Medan, InfoMu.co – Triono Eddy SH Mum, Dosen Fakultas Hukum UMSU dikukuhkan menjadi guru besar. Pengukuhan yang berlangsung, Sabtu pagi (11/7) di aula Kampus Utama, Jalan Muhtar Basri, berlangsung dalam suasana protokol kesehatan yang ketat. Seluruh undangan yang hadir harus melalui proses pengecekan suhu tubuh, cuci tangan, pakai masker dan tempat duduk yang berjarak.
Pengukuhuan dalam sidang terbuka yang dipimpin oleh Rektor UMSU Dr. Agussani. Hadir Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, para rektor dan wakil rektor perguruan tinggi swasta. Triono Eddy, kelahiran Tegal 12 Desember 1956 itu menyelesaikan program magister (S2) tahun 2002 dan program doktornya (S3) di USU tahun 2005 di USU itu aktif dalam kegiatan penelitian dan symposium internasional dalam bidang hukum dan konstrasi dibidang regulasi lingkungan hidup dan ekosistem di Indonesia.
Dosen pada Pascasarjana UMSU itu, pada acara pengukuhan itu, Prof. Dr. Triono Eddy menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Bertumpu pada Kearifan Lokal Masyarakat Hukum Adat”. Dijelaskan, Indonesia dikenal di seluruh dunia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang kaya dan melimpah ruah. Sumber daya alam yang terbarukan (renewable) maupun yang tak terbarukan (nonrenewable), serta yang berbentuk modal alam (natural resource stock). Hutan tropis Indonesia (tropical rain forest) adalah terluas kedua di dunia setelah kawasan hutan tropis lembah Sungai Amazon di Brazilia.
Konstitusi mengamanatkan bahwa sumber daya alam yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, tetapi dalam pelaksanaannya justru dieksploitasi secara berlebihan dan pemanfaatannya dikuasai sebahagian diantaranya oleh para penanam modal/investor nasional maupun asing untuk kepentingan bisnis.
Kerusakan Mutu Lingkungan
Konsekuensi yang timbul kemudian adalah secara perlahan tetapi pasti terjadi kerusakan dan degradasi kuantitas maupun kualitas sumberdaya alam Indonesia yang meliputi: Laju kerusakan hutan mencapai 1 juta hektar per tahun dalam periode 2000-2012, dan sejumlah spesies hutan tropis terancam punah akibat eksploitasi sumberdaya hutan yang tak terkendali. Hampir 95% terumbu karang di Indonesia terancam oleh kegiatan manusia, dengan lebih dari 35% mengalami ancaman tingkat tinggi atau sangat tinggi. Pengambilan batu karang, penangkapan ikan yang menggunakan bom atau racun (sianida), dan pencemaran air laut oleh pembuangan limbah industri yang tidak terkendali telah menyebabkan rusaknya terumbu karang.
“Kerusakan tidak hanya ditanggung oleh manusia tapi juga oleh makhluk lain. Namun, manusia dan kebudayaannya memiliki kelenturan ekologis yang tinggi, tetapi makhluk hidup lainnya terancam punah karena kerusakan habitat,” katanya.
Lebih lanjut, meskipun masyarakat lokal memiliki kearifan yang sangat baik, tapi perubahan yang terjadi di kawasan tempat hidup mereka telah memberikan dampak yang kurang menguntungkan. Adanya sistem penangkapan modern yang menjanjikan tingkat penghasilan yang lebih baik. Permintaan hasil sumber daya alam yang tinggi, ikut mendorong masyarakat lokal untuk memanfaatkan hasil sumber daya alam semaksimal mungkin sehingga kadang kala telah melanggar sistem kearifan lokal yang dimiliki. Selain itu meningkatnya jumlah penduduk mendorong manusia kearah ketergantungan yang lebih besar terhadap sumber daya alam dan hasilnya. Tekanan dan intervensi masyarakat semakin meningkat akibat pesatnya perkembangan teknologi.
Di sisi lain, masyarakat juga memandang telah terjadi ketidakadilan dalam implementasi kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang mereka anggap telah merampas hak-hak adat masyarakat dan membatasi wilayah kegiatan ekonomi mereka. Hal ini mendorong masyarakat berusaha keluar dari kungkungan norma yang dirumuskan para leluhurnya dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.
Hukum Adat
Adanya pengakuan dan penghormatan dari Negara kepada masyarakat hukum adat dalam pengelolaan sumber daya alam sebagaimana yang digariskan dalam UUD Tahun 1945 ternyata tidak diikuti dengan sebuah pengaturan yang memberikan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat, termasuk didalamnya masyarakat tradisional. Seharusnya pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional dapat diwujudkan dalam bentuk perlindungan dan pemberdayaan sesuai dengan karakteristik yang dimiliki.
Oleh karena itu, diperlukan pengaturan mengenai pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat secara komprehensif dalam suatu undang-undang yang pada saat ini masih dalam pembahasan. Padahal dengan segeranya undang-undang ini disahkan, diharapkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam hal pengelolaan sumber daya alam akan dapat lebih ditingkatkan.
Melalui undang-undang ini dapat mengakomodir aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah dengan lebih memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Caranya dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan melaui pengelolaan sumber daya alam yang berbasis kepada kearifan lokal yang diberikan kepada masyarakat hukum adat. (syaiful hadi)