Edisi Pertama (Bagian 1)
Oleh : Dr. Sulidar, M.Ag
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara
Periode 2015-2020.
Muhammadiyah merupakan, Gerakan Islam, ber asas Islam, bersumber pada Alquran dan as-Sunnah al-maqbulah, yang gerakannya melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan juga melakukan tajdid.
Pemahaman terhadap Manhaj Tarjih Muhammadiyah serta produk Tarjih Muhammadiyah bagi warga Persyarikatan Muhammadiyah merupakan hal yang sangat penting, sebab mereka yang secara langsung mengamalkan kehidupan beragama dalam lingkungan masyarakat, sekaligus mensosialisasikan produk-produk tarjih, yang pada akhirnya akan tersosialisasi warna keagamaan Muhammadiyah di masyarakat Indone sia bahkan dunia. Selain itu, usaha ini memperkuat dan mendorong maksud dan tujuan Muhammadiyah, yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Untuk maksud dan tujuan tersebut maka salah satu langkah yang mesti dilakukan adalah mempergiat dan memperdalam pengkajian ajaran Islam untuk mendapatkan kemurnian dan kebenaran berdasarkan Alquran dan as-Sunnah al-Maqbulah.
Pengertian Manhaj Tarjih
Istilah “manhaj tarjih” secara harfiah berarti cara melakukan tarjih. Istilah tarjih sebenarnya berasal dari disiplin ilmu usul fikih. Dalam ilmu usul fikih “tarjih” berarti melakukan penilaian terhadap dalil-dalil syar’i yang secara zahir tampak saling bertenta ngan atau evaluasi terhadap pendapat-pendapat (qaul) fikih untuk menentukan mana yang lebih kuat.
Dalam lingkungan Muhammadiyah pengertian tarjih telah mengalami perkembangan makna. Pada awalnya dalam Muhammadiyah tarjih dipahami seba gaimana menurut pengertian aslinya dalam ilmu usul fikih, yaitu: “memperbandingkan-dalam suatu permu syawaratan- pendapat-pendapat dari ulama (baik dari dalam ataupun dari luar Muhammadiyah termasuk pendapat imam-imam) untuk kemudian mengambil mana yang dianggap mempunyai dasar dan alasan yang lebih kuat.”
Lambat laun pengertian tarjih di atas mengalami pergeseran karena perkembangan kegiatan ketarjihan di dalam Muhammadiyah. Tarjih tidak lagi hanya di artikan kegiatan sekedar kuat menguatkan suatu dalil atau pilih-memilih di antara pendapat yang sudah ada, melainkan jauh lebih luas sehingga identik atau paling tidak hampir identik dengan ijtihad. Hal itu karena dalam Muhammadiyah, melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, banyak dilakukan ijtihad atas masalah-masalah baru yang belum direspons oleh fukaha masa lalu dan belum ditemukan jawabannya dalam kitab-kitab fikih lama (klasik).
Dalam Muhammadiyah, tarjih tidak hanya dibatasi pada ijtihad untuk merespons permasalahan dari sudut pandang hukum syar’i, tetapi juga merespons permasalahan dari sudut pandangan Islam secara lebih luas, meskipun harus diakui porsi ijtihad hukum syar’i jauh lebih besar. Oleh karena itu, dalam lingkungan Muhammadiyah, tarjih diartikan sebagai setiap aktivitas intelektual untuk merespons permasalahan sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam. Dengan demikian, tampak bertarjih artinya sama atau hampir sama dengan melakukan ijtihad mengenai suatu permasalahan dilihat dari perspektif Islam.
Dapat ditegaskan bahwa tarjih itu tidak dilakukan secara serampangan melainkan berdasarkan kepada asas-asas dan prinsip-prinsip tertentu. Kumpulan prinsip-prinsip dan metode-metode yang melandasi kegiatan tarjih itu dinamakan manhaj tarjih atau metodologi tarjih. Manhaj tarjih dapat didefenisikan sebagai:
“suatu sistem yang memuat seperangkat wawa san (atau semangat/perspektif), sumber, pendekatan, dan prosedur-prosedur tehnis (metode) tertentu yang menjadi pegangan dalam kegia tan ketarjihan.”
Kegiatan ketarjihan, adalah aktivitas intelektual untuk merespons berbagai masalah sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam. Respons terjadap permasalahan sosial dan kemanusiaan tersebut dapat dilakukan dalam suatu kerangka yang bersifat evaluatif (melihat permasalahan dari sudut pandang das sollen) dengan mengembangkan sistem normatif yang responsif. Dapat juga dilakukan dalam suatu kerangka yang bersifat ekplanatif (melihat masalah dalam realitas empiris/dari per spektif das sein) yang tetap bertolak dari dasar-dasar ajaran agama, dan dilakukan dengan mengembangkan kerangka pemikiran keislaman yang kritis dan anali tis. Harus diakui bahwa produk tarjih lebih banyak tertuju kepada respons dalam kerangka das sollen yang memberikan arahan-arahan dan petunjuk norma tif. Hanya sedikit sekali produk tarjih dalam bentuk pemikiran keislaman dalam suatu kerangka yang ber sifat das sein.
(Bersambung..)