Bantul, InfoMu.co – Ketua Serikat Taman Pustaka Muhammadiyah, David Efendi mengungkapkan bahwa gerakan literasi adalah proyek peradaban Muhammadiyah yang menggerakan ilmu pengetahuan.
“Ilmu ini proyek peradaban yang sejak awal dan itu menjadi sangat penting, menjadi simbol,” kata David dalam sesi talkshow Muhammadiyah Corner (MuhCor) Fest 2024 yang diselenggarakan di Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Sabtu (25/1).
David mengatakan banyak buku diproduksi besar-besaran di kota-kota besar, seperti Yogyakarta, Bandung, dan Surabaya, namun warganya belum tentu terpapar informasi mengenai buku yang diterbitkan, termasuk buku anak-anak.
“Kami pernah camp di sebuah Sekolah Dasar Muhammadiyah menghadirkan buku-buku itu. Menghadirkan buku yang menarik bagi anak-anak seperti menghadirkan surga,” ucapnya.
Serikat Taman Pustaka telah berdiri sejak 2017 dan berperan forum literasi Muhammmadiyah yang mengandung beberapa unsur Muhammadiyah di dalamnya di antaranya Sekolah Dasar-Menengah Muhammadiyah, perpustakaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA), Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, dan unsur komunitas.
Ia meneruskan, telah banyak pihak dari organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah yang berkolaborasi dengan Serikat Taman Pustaka Muhammadiyah.
“Bergerak dengan Serikat Taman Pustaka itu ada 350-an komunitas, itu rata-rata dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), beberapa Hizbul Wathan (HW), beberapa Masjid,” imbuhnya.
Unsur menggembirakan dari literasi dapat dimaknai dari sebuah foto candid yang monumental di Kauman, tahun 1923. Gambar itu menampilkan anak-anak, orang tua, dan remaja yang dengan gembira merayakan buku. Hal itu dapat memaknai sifat informal yang harus dimiliki perpustakaan.
David menegaskan bahwa selain memiliki sifat informal, perpustakaan tidak lupa bertugas membuat sistem perbukuan yang rapih.
“Bahwa perpustakaan punya tugas membuat sistem lebih rapih, lebih tertata, gampang dicari, biar kelihatan koleksinya itu pasti penting juga. Tetapi, kita belajar bahwa gerakan literasi menjelang akhir kolonialisme tahun 1923 itu dimotori oleh organisasi dengan cara kultural,” ucapnya.
Ia menilai, unsur berikutnya setelah menggembirakan adalah gratis dan aksesibel. Universitas, mahasiswa, dan perpustakaan kampus harus menjadi bagian dari ekosistem yang menggemberikan gerakan literasi dimanapun berada.
“Kalau anda ngekos di dekat masjid Muhammadiyah bikinlah reading corner di sana, bikinlah kegiatan literasi. Kalau anda Kuliah Kerja Nyata (KKN), bikinlah aktivitas sampingan yang mendekatkan bacaan itu. Pada prinsipnya, kegembiraan harus diciptakan, harus direkayasa mulai dari space-nya,” jelas David.
Gerakan literasi Muhammadiyah, kata David, ada dimensi fleksibilitasnya, aksesibelnya, gratis, dan ada dimensi budayanya. Biasanya ruang kebudayaan itu diwarnai dengan kegembiraan, musikalisasi puisi, teater, dan pertunjukkan lainnya. Itu semua penting untuk dikolaborasikan dalam ruang-ruang literasi. (adit)