Jelajah Bumi Para Rasul dan Nabi (18)
Suhu Beku, Kami Melintasi Lorong Gelap Menuju Masjidil Aqsho
Catatan : Syaiful Hadi JL, Jurnalis InfoMu.co
Bus kami perkir di depan Hotel National, Jerusalem. Barang-barang bergegas kami turunkan untuk dimasukkan ke dalam kamar. Diluar beberapa toko masih buka. Ada toko memberi sale sampai 30 persen. Dari kamar kami melanjutkan makan malam. Menu yang disediakan Hotel National cukup wah. Banyak menu tersedia. Demikian juga juice, buah dan kue basah.
Besok subuh kami mulai melakukan perjalan ritual ke Masjidil Aqsho. Sebuah perjalanan yang sudah lama Kami rindukan. Masalahnya adalah, Masjidil Aqsho tidak sama dengan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram. Menuju Masjidil Aqsho butuh perjuangan menahan rasa takut. Cerita-cerita seputar keganasan tentara Israel, konflik antara Palestina dan Israel di depan masjid bahkan sampai ke dalam sudah sering kami dengar. Suasana itulah memberi gambaran kuatir.
Ustadz Irwan Syahputra dan Mitha Hayati Tanjung menenangkan Kami. Mereka memberi beberapa tips untuk perjalanan subuh besok pagi. Kebetulan Ustadz Irwan Syahputra dan Mitha telah melakukan perjalanan ke Aqsho sebelum pandami Covid-19 lalu hingga keduanya sudah punya pengalaman. Beda dengan jamaah lainnya yang cuma punya informasi melalui literatur bacaan saja.
Diingatkan, Kami harus segera istirahat. Besok pagi pukul 4 sudah harus standby di lobby dan bersama-sama menuju Aqsho. Kami pun berbaring dan terlelap, karena letih…
Subuh yang Dingin Kami Melintasi Lorong Aqsho
Jam kami masih pukul 3 dini hari. Tapi mata ini seperti sulit untuk terpejam. Takut terlambat untuk tiba di lobby tepat waktu. Kami pun mandi dan menyempatkan tahajud empat rakaat dan melanjutkannya di Aqsho nanti.
Pukul 4 subuh. Jamaah sudah berkumpul. Semua jamaah dihitung dan pas, lalu dengan bismillahirrahman nirrahim, kami mulai melangkah menuju Aqsho…
Sebelum berangkat Kami diingatkan untuk berjalan bersama, tidak terpisah satu sama lainnya. Jalan tidak usah terburu-buru. Tetap memberi perhatian pada lorong yang akan dilalui.
Di luar masih pekat. Maklumlah masih pukul 4. Kendaraan masih satu-satu. Lampu di jalan tak terlalu terang. Lantai jalan basah karena embun. Dingin. Kami harus menggunakan pakaian beberapa lapis. Hingga Jaket, penutup kepala sampai sal untuk mengurangi terpaan angin.
Tibalah dipintu lorong masuk. Kami ditemani seorang anak Palestina, Ahmad. ia membawa kami menelusuri lorong yang menurun, sedikit gelap karena lampu lorong tak begitu terang. Jalan menuju Aqsho berbelok dengan banyak gang. Tak jauh kami menelusuri lorong itu, kami pun sudah berpapasan dengan pos penjagaan tentara Israel. Jalan kami melambat. Dzikir tak henti kami lafazkan. . Kami bertemu dengan pos Israel lainnya. Tatapan mereka dingin memperhatikan kami dari kepala hingga kaki. Sepertinya mereka tau kami dari Indonesia dari postur tubuh, cara berbuasana dan warna kulit. Atau mereka menduga kami dari Malaysia.
Beberapa pos penjagaan tentara Israel lengkap dengan senjata ditangan. Dari jauh kubah Masjid Dome of the rock ( kubah batu) berwana kuning ke-emasan sudah tampak . Alhamdulillah, ya Allah terimakasih atas nikmat yang engkau berikan hingga Kami sampai ke sini, ke rumah-Mu yang Kami rindukan.
Tak banyak jamaah yang tampak. Kami meneruskan beberapa ratus meter lagi menuju Masjidil Aqsho dengan kubah hitam. Jamaah belum banyak. Sebelum menuju shaf kami diberi sajian air teh (palestina) hangat dan kurma. Nikmat rasanya. Kami pun menuju depan untuk mengambil shaf. Kami bisa duduk di shaf ke tiga dan empat. Di shaf depan, tokoh-tokoh palestina duduk di atas kursi sambil membaca Al-Quran menunggu subuh datang.
Kami pun melanjutkan salat tahajuud kami yang belum selesai. Saya salat empat rakaat lagi lalu menutupnya dengan witir. Kami pun memperhatian detail masjid Aqsho itu. Jauh berbeda dengan masjid Nabawi atau Masjidil Haram yang indah. Masjid Aqsho tampak tua. Kami pun melanjutkan membaca quran, berzikir sambil menunggu adzan subuh.
Kami beruntung mendapat shaf depan. Qomat pun terdengar. Salat subuh kami yang pertama ini di-imami oleh Syech Yusuf, tokoh spritual Palestina. Kami khusu’ mengikuti bacaan mulai dari fatihah hingga ayat. Selesai salam, kami sempatkan berzikir selanjutnya Kami bersilaturrahim dengan Syech Yusuf. Beliau begitu ramah dan menyambut Kami dengan sukacita. Ia tampak demikian gembira bisa bertemu dengan jamaah Indonesia.
Dialog dengan Syech Yusuf, Imam Salat Subuh
Ustadz Irwan Syahputra pun melakukan dialog dengan Syech Yusuf. Ikut melingkar bersama, pak Zulman, Damiadi, Sarmidi, Abrar, Mohammad Syafei, Surono dan Saya. Sementara Jamaah perempuan melakukan salat di ruangan lain.
Bahagia rasanya bisa bertemu dan berbincang dengan Syech Yusuf. Bahagia rasanya bisa salat subuh di sini. Bahagia rasanya bisa bersilaturrahmi dengan Saudara Palestina. Syech Yusuf kembali menjadi imam salat subuh dihari kedua, sedangkan di hari ketiga salat subuh diimami Syech Walid Syam.
Usai salat subuh dan bersilaturrahmi bahkan berfoto dengan saudara Palestina, Kami pun diajak seorang syech lainnya untuk melihat detail dari Masjid Aqsho. Kepada Kami diceritakan peristwa pemboman masjid yang terjadi pada Ramadan beberapa tahun lalu. Sisa-sisa bekas pembom-an masih tampak dibagia atas dari Masjid. Banyak warga Palestina yang syahid ketika itu. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Semoga Allah memberikan syurga kepada para syahid Palestin itu.
Diluar langit mulai terang. Tapi dinginnya tak berkurang. Ketika kami menjamah air pun serasa mengenggam es dan tangan terasa kebas. Selanjutnya kami dibawa berkeliling Masjid untuk melihat situs-situs penting dari beberapa rasul terkait dengan Aqsha. (bersambung)