Yogyakarta, InfoMu.co – Muhammadiyah tumbuh besar, salah satu diantaranya melalui kekuatan sociopreneur. Disamping yang dilakukan oleh para tokohnya sejak zaman KH Ahmad Dahlan hingga saat ini, Muhammadiyah terus memupuk kekuatan berbasis sosial ekonomi.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, MSi mengungkapkan bahwa pertumbuhan Muhammadiyah melalui cabang dan ranting sesungguhnya berbasis sociopreneur. Karena dari berbagai cabang ranting Muhammadiyah yang berkembang dan menjadi perintis perluasan Muhammadiyah memiliki kekuatan entrepreneur yang kuat. Banyak generasi Muhammadiyah yang berkiprah menjadi politisi, birokrat, profesional, maupun ilmuan merupakan buah dari keluarga Muhammadiyah yang menghidupkan entrepreneur.
Menurut Prof Haedar Nashir, Muhammadiyah bisa bangkit melalui kekuatan Amal Usaha baik dalam dunia pendidikan, sosial, kesehatan, dan ekonomi. Amal Usaha merupakan wujud dalam konteks makna dan fungsi yang sekarang berkembang yaitu sociopreneur. “Di mana ada pengelolaan usaha oleh Muhammadiyah agar ada margin lebih, agar dia bisa hidup. Tetapi lebih jauh lagi dari margin yang dia peroleh bisa menghidupi cabang, ranting, dan gerakan dakwah Muhammadiyah,” ungkap Prof Haedar Nashir.
Muhammadiyah terus memperkuat basis langsung melalui usaha-usaha, tetapi tetap menghidupkan gerakan sosial. Inilah yang kemudian digulirkan melalui Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) maupun Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) yang bersinergi dengan Amal Usaha. “Inilah modal kita sehingga sesungguhnya ada kesinambungan dalam bentuk lain di mana sociopreneur kita aktualisasikan dalam bentuk Amal Usaha,” imbuh Prof Haedar Nashir.
Semangat dan iklim baru sociopreneur yang lebih melembaga lewat amal usaha dan gerakan ekonomi Muhammadiyah termasuk ‘Aisyiyah merupakan potensi yang perlu diakselerasi. Terutama bagaimana menghidupkan dan menggerakkan kembali UMKM sekaligus mengembangkan cabang dan ranting Muhammadiyah sebagai basis kekuatan persyarikatan yang begitu luas.
Muhammadiyah merupakan organisasi yang meluas ke berbagai daerah termasuk daerah terdepan, terpencil dan tertinggal, serta hadir hampir di seluruh kepulauan.
“Di kawasan-kawasan terjauh justru Muhammadiyah hidup serta mengembangkan usaha dan amal usahanya,” tutur Prof Haedar. Muhammadiyah hadir di kepulauan Maluku dengan Kapal Apung Said Tuhuleley memberikan layanan kesehatan dan dakwah komunitas. Begitu juga di Suku Kokoda, serta di Pulau Arar, Papua Barat.
Tantangannya, bagaimana Muhammadiyah bisa menghidupkan cabang dan ranting yang bersinergi untuk mengakselerasi UMKM. Serta bagaimana agar program pemerintah yang dijalankan melalui Kementerian Koperasi dan UKM membumi untuk mengangkat kekuatan ekonomi mikro, kecil dan menengah. Dengan kerjasama Muhammadiyah, ‘Aisyiyah dan kali ini LPCR semakin konkret untuk semakin mendongkrak kekuatan ekonomi masyarakat.
Serta bagaimana menghidupkan kembali semangat sociopreneur untuk menjadi gerakan sosial masyarakat yang Membebaskan, Memberdayakan, dan Memajukan yang sesuai dengan tagline Muhammadiyah sebagai gerakan Pencerahan.
Oleh karena itu, masih menurut Prof Haedar Nashir, baik pemerintah melalui Kementerian Koperasi UKM perlu menggerakkan setidaknya dua potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Pertama yaitu kekuatan modal sosial. Indonesia memiliki kekuatan modal sosial yang luar biasa. “Tugas cabang ranting yaitu menghidupkan kembali modal sosial yang kita miliki, semangat kolektif, koperasi, semangat kebersamaan, saling membantu antar tetangga, kemudian yang berpunya membantu yang kurang, begitu juga yang kurang berpunya bisa bangkit,” ungkap Prof Haedar.
Kedua, Indonesia perlu memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam yang ada di sekitar masyarakat meskipun hanya ada lahan yang sempit. Disitu bisa dikembangkan pertanian maupun koperasi modern.
Cabang – Ranting harus digerakkan, juga mengajak anak muda untuk produktif membangkitkan ekonomi. “Mudah-mudahan inkubasi menjadi kekuatan dalam menggerakkan sociopreneur Muhammadiyah,” pungkas Prof Haedar Nashir. (Riz/SM)