mengingat negara ini disebut sebagai paru-paru dunia di tahun 2013 dan menempatkan Indonesia berada di peringkat ketiga hutan terluas menurut versi Forest Watch Indonesia (FWI). Tentunya menjadi kebanggaan tersendiri. Bahkan negara tetangga sangat terbantu dengan kebersihan udara yang mereka terima dari alam Indonesia. Bahkan sebaliknya, negara tetangga juga terancam jika ada permasalahan lingkungan di Indonesia. Teringat pada tahun 2015, ketika Kalimantan mengalami kebakaran hutan yang mengakibatkan asap tebal dan pencermaran udara yang mengakibatka penyakit pernafasan. Bayangkan pada tahun tersebut menjadi salah diantara kebakaran terbesar di Indonesia dengan luasan mencapai lebih dari 2,5 juta hektar. Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam adalah negara yang terdampak atas asap dari kebakaran di Indonesia.
Kontribusi dari dampak buruk lingkungan diperparah dengan aktifitas pertambangan yang meluas, ekspansi properti, mudahnya melihat manusia membuang sampah tanpa beban. Namun sepertinya beberapa regulasi yang dibuat oleh pemerintah tidak menjadikan manusia sadar dari apa yang telah dibuatnya. Regulasi tanpa kekuatan menjadi bahan ejekan masyarakat sehingga sepele terhadap persoalan lingkungan. Teringat penulis tentang efek membakar sampah di negeri Paman Sam, pada tahun 2016 silam, seorang anak perempuan berusia dua tahun didenda sebesar $75 USD, karena terlihat jelas membuang sampah sembarangan. Tidak memandang umur, suku, agama dan ras, bahwa permasalahan lingkungan terkait kemanusiaan.
Regulasi jangan dianggap proyek pemerintah, tapi efektivitas dari regulasi yang harus dijalankan. Semua pihak harus diperankan sebagai bagian dari bumi dan kepemilikan tanggung jawan. Bagi penulis, hari lingkungan se dunia bukan hanya diperingati pada hal yang bersifat seremonial, namun kembali kepada dasar manusia yang suka akan keindahan alam, kebaikan alam. Panulis mengajak kepada semua pihak kembali mengevaluasi diri, sadar diri untuk mengembalikan bumi pada fitrahnya atau minimal meminimalisir aktifitas kerusakan manusia melalui program sosialisasi dampak buruk atas kerusakan lingkungan sampai pada denda dan pidana.
Dari kebijakan pemerintah, peraturan pemerintah, undang-undang terhadap dukungan terhadap bumi bersih dan sehat, maka bumi merasa dihormati oleh penghuni bumi ini sendiri, begitu juga dengan manusia merasa dihormati dari kebaikan-kebaikan manusia lainnya yang menjaga alam. Penulis juga sebagai aktivis pencinta alam dan terlibat dalam aksi sosial seperti penanaman pohon, minimalisir penggunaan plastik dan lainnya. Penulis juga terlibat dalam organisasi lingkungan hidup Muhammadiyah yang turut menyuarakan gerakan cinta bumi pada media sosial. Menghormati Bumi, Manusia Terhormati
*** Salman Nasution, aktivis lingkungan dan anggota Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah Sumatera Utara