Medan, InfoMu.co – Indonesia mengenal beberapa orde dalam penyelenggaraan negara. Pertama adalah Orde Lama kemudian ada Orde Baru, ada Orde Reformasi dan kini ada orde yang baru yakni ORBU atau Orde Buzzer. Di era Orde Buzzer ini fitnah terjadi dengan sangat radikalnya.
Penegasan itu disampaikan Dr. Abdul Hakim MHum, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara kepada jurnalis infoMu,co, Senin (15/1). Perkembangan dan permainan para buzzer yang selalu membuat gaduh perpolitikan tanah air itu harus menjadi kewapadaan semua pihak apalagi ada kesan memecahbelah antar anak bangsa.
Kata Hakim, cara main yang dilakukan para buzzer adalah mencari tokoh atau mereka yang berbeda pendapat dengan rezim dan melemparkan fitnah, tuduhan yang sangat mengada-ada. Dalam situasi demikian kemudian hukum menghunjam dengan cara mencari-cari pasal yang bisa menjerat. “Siapa saja yang berbeda pendapat hajar tanpa kasih ampun. Sadis betul,” kata Hakim Siagian pakar hukum Sumatera Utara yang menjadi dosen fakultas hukum dibeberapa perguruan tinggi itu.
Pada sisi lain, kata Hakim Siagian, Presiden menyampaikan pesar bahwa ia terbuka dengan kritik bahkan mengundang masyarakat untuk melakukan kritik. Tak jelas apa latar belakang tiba-tiba Presiden seakan membuka pintu terhadap kritik sementara para bazzer semakin kencang melakukan fitnah. Mungkin karena angka korupsi yang sudah gawat darurat, ekonomi terjun payung bahkan indeks demokrasi Indonesia terjungkal.
Pengalihan Isu Mega Korupsi
Permainan buzzer juga menjadi strategi utuk pengalihan isu besar. Kasus penuduhan Din Syamsuddin sebagai tokoh radikal menjadi pengalihan isu terhadap kasus mega korupsi, sebutkan skandal bansos yang melibatan menteri dari partai penguasa.
Menyinggung tentang isu Din Syamsuddin sebagai radikal yang viral itu, Abdul Hakim Siagian menyebut terasa sekali isu itu di menej dengn apik selain untuk membungkan tokoh yang bersemberangan juga menjadi pengalihan isu.
Pertanyaannya, apa menggelindingnya isu fitnah untuk Din Syamsuddin diketahui Presiden ? Kata Hakim Siagian, sulit mengatakan presiden tidak mengetahuinya. Lalu kita bertanya, inikah jawaban atas dibukanya pintu kritik yang dinyatakan presiden itu ?
Untuk itu Hakim Siagian minta kepada para buzzer atau pemitnah Din Syamsuddin berkewajiban untuk membuktikan tuduhan yang disampaikan. Bahwa bila bukti itu tidak memenuhi syara maka Anda sudah menebar keresahan dan memitnah. Ingat, fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.
Kepada Jurnalis InfoMu.co, Hakim Siagian mengingatkan, ” Wahai tuan-tuan aparat dan pejabat negara, kewajibannya haruslah sesuai pancasila, melindungi segenap tumpah darah indonesia, hukum adalah instrumen untuk menertibkan, memberikan keadilan untuk rakyat. Negara ini negara hukum dan rakyat adalah pemegang kedaulatan. Bila tuan presiden memberi ruang kritik pd rakyat mohonlah dengan sangat bubarkan para buzzer-buzzer itu. Bila masih harus terus dan bahkan diberi keistimewaan, hemat saya Anda-anda yang terbukti demikian nyata-nyat melanggar sumpah, etik dan hukum. Dan itu pantas disebut pengkhianatan kepada rakyat. (syaifulh)

