Challenge
Oleh Safrin Octora
Challenge sejatinya dalam kamus bahasa Inggris diartikan sebagai tantangan. Namun nomina ini ternyata memiliki makna lain yang lebih luas dan banyak dipakai dalam dunia olahraga. Salah satunya adalah cabang olahraga bulutangkis yang menggunakan nomina ini sebagai bagian dari fair play.
Challenge dalam pertandingan bulutangkis dapat diartikan sebagai suatu penolakan (objection) yang dilakukan oleh seorang pemain terhadap keputusan wasit atau hakim garis. Ketika sebuah cock atau bola bultangkis telah jatuh ke suatu bidang pertandingan, dan ada salah satu pemain merasa tidak puas terhadap keputusan wasit atau hakim garis, pemain tersebut dapat mengangkat tangan sebagai tanda penolakan terhadap hasil tersebut. Proses angkat tangan itu merupakan proses menolak keputusan wasit atau hakim garis yang diberi istilah dengan nama challenge.
Proses challenge hanya dibolehkan dua kali dalam satu set pertandingan. Artinya ketika challenge yang dilakukan oleh seorang pemain (untuk tunggal) atau tim (untuk beregu), gagal sebanyak dua kali, maka pemain atau tim tersebut tidak boleh meminta challenge lagi. Namun bila challenge itu berhasil, maka peluang untuk melakukan challenge masih terbuka lebar.
Sementara wasit utama (umpire) yang melihat isyarat challenge tersebut, lalu menekan suatu alat yang terletak di depannya. Alat tersebut merupakan alat yang bisa memutar ulang hasil rekaman setiap pergerakan cock (bola bulutangkis) yang menggunakan eye hawk camera (kamera mata elang). Kamera mata elang ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi, dan dapat merekam setiap adegan dalam pertandingan bulutangkis tersebut. Dengan demikian, setiap hasil challenge dapat diterima dengan lega oleh semua pihak yang terlibat.
Challenge pada dasarnya harus ada dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan wujud demokratisasi yang murni. Dikatakan wujud demokratisasi murni, karena challenge dalam kehidupan sehari-hari merupakan koreksi terhadap prilaku-prilaku pengelola pemerintahan yang dianggap berlaku sewenang-wenang dan tidak taat azas pada undang-undang. Dengan kata lain, ketika challenge itu dilakukan oleh sekelompok masyarakat ataupun segelintir individu, tujuannya adalah untuk melakukan koreksi terhadap keputusan-keputusan ataupun prilaku aparat negara yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Untuk masalah undang-undang misalnya, ada wasit yang dinamakan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi yang berperan untuk menguji perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah namun tidak sesuai dengan harapan sekelompok orang tertentu. Orang-orang ini melakukan challenge kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengkaji ulang undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah tersebut. Mahkamah Konsstitusi dengan kewenangannya mengkaji undang-undang tersebut dan membuat keputusan. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi harus ditaati oleh semua pihak yang terlibat. Artinya Mahkamah Konstitusi berperan sebagai eye hawk camera seperti dalam pertandingan bulutangkis.
Salah satu challenge yang sedang populer saat ini adalah masalah test wawasan kebangsaan (twk) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pegawai dalam rangka alih proses untuk menjadi pegawai negeri sipil. Proses test wawasan kebangsaan menghasilkan 72 orang pegawai KPK gagal lulus dalam alih proses menjadi PNS. Hasil test itu oleh ke 72 pegawai yang gagal dilakukan challenge kepada Ombudsman Republik Indonesia.
Challenge yang dilakukan oleh 72 pegawai yang tidak puas terhadap hasil test wawasan kebangsaan (twk) terhadap Ombudsman itu adalah langkah yang tepat. Hal ini disebabkan karena Ombudsman bertugas “menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik”. Laporan itu oleh Ombudsman dilakukan pemeriksaan substansi. Pada akhirnya Ombudsman menindak lanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangannya. Dengan kata lain, sesuai dengan ketentuan undang-undang, Ombudsman berperan seperti eye hawk camera dalam sistem pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Sehingga hasil uji Ombudsman terhadap penyelenggara yang dianggap menyimpang, harusnya dapat diterima oleh setiap lembaga negara yang ada. Karena sesuai dengan undang undang Ombudsman bertugas untuk itu.
Jadi bila dalam pertandingan bulutangkis challenge dapat memuaskan semua pihak, sejatinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik tercinta kita ini, hasil challenge dapat membuat kehidupan masyarakat lebih tenang dan damai. Hal ini disebabkan challenge dalam suatu negara demokrasi adalah wujud objection ataupun sanggahan masyarakat terhdap keputusan-keputusan pemerintah yang dirasa tidak adil. Pemerintah atau penyelenggara negara serta seluruh warga negara harus menerima challenge tersebut dengan lapang dada. Dengan menerima challenge dengan hati terbuka dan lapang dada, berarti kita telah mewujudkan sebuah proses demokratisasi.
Penulis : Safrin Octora, Pengamat Media, Dosen FISIP USU

