17 Komitmen Bermuhammadiyah (Bagian Pertama Komitmen 1-9)
Oleh : Amrizal, S.Si., M.Pd – Wakil Ketua MPKSDI PWM Sumut / Dosen Unimed
Muhammadiyah adalah rumah bagi siapa pun yang ingin hidup bermakna. Ia tidak sekadar organisasi, melainkan gerakan tajdid—pembaruan, pemurnian, dan pengabdian. Karena itu, menjadi kader Muhammadiyah tidak cukup dimaknai sebagai sekedar hadir dalam rapat atau aktif di struktur. Ia menuntut kesetiaan ruhani dan pengabdian tulus yang berpijak pada 17 komitmen utama. Komitmen ini bukan slogan belaka, melainkan pedoman hidup, jalan panjang perjuangan, sekaligus identitas kader sejati.
- Ahmad Dahlan, sang pendiri, pernah mengingatkan bahwa seorang kader hidup karena dakwah, bukan hidup dari dakwah. Pesan singkat ini menjadi dasar bahwa kader Muhammadiyah harus senantiasa meniatkan perjuangannya sebagai ibadah, bukan sarana mencari keuntungan pribadi.
Mari kita renungkan sembilan komitmen yang menjadi fondasi jati diri kader Muhammadiyah.
- Niat Ikhlas Lillahi Ta’ala
Al-Qur’an menegaskan, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya milik Allah agama yang ikhlas.” (QS. Az-Zumar [39]: 2–3). Rasulullah pun menegaskan, “Sesungguhnya amal itu bergantung pada niat…” (HR. al-Bukhārī & Muslim).
Segala amal bermula dari niat. Dalam Muhammadiyah, mendirikan sekolah, mengajar di kelas, atau mengelola rumah sakit hanya bernilai ibadah jika diniatkan semata-mata karena Allah. KH. AR Fachruddin bahkan memberi perumpamaan indah: kader Muhammadiyah bagaikan pohon pisang. Usai berbuah, ia rela mati. Tidak pernah berebut hidup dua kali, dan tidak berebut tempat dengan anaknya. Simbol ketulusan tanpa pamrih.
- Menjalankan Fungsi Ibadah dan Kekhalifahan
Firman Allah: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzāriyāt [51]: 56).
Ibadah bukan sekadar ritual, melainkan kerja nyata membangun peradaban. Pendirian sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan menjadi tafsir konkret amanat kekhalifahan: menghadirkan rahmat bagi sesama. Jalan dakwah Muhammadiyah selalu menyatukan langit dan bumi—sujud kepada Allah, sekaligus pengabdian pada kemanusiaan.
Amal dan Jihad Fī Sabīlillāh
Allah mengingatkan: “Apakah kamu mengira akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu dan sabar.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 142).
Jihad dalam Muhammadiyah tidak semata mengangkat senjata, melainkan jihad ilmu, jihad sosial, dan jihad pendidikan. Prof. Haedar Nashir menegaskan, Muhammadiyah adalah medan amal; kadernya bukan hanya pandai berbicara, tetapi juga cakap bekerja. Jihad itu nyata: dari ruang kelas hingga pelosok desa, menghadirkan pencerahan yang membebaskan manusia dari kebodohan dan keterbelakangan.
- Konsisten dalam Berkhidmat
Firman Allah: “Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (QS. Ash-Shaff [61]: 2).
Istiqamah adalah ujian kesetiaan. Khidmat sejati bukanlah panggung pujian, tetapi pengabdian yang tetap berjalan meski tanpa sorakan. Seorang kader yang istiqamah akan terus memberi manfaat, hingga amalnya mengalir seperti mata air yang tak pernah kering.
- Berpaham Agama sesuai Islam dalam Muhammadiyah
Al-Qur’an menegaskan: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan manusia.” (QS. Ar-Rūm [30]: 30).
Pemahaman Islam dalam Muhammadiyah berlandaskan tajdīd: pemurnian akidah dari syirik, bid‘ah, dan khurafat, sekaligus menghadirkan Islam yang rasional dan mencerahkan. Islam dalam Muhammadiyah adalah ajaran yang memerdekakan, mencerdaskan, dan menuntun umat menuju peradaban berkemajuan.
- Berideologi Muhammadiyah
Firman Allah: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, bagaikan bangunan yang kokoh.” (QS. Ash-Shaff [61]: 4).
Ideologi Muhammadiyah bukan sekadar doktrin organisasi, tetapi ruh perjuangan. Ia menyatukan niat, pikiran, dan langkah kader. Dengan berideologi, seorang kader tidak mudah goyah, istiqamah dalam Islam berkemajuan, dan menempatkan Persyarikatan sebagai jalan dakwah memuliakan agama serta memajukan kehidupan.
- Memperkokoh Sistem Gerakan
Al-Qur’an berpesan: “Hendaklah ada segolongan umat yang menyeru pada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 104).
Kekuatan Muhammadiyah terletak pada sistem, bukan figur. Sistem yang disiplin dan modern memastikan gerakan ini tetap kokoh meski kepemimpinan silih berganti. Karena itu, setiap kader dituntut taat aturan, mematuhi keputusan, dan memperkuat manajemen organisasi.
- Mengembangkan Wawasan
Allah berfirman: “Mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk.” (QS. Az-Zumar [39]: 18).
Muhammadiyah adalah rumah ilmu. Kader dididik untuk membaca, berdiskusi, menulis, dan berpikir terbuka. Luasnya wawasan adalah syarat memimpin dan berdakwah dengan bijaksana. Dengan ilmu yang terus diperbarui, kader Muhammadiyah mampu menghadirkan pencerahan sesuai tuntutan zaman.
- Taat Asas dan Keputusan Organisasi
Firman Allah: “Taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisā’ [4]: 59).
Dalam Muhammadiyah, ketaatan bukanlah kehilangan kebebasan, melainkan adab menjaga persatuan. Kader sejati tidak membangkang saat kalah suara dan tidak berjalan sendiri meski berbeda pendapat. Keputusan adalah buah musyawarah kolektif, dan ketaatan adalah penopang kokohnya Persyarikatan.
Sembilan komitmen pertama ini menjadi fondasi yang mengokohkan jati diri kader Muhammadiyah. Namun perjalanan belum selesai. Masih ada delapan komitmen berikutnya yang berbicara tentang kemandirian, kepemimpinan, keberanian, hingga keistiqamahan. Di sanalah wajah kader sejati akan semakin jelas.
Bersambung….
Wallāhu a‘lam biṣ-ṣawāb.






